[caption id="attachment_339354" align="alignnone" width="300" caption="Alfama dari Miradouro Santa Luzia, tampak gereja Sao Vicente di sebelah kiri dan kubah pantheon di tengah."]
Sudut-sudut kota di Lisboa banyak dihiasi dengan ubin keramik yang menggambarkan suatu diorama. Azulejos, nama kerajinan ini sudah populer sejak berabad-abad yang lalu. Tiap-tiap toko souvenir menjual azulejos, dari yang murah hingga yang mahal dan antik berusia ratusan tahun.
Terminus dari tram 28 dekat dari kastil peninggalan kaum Moor, dinasti Islam yang menguasai Portugal dan sebagian Spanyol dari abad VIII selama empat ratus tahun. Sempat diabaikan, kini benteng ini menjadi museum arkeologi yang memamerkan kebudayaan Islam ketika berada di Portugal, juga tentu saja kejayaan pelaut Portugis di masa keemasannya.
Dari kastil tampak bairro Almada di seberang sungai Tagus dengan monumen Christo Rei dan Ponte 25 Abril mendominasi pemandangan. Duplikat dari patung Jesu Redentor di Rio, patung ini dibangun sebagai ungkapan syukur Portugal tidak ikut serta dalam Perang Dunia II. Kedua sisi sungai dihubungkan dengan sebuah jembatan ikonik yang mirip dengan Golden Gate San Francisco. Dahulunya bernama Ponte Salazar, tetapi sejak Revolução dos Cravos—revolusi yang menjatuhkan Salazar di tahun 1974—kini jembatan ini bernama Ponte 25 AbrilÂ, memperingati hari sang diktator dikudeta.
[caption id="attachment_339365" align="alignnone" width="300" caption="Sungai Tagus dengan Patung Christo Rei di sebelah kiri dan jembatan 25 Abril"]
Muara sungai Tagus yang menghubungkan Lisboa dengan Samudra Atlantik menjadi saksi bertolaknya pelaut-pelaut portugis ke seluruh dunia. Menyusurui sungai Tagus ke arah barat, Torre de Belém yang berdiri sejak awal abad XVI dibangun sebagai peringatan atas kejayaan bangsa Portugis yang mampu menemukan dunia baru.
Versi modern dari Torre de Belém ialah Padrão dos Descobrimentos—Monumen Penemuan—dengan patung raja dan penjelajah Portugis, termasuk Afonso de Albuqurqeue yang menjadi raja di Goa, dan Santo Fransiskus Xaverius, misionaris jesuit yang membawa Katolisisme sampai ke Maluku dan Jepang. Monumen ini dihiasi calçada portuguesa—mosaik lantai khas portugis—menggambarkan mata angin dan peta dunia, simbol penjelajahan tentunya.
[caption id="attachment_339352" align="alignnone" width="300" caption="Peta Indonesia, bagian dari calcade portuguesa yang menggambarkan peta dunia"]
Di depan Monumen Penjelajahan, berdiri megah Mosteiro do Jerónimos. Biara ini kini menjadi museum dan konferensi Uni Eropa pernah dilangsungkan di sini. Biara ini juga menjadi tempat peristirahatan terakhir dari Vasco da Gama, orang Eropa pertama yang tiba di India lewat jalur laut, yang membuka jalur perdagangan rempah-rempah dari Asia.
[caption id="attachment_339353" align="alignnone" width="300" caption="Pintu utama Biara Jeronimos yang kini menjadi museum"]
Di samping mosteiro berdiri Pastéis de Belém,  sebuah pastelaria yang menjual panganan khas Portugal, seperti bolo atau kue bolu. Tetapi yang dicari-cari ialah pastel de nata, pastel telur khas Portugal yang legendaris. Meskipun pastei ini bisa ditemukan di banyak pastelaria lainnya di Lisboa dan sudah mendunia, tidak ada yang bisa mengalahkan lembut manis dan gurihnya pastel de nata di tempat kelahirannya ini, tak salah tempat ini selalu dipenuhi orang-orang. Tak lengkap jalan-jalan di Lisboa tanpa menikmati pastel de nata, yang ditaburi bubuk kayu manis, pasti asal Sumatera...
Tentang Penulis
Bekerja di sebuah perusahaan semikonduktor di Eindhoven Belanda, Aditya Halim banyak berkesempatan mengisi waktu luangnya dengan mengunjungi kota-kota menarik di Eropa dan membaur dalam kebudayaan lokal. Dengan senang hati Aditya membagi highlights dari kota yang dikunjunginya. Kali ini Lisboa atau Lisabon, pusat penguasa kolonial Portugis yang kejayaan dan kekayaan hasil penjelajahan dan perdagangan masa lampau masih patut dikagumi.
[caption id="attachment_339344" align="alignnone" width="300" caption="Penulis dan kawan kawan di Torre de Belem"]
Artikel lainnya dalam seri kota-kota Eropa:
Lisboa Kilometer Nol Penjelajahan Dunia
Aditya Halim (c) MMXIV
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H