Pemerintah, perusahaan, dan pengusaha muda berkomitmen untuk mengatasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB, termasuk masalah lingkungan dan sosial, untuk bekerja menuju ekonomi yang lebih tangguh. Laporan Startup 2022 menyoroti bagaimana para pendiri menciptakan model bisnis yang berkelanjutan untuk menghasilkan unit ekonomi yang lebih menguntungkan di tengah situasi ekonomi mikro dan makro yang tidak menguntungkan. Terlepas dari tantangannya, pertumbuhan jumlah startup di Indonesia dan dukungan dari pemerintah dan investor menjadikannya ekosistem startup yang menjanjikan
Sebagai negara dengan potensi besar dalam membangun ekosistem start-up yang berkembang pesat, Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan dalam mencapai tujuan tersebut, terutama setelah runtuhnya SoftBank Vision Fund (SBV). Berikut adalah beberapa tantangan utama yang dihadapi dalam membangun ekosistem start-up yang berkelanjutan di Indonesia.
Keterbatasan Akses Pendanaan dan Sumber Daya
Setelah runtuhnya SBV, akses pendanaan bagi start-up di Indonesia semakin sulit. Hal ini disebabkan oleh banyaknya start-up yang bergantung pada investasi dari SBV, dan dengan kegagalan investasi SBV, akses ke sumber pendanaan menjadi terbatas. Keterbatasan pendanaan ini menjadi penghalang bagi perkembangan start-up di Indonesia yang membutuhkan investasi untuk mengembangkan produk dan memperluas bisnis mereka. Selain itu, keterbatasan sumber daya seperti tenaga ahli, infrastruktur, dan teknologi juga menjadi masalah yang dihadapi oleh start-up di Indonesia.
Kurangnya Infrastruktur dan Regulasi yang Mendukung
Minimnya infrastruktur dan regulasi yang mendukung menjadi tantangan tersendiri bagi startup di Indonesia. Investasi infrastruktur sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi, dan pemerintah telah berinvestasi dalam infrastruktur untuk mendorong startup, terutama yang terkait dengan teknologi yang akan mendorong kemajuan Indonesia menuju ekonomi digital (nextbn.ggvc.com, 28 September 2020) . Namun, investasi infrastruktur sebagai bagian dari PDB di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan negara lain, sehingga dapat menghambat pertumbuhan startup.Â
Meskipun demikian, ekonomi internet Indonesia berkembang pesat, dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 49% per tahun sejak 2015, menempatkan Indonesia sebagai ekonomi internet terbesar dan dengan pertumbuhan tercepat di Asia Tenggara. Laporan Startup 2022 menyoroti bagaimana para pendiri menciptakan model bisnis yang berkelanjutan untuk menghasilkan unit ekonomi yang lebih menguntungkan di tengah situasi ekonomi mikro dan makro yang tidak menguntungkan, menunjukkan bahwa startup menemukan cara untuk mengatasi tantangan ekosistem
Salah satu tantangan lain dalam membangun ekosistem start-up yang berkelanjutan di Indonesia adalah kurangnya infrastruktur dan regulasi yang mendukung. Infrastruktur yang kurang memadai seperti akses internet yang lambat, transportasi yang tidak efisien, dan fasilitas kantor yang tidak memadai dapat menghambat perkembangan start-up di Indonesia. Selain itu, regulasi yang belum memadai dan sering berubah-ubah juga menjadi penghambat bagi para pengusaha start-up untuk mengembangkan bisnis mereka.
Persaingan yang Semakin Ketat dari Start-up Gglobal
Persaingan startup global semakin meningkat di ekosistem startup Indonesia. Namun, kancah startup Indonesia berkembang pesat, dengan aliran modal yang konsisten ke startup dan VC agnostik industri. Perekonomian internet negara berkembang pesat, memposisikan Indonesia sebagai ekonomi internet terbesar dan paling cepat berkembang di Asia Tenggara. Pemerintah juga berkomitmen untuk mendukung pertumbuhan startup di Indonesia dengan target menciptakan 1.000 tech entrepreneur dalam lima tahun ke depan (Kominfo,go.id, 18 Februari 2016).Â