Mohon tunggu...
Aditya Fausta
Aditya Fausta Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Slow but Surely

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Peristiwa Genosida Srebrenica Bosnia-Herzegovina sebagai Bentuk Kekerasan Politik

5 September 2022   19:42 Diperbarui: 5 September 2022   19:55 1651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            

Genosida adalah suatu tindakan kejahatan yang dilakukan seseorang atau kelompok dengan maksud atau tujuan untuk memusnahkan sebagian bahkan seluruh kelompok masyarakat tertentu atas dasar kebencian terhadap bangsa, ras, etnis, kelompok, maupun agama yang dianut oleh kelompok masyarakat tersebut. Tindak kejahatan genosida ini termasuk dalam kategori pelanggaran HAM berat. Kejahatan genosida ini tentunya termasuk dalam perbuatan keji karena menghabiskan nyawa banyak orang. Peristiwa genosida yang terjadi di Srebrenica pun menjadi salah satu kejadian paling keji dan tragis karena menewaskan sekitar 8.000 Muslim Bosnia yang didominasi oleh laki-laki baik dewasa maupun anak-anak.

           

Tindak kejahatan genosida di dalam hukum pidana internasional termasuk dalam kategori kejahatan luar biasa dan dilarang untuk dilakukan oleh umat manusia dan telah tertuang dalam Konvensi Genosida 1948, statuta International Criminal Tribunals for the Former Yugoslavia (ICTY), Statuta International Criminal Tribunals for Rwanda (ICTR) serta Statuta Roma 1998 yang menyatakan bahwa kejahatan genosida sebagai the most serious crimes of concern of International community as a whole. 

Dalam konvensi genosida 1948, diatur mengenai pengaturan genosida meliputi unsur penegasan genosida sebagai suatu kejahatan internasional, pemaknaan definisi genosida, perluasan perbuatan-perbuatan lain yang dapat pula dipidanakan, tanggung jawab pidana secara individual, dan adanya kewajiban bagi setiap negara untuk membuat undang-undang nasional yang mengatur mengenai tindakan kejahatan genosida tersebut.

         

Tragedi genosida yang terjadi di Srebrenica tersebut, bisa dikategorikan sebagai kekejaman atau kejahatan perang terburuk yang dilakukan dengan target warga sipil pada era modern ini. Pasukan Serbia-Bosnia tanpa ampun membunuh kaum laki-laki dari Muslim Bosnia bahkan anak-anak laki-laki pun tak luput dari kekejamannya. Tujuan dari tindakan genosida tersebut tak lain adalah untuk melakukan "pembersihan" etnis Muslim Bosnia karena dianggap menganggu atau menghambat pembentukan Republik Sprska. 

Banyak korban yang ditembak, dikubur hidup-hidup, bahkan ada juga laki-laki dewasa yang dipaksa untuk menonton anak-anak mereka dibunuh oleh pasukan militer Serbia-Bosnia. Tragedi ini tentunya tak terlepas dari carut marutnya stabilitas ekonomi dan politik di Yugoslavia ditambah lagi terjadinya konflik antar etnis karena masing-masing etnis hanya memikirkan kepentingan etnisnya sendiri tanpa memperdulikan etnis lain.

            

Srebrenica adalah sebuah kota yang terletak di negara Bosnia-Herzegovina tepatnya di bagian timur negara tersebut dan berjarak sekitar kurang lebih 75 Kilometer dari Ibukota negara Bosnia-Herzegovina yakni Sarajevo. Bosnia-Herzegovina secara geografis termasuk dalam negara Balkan yang terletak di Eropa bagian Timur. Ada 3 etnis terbesar di negara ini yakni etnis Bosnia yang beragama Islam, etnis Serb yang beragama Kristen Protestan, dan juga ada pula etnis Kroat yang beragama Katolik. Sebelum memerdekakan diri menjadi negara Bosnia- Herzegovina, negara ini dulunya termasuk dalam negara Yugoslavia.

           

Terpilihnya presiden Slobodan Milosevic sebagai pemimpin Yugoslavia, ia menerapkan kebijakan yang cukup diskriminatif yakni mempolarisasikan warga negara berdasarkan etnis masing-masing. Hal ini tentunya menjadi keputusan yang fatal di negara multi etnis karena akan menyebabkan konflik antar etnis dan menciptakan perpecahan antar etnis dan akhirnya masing-masing etnis hanya akan memprioritaskan etnis nya sendiri tanpa mempedulikan etnis lain yang ada di negara tersebut. 

Awal mula konflik Bosnia yang menyebabkan genosida adalah ketika terjadinya referendum Bosnia pada 1 Maret 1992 yang mana mayoritas rakyat Bosnia menginginkan Bosnia-Herzegovina menjadi negara yang berdaulat. Dari hasil referendum tersebut, akhirnya pemerintah Bosnia-Herzegovina mengumumkan kemerdekaannya yakni pada hari itu juga dan akhirnya tanggal 1 Maret diperingati sebagai hari kemerdekaan Bosnia-Herzegovina. Ketika Bosnia-Herzegovina sudah resmi berpisah dari Yugoslavia dan memproklamirkan kemerdekaan, Etnis Serb yang tinggal di Bosnia-Herzegovina menolak keputusan tersebut dan memilih untuk membentuk negara terpisah yang mana pada pembentukannya tersebut mendapat sokongan bantuan dari tentara federal Yugoslavia.

            

Hal tersebut lah yang memantik konflik hingga memicu perang saudara dengan jumlah korban yang sangat banyak yakni mencapai kurang lebih 100.000 korban jiwa dan 2.3 juta jiwa terpaksa harus mengungsi demi keamanan diri mereka. Untuk konflik yang terjadi di Srebrenica sendiri, terjadi diawali pada tanggal 11 Juli 1995 ketika pasukan Serbia dibawah kepemimpinan Ratko Mladic mulai memasuki Kota Srebrenica. Ratko Mladic kala itu menjabat sebagai komandan militer pasukan Serbia-Bosnia. Ratko Mladic dianggap sebagai biang atau dalang dari peristiwa pembantaian atau genosida yang terjadi di Kota Srebrenica. Ia merupakan pemimpin militer dari tentara Serbia Bosnia selama periode perang atau konflik Bosnia (1992-1995).

           

Aksi kejahatan genosida yang terjadi di Srebrenica sebenarnya tak lepas juga dari perintah yang diberikan oleh Presiden Serbia-Bosnia atau Republik Sprska kala itu yakni Radovan Karadzic yang memerintahkan militer untuk melakukan pembantaian terhadap muslim Bosnia yang ada di Srebrenica. Radovan Karadzic adalah presiden Republik Serbia-Bosnia/Sprska pada tahun 1992 hingga tahun 1995. Ia menjadi salah satu pelopor penebar kebencian dan ancaman kepada etnis Muslim Bosnia termasuk juga mendeklarasikan perang terhadap etnis Muslim Bosnia ketika mereka menuntut untuk mendirikan negara berdaulat yakni Bosnia-Herzegovina. Radovan Karadzic pun turut dibantu oleh Presiden Serbia kala itu yakni Slobodan Milosevic dalam melakukan rencana serta eksekusi penyerangan terhadap etnis Muslim Bosnia. Slobodan Milosevic pun seperti turut menyimpan rasa dendam akibat dari perpecahan Yugoslavia dan juga akibat adanya keinginan untuk memerdekakan diri dari etnis Muslim Bosnia.

            

Ribuan warga sipil yang tidak bersalah menjadi korban akibat dari peristiwa genosida tersebut. Padahal, dewan PBB sebenarnya sudah menyatakan bahwa Srebrenica sebagai daerah atau zona aman yang tidak boleh dilakukan peperangan/serangan namun nyatanya tetap saja terjadi peristiwa genosida tersebut. PBB pun sudah menyiapkan tempat pengungsian bagi warga sipil di Srebrenica, namun tetap saja kejadian genosida tak terelakkan. Kelompok Serbia-Bosnia menganggap bahwa jika ingin mendirikan negara Serbia Raya, etnis muslim Bosnia harus dihancurkan/dibinasakan karena dianggap menjadi penghalang bagi rencana tersebut. Pada 10 Juli 1995, kelompok Serbia Bosnia yang dipimpin oleh Ratko Mladic berhasil menguasai Kota Srebrenica setelah bertahun-tahun militer Serbia-Bosnia intens melakukan intervensi atau serangan terhadap kota ini.

             

Pasukan PBB dan NATO yang berjaga di Srebrenica pun tak mampu berbuat banyak dan warga sipil mulai banyak yang mengungsi menuju pangkalan utama tentara PBB di Kota Srebrenica. Ratko Mladic justru merasa marah ketika mengetahui banyak warga sipil yang mengungsi di pangkalan utama tentara PBB. Namun, Ratko Mladic mempunyai strategi yang licik yakni mencoba berunding dengan perwakilan PBB yang berada di pangkalan tentara tersebut dan berpura-pura akan menjamin keselamatan warga sipil muslim Bosnia yang mengungsi di pangkalan tentara tersebut. Setelah terjadi perundingan tersebut, akhirnya militer Serbia-Bosnia diizinkan untuk masuk ke dalam pangkalan militer yang mana seharusnya area tersebut adalah area yang steril dari militer. Hal ini tentunya mengejutkan warga sipil yang mengungsi di pangkalan militer tersebut karena tidak seharusnya pasukan militer Serbia-Bosnia berada di tempat itu.

            

Beberapa korban yang selamat dari tragedi genosida tersebut berujar bahwa warga sipil di Kota Srebrenica tidak mendapat perlindungan yang utuh dari PBB walaupun pasukan PBB telah berjaga di kota Srebrenica dan menyadari bahwa ada peristiwa pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pihak militer Serbia-Bosnia. Pasukan militer Serbia-Bosnia melakukan pemisahan antara laki-laki dengan perempuan yang bertujuan agar laki-laki yang berada di pengungsian dapat diangkut menuju kota. Komandan Thom Karremans yang menjadi pemimpin pasukan "Dutchbat" atau pasukan pengamanan PBB justru malah bersedia melakukan negosiasi dengan Ratko Mladic dan akhirnya memberikan para pengungsi laki-laki yang berada di pengungsian tersebut kepada Mladic untuk diangkut ke kota. Karremans menjanjikan bahwa keselamatan hidup mereka yang diangkut ke kota akan terjamin padahal kenyataannya justru hal tersebut malah membawa petaka bagi para laki-laki Muslim Bosnia.

          

Pengadilan internasional yang berada di Den Haag, Belanda pun akhirnya memberikan vonis hukuman penjara seumur hidup terhadap Ratko Mladic yakni mantan jenderal pasukan Serbia-Bosnia serta beberapa rekannya seperti Vujadin Popovic dan Ljubisa Beara. Beberapa militer lainnya pun juga ikut terkena vonis seperti Drago Nikolic yang divonis 35 tahun penjara , Milan Gvero 5 tahun penjara, Vinco Pandurevic 13 tahun penjara, Ljubomir Borovcanin 17 tahun penjara, dan Radijove Miletic 19 tahun penjara. Ganjaran yang diterima oleh para pelaku kejahatan genosida tersebut tentunya adalah hal yang pantas apabila kita melihat kembali tindakan kesewanang-wenengannya selama terjadinya perang di Bosnia. Etnis Muslim Bosnia yang keluarga/kerabatnya menjadi korban dari genosida tersebut pun menyambut bahagia atas putusan hakim pengadilan internasional terhadap para pelaku kejahatan genosida.

            

Dari penjelasan mengenai kasus genosida yang telah dijabarkan, menunjukkan bahwa kejahatan genosida termasuk dalam kejahatan yang sangat tidak manusiawi. Jika menilik pada sejarah, kejahatan genosida yang terjadi di Srebrenica tersebut bisa dibilang dilatar belakangi karena adanya perbedaan etnis dan perpecahan yang terjadi akibat tidak terintegrasi nya antar etnis khususnya ketika masih dalam negara Yugoslavia. 

Tidak adanya sikap saling menghormati dan saling menghargai semakin memperparah konflik yang terjadi. Keegoan Serbia-Bosnia untuk mendirikan Republik Sprska akhirnya harus mengorbankan banyak nyawa dari pihak warga sipil Bosnia. Kejahatan genosida ini biasanya terjadi karena dilatarbelakangi oleh kepentingan yang bersifat politis. 

Penanganan atas kejahatan perang termasuk genosida ini membutuhkan penyelesaian di pengadilan internasional. Perang adalah seburuk-buruknya kegiatan di dunia ini karena menimbulkan banyak korban jiwa dan juga materi. Terlebih lagi jika perang yang dilakukan tersebut mengorbankan warga sipil yang tidak bersalah. Para pelaku tindak kejahatan genosida sudah sepantasnya dihukum seberat-beratnya atas tindakan keji mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun