Terpilihnya presiden Slobodan Milosevic sebagai pemimpin Yugoslavia, ia menerapkan kebijakan yang cukup diskriminatif yakni mempolarisasikan warga negara berdasarkan etnis masing-masing. Hal ini tentunya menjadi keputusan yang fatal di negara multi etnis karena akan menyebabkan konflik antar etnis dan menciptakan perpecahan antar etnis dan akhirnya masing-masing etnis hanya akan memprioritaskan etnis nya sendiri tanpa mempedulikan etnis lain yang ada di negara tersebut.Â
Awal mula konflik Bosnia yang menyebabkan genosida adalah ketika terjadinya referendum Bosnia pada 1 Maret 1992 yang mana mayoritas rakyat Bosnia menginginkan Bosnia-Herzegovina menjadi negara yang berdaulat. Dari hasil referendum tersebut, akhirnya pemerintah Bosnia-Herzegovina mengumumkan kemerdekaannya yakni pada hari itu juga dan akhirnya tanggal 1 Maret diperingati sebagai hari kemerdekaan Bosnia-Herzegovina. Ketika Bosnia-Herzegovina sudah resmi berpisah dari Yugoslavia dan memproklamirkan kemerdekaan, Etnis Serb yang tinggal di Bosnia-Herzegovina menolak keputusan tersebut dan memilih untuk membentuk negara terpisah yang mana pada pembentukannya tersebut mendapat sokongan bantuan dari tentara federal Yugoslavia.
      Â
Hal tersebut lah yang memantik konflik hingga memicu perang saudara dengan jumlah korban yang sangat banyak yakni mencapai kurang lebih 100.000 korban jiwa dan 2.3 juta jiwa terpaksa harus mengungsi demi keamanan diri mereka. Untuk konflik yang terjadi di Srebrenica sendiri, terjadi diawali pada tanggal 11 Juli 1995 ketika pasukan Serbia dibawah kepemimpinan Ratko Mladic mulai memasuki Kota Srebrenica. Ratko Mladic kala itu menjabat sebagai komandan militer pasukan Serbia-Bosnia. Ratko Mladic dianggap sebagai biang atau dalang dari peristiwa pembantaian atau genosida yang terjadi di Kota Srebrenica. Ia merupakan pemimpin militer dari tentara Serbia Bosnia selama periode perang atau konflik Bosnia (1992-1995).
     Â
Aksi kejahatan genosida yang terjadi di Srebrenica sebenarnya tak lepas juga dari perintah yang diberikan oleh Presiden Serbia-Bosnia atau Republik Sprska kala itu yakni Radovan Karadzic yang memerintahkan militer untuk melakukan pembantaian terhadap muslim Bosnia yang ada di Srebrenica. Radovan Karadzic adalah presiden Republik Serbia-Bosnia/Sprska pada tahun 1992 hingga tahun 1995. Ia menjadi salah satu pelopor penebar kebencian dan ancaman kepada etnis Muslim Bosnia termasuk juga mendeklarasikan perang terhadap etnis Muslim Bosnia ketika mereka menuntut untuk mendirikan negara berdaulat yakni Bosnia-Herzegovina. Radovan Karadzic pun turut dibantu oleh Presiden Serbia kala itu yakni Slobodan Milosevic dalam melakukan rencana serta eksekusi penyerangan terhadap etnis Muslim Bosnia. Slobodan Milosevic pun seperti turut menyimpan rasa dendam akibat dari perpecahan Yugoslavia dan juga akibat adanya keinginan untuk memerdekakan diri dari etnis Muslim Bosnia.
      Â
Ribuan warga sipil yang tidak bersalah menjadi korban akibat dari peristiwa genosida tersebut. Padahal, dewan PBB sebenarnya sudah menyatakan bahwa Srebrenica sebagai daerah atau zona aman yang tidak boleh dilakukan peperangan/serangan namun nyatanya tetap saja terjadi peristiwa genosida tersebut. PBB pun sudah menyiapkan tempat pengungsian bagi warga sipil di Srebrenica, namun tetap saja kejadian genosida tak terelakkan. Kelompok Serbia-Bosnia menganggap bahwa jika ingin mendirikan negara Serbia Raya, etnis muslim Bosnia harus dihancurkan/dibinasakan karena dianggap menjadi penghalang bagi rencana tersebut. Pada 10 Juli 1995, kelompok Serbia Bosnia yang dipimpin oleh Ratko Mladic berhasil menguasai Kota Srebrenica setelah bertahun-tahun militer Serbia-Bosnia intens melakukan intervensi atau serangan terhadap kota ini.
      Â
Pasukan PBB dan NATO yang berjaga di Srebrenica pun tak mampu berbuat banyak dan warga sipil mulai banyak yang mengungsi menuju pangkalan utama tentara PBB di Kota Srebrenica. Ratko Mladic justru merasa marah ketika mengetahui banyak warga sipil yang mengungsi di pangkalan utama tentara PBB. Namun, Ratko Mladic mempunyai strategi yang licik yakni mencoba berunding dengan perwakilan PBB yang berada di pangkalan tentara tersebut dan berpura-pura akan menjamin keselamatan warga sipil muslim Bosnia yang mengungsi di pangkalan tentara tersebut. Setelah terjadi perundingan tersebut, akhirnya militer Serbia-Bosnia diizinkan untuk masuk ke dalam pangkalan militer yang mana seharusnya area tersebut adalah area yang steril dari militer. Hal ini tentunya mengejutkan warga sipil yang mengungsi di pangkalan militer tersebut karena tidak seharusnya pasukan militer Serbia-Bosnia berada di tempat itu.
      Â