Mohon tunggu...
Irqas Aditya Herlambang
Irqas Aditya Herlambang Mohon Tunggu... Guru - Bekerja pada lembaga pendidikan secara umum dan secara spesifik peduli pada pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

you will never walk alone, make a contribution to a better human-being through education

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Knowledge-Based Economy, Aku Berpengetahuan Maka Aku Ada

28 Januari 2019   21:02 Diperbarui: 28 Januari 2019   21:19 1191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia kini mulai berfikir tentang aktivitas ekonomi berbasis pengetahuan (Knowledge-based Economy), dimana kesejahteraan ekonomi akan bergantung pada aktivitas berbasis pengetahuan dan juga ketersediaan SDM mumpuni.

Seperti kita tahu pada abad ke 20, dunia ekonomi menghadapi tantangan dan peluang yang belum pernah dihadapi sebelumnya, yaitu kemajuan teknologi di bidang elektronik, revolusi di bidang aplikasi software, serta ekspansi infrastruktur telekomunikasi yang telah merubah fungsi ekonomi dasar serta interaksi antar manusia, atau lebih kita kenal dengan revolusi Industri 4.0.

Dalam ekonomi tradisional, misal pada pola belanja yang konvensional, dimana konsumen mendatangi sebuah supermarket dan berjalan kaki untuk menemukan barang yang mereka cari, kini pola tersebut sudah bukan lagi satu-satunya pilihan dalam pola berbelanja. 

Konsep E-Retailing seperti Lazada, Zalora, Bukalapak, dll,. Menjadi pola belanja yang populer dikalangan perkotaan maupun pedesaan, E-Retailing dan perbankan online menjadi sinergi yang mampu menggeser pola belanja dan pola pembayaran tradisional. Segala perubahan ini membuat ekonomi tradisional yang menjadikan karyawan/pekerja sebagai factor penting dalam proses produksi, berubah menuju ekonomi baru yang menjadikan pengetahuan sebagai factor penting dalam kondisi ekonomi saat ini, atau biasa disebut ekonomi berbasis pengetahuan.

Konsumen sebuah produk atau jasa pun nampaknya juga mulai meningkat dalam mengonsumsi pengetahuan, sehingga dalam pengambilan keputusan untuk membeli mereka tidak lagi mudah termakan oleh iklan yang menarik yang dihidangkan oleh perusahaan, tapi juga mulai didasarkan dari data-data atau informasi yang diperoleh dari sumber-sumber tertentu seperti informasi pada kolom testimoni atau review produk oleh seorang youtuber misal.  Hal ini menandakan kebutuhan pengetahuan pembeli pun juga mengalami peningkatan, dan bagi siapapun entah itu institusi atau perseorangan yang mampu memberikan asupan pengetahuan berupa informasi akan sangat dicari oleh banyak orang.

Apa itu ekonomi berbasis pengetahuan? Sederhananya adalah, pertumbuhan ekonomi tidak lagi ditopang oleh pabrik-pabrik raksasa yang memiliki ribuan tenaga kerja, melainkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perusahaan dilihat sebagai gudang yang di dalamnya tersimpan setumpuk ilmu pengetahuan yang harus terus terakumulasi untuk menjadi sebuah keunggulan kompetitif. Kebutuhan tenaga kerja pun menjadi semakin terbatas dan spesifik, akibatnya tenaga kerja yang tidak memiliki keahlian khusus akan sulit bersaing di era ini. 

Munculnya Artificial Intelegence (AI) menandai adanya dominasi pengetahuan dalam bentuk stok informasi berupa database yang dipadukan dengan teknologi informasi, sehingga menciptakan kemudahan kepada konsumen tanpa harus kebingungan dalam menentukan pilihan, dan tentu saja menghemat jumlah tenaga kerja bagi perusahaan.

Sebenarnya pada abad 19 Alfred Marshall sudah menyatakan bahwa pengetahuan adalah mesin produksi terkuat yang dimiliki dan organisasi harusnya memfasilitasi pertumbuhan pengetahuan tersebut.  pengetahuan itu sendiri memiliki dua bentuk yang pertama adalah explicit knowledge atau pengetahuan yang telah dikodifikasi kedalam bentuk konkret yang mudah diakses seperti dokumen, buku, video dll,. Dan yang kedua adalah Tacit knowledge atau pengetahuan yang masih tersembunyi pada pikiran dan tindakan setiap orang dalam bentuk pengalaman. 

Tidak mudah memang mengubah tacit knowledge menjadi explicit knowledge karena diperlukan kemampuan khusus dalam menerjemahkan hal yang abstrak dan implisit menjadi lebih procedural dan eksplisit. Model iklan yang berbentuk story telling menjadi salah satu contoh mudah untuk merubah tacit knowledge yang dulunya dimiliki seseorang secara private, menjadi explicit knowledge yang mampu dijangkau dan dirasakan oleh semua kalangan dengan sangat mudah.

Setiap perusahaan atau apapun itu (bahkan individu) memiliki stok pengetahuannya masing-masing. Stok pengetahuan yang masih dimiliki individu dalam bentuk tacit haruslah dikodifikasi agar menjadi explicit agar mampu dimanfaatkan oleh orang banyak. Kemampuan perusahaan dalam mengkodifikasi pengetahuan sebanyak-banyaknya akan menjadikan perusahaan itu lebih unggul dibanding kompetitornya, karena dengan adanya banyak stok pengetahuan yang dimiliki serta dukungan infrastruktur yang dibutuhkan akan mempercepat proses inovasi untuk bisa dilakukan.

Saat ini institusi yang melakukan kodifikasi tersebut (sebut saja salah satu contoh adalah universitas atau lembaga RnD) masih terpisah kalau tidak secara fisik tentu secara pola koordinasi dari institusi yang membutuhkan explicit knowledge, yaitu perusahaan. Hal ini menyebabkan terhambatnya proses inovasi dalam sebuah perusahaan, padahal perusahaan membutuhkan stok pengetahuan yang cukup untuk terus memproduksi barang maupun layanan yang lebih baik.

Jika kita cermati secara lebih teliti, beberapa hasil riset yang dihasilkan oleh para peneliti di universitas terkadang belum memperhatikan kondisi yang dibutuhkan di lapangan, dalam hal ini dunia industry, hasil riset bahkan banyak yang belum didiseminasi secara meluas sehingga banyak industry yang belum bisa merasakan manfaatnya. 

Dunia industry pun juga tidak mampu mengidentifikasi masalah yang mungkin dihadapinya, sehingga disini lah letak missing link yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi tidak kunjung mengalamin pergerakan eksponensial yang positif. Sebagai upaya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada era ekonomi berbasis pengetahuan ini adalah sinergi antara institusi yang mereproduksi pengetahuan dengan institusi yang memafaatkan pengetahuan tersebut. sinergi ini dapat saja dimoderatori oleh pemerintah untuk duduk bersama antara DU-DI (dunia usaha-dunia industry) dengan universitas membahas tentang kebutuhan pengetahuan dan tenaga kerja terlatih untuk dipenuhi. Secara mandiri perusahaan tentu dapat membuat corporate university nya sendiri dengan menjadikan kebutuhan internal sebagai outputnya.

Research is slow, but Powerful . Kita mungkin pernah mendengar ungkapan tersebut, dan memang terasa begitu relevan saat ini, riset adalah salah satu upaya awal dalam mereproduksi dan mengkodifikasi pengetahuan. Dalam melakukan riset tentu membutuhkan waktu dan biaya yang banyak, namun begitu kita memeroleh pengetahuan/informasi dari hasil riset tersebut maka kita akan dapat bergerak secara tepat dalam mencapai tujuan. Karena di era ekonomi berbasis pengetahuan, barangsiapa yang memiliki banyak akses pada sumber pengetahuan maka dia yang akan menguasai ekonomi, setujukah anda? Mari kita diskusikan pada kolom komentar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun