Mohon tunggu...
Aditya Chandra Bhuwananda
Aditya Chandra Bhuwananda Mohon Tunggu... -

man for and with others

Selanjutnya

Tutup

Nature

Komunikasi (mantan) Gubernur Jokowi

2 Maret 2015   19:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:16 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

DKI Jakarta merupakan ibukota Indonesia yang wajahnya seperti dua sisi mata uang yang berbeda. Apabila kita berada di daerah sekitaran Jalan Sudirman dan Jalan M.H Thamrin maka kita akan melihat kemegahan kota Jakarta yang begitu megapolitan. Bangunan-bangunan tinggi menjulang dengan desain yang modern dan megah. Banyak gedung perkantoran, hotel, apartment dan mall mewah berdiri tegak disepanjang jalan ini. Namun, apabila kita bergeser sedikit kearah utara dan barat kota Jakarta maka kita akan melihat pemandangan yang berbeda daripada di sepanjang Jalan Sudirman dan M.H Thamrin. Rumah penduduk tampak sangat padat dan kumuh di sekitaran Jakarta bagian utara dan barat. Mereka harus hidup berhimpitan di gang-gang sempit yang hanya 1,5 meter hingga 3 meter lebarnya. Belum lagi apabila kita ke wilayah waduk pluit yang kumuh akibat bangunan liar warga pendatang yang ke Jakarta.
Pada tahun 2012, pemilu kepala daerah DKI Jakarta bergulir, pemilukada yang diikuti oleh enam calon pasangan gubernur dan wakil gubernur, yaitu Foke-Nahrowi Ramli, Hendardji-Riza Patria, Jokowi-Ahok, Hidayat Nur Wahid- Didik J. Rachbini, Faisal Basri-Biem Triani, dan Alex Noerdin-Nono Sampono. Pemilukada dilaksanakan dua putaran, pada putaran kedua menyisakan Foke-Nahrowi dan Jokowi-Ahok, yang pada akhirnya dimenangkan Jokowi-Ahok.
Pada tahun pertama pemerintahan Jokowi-Ahok, mereka mempunyai rencana kerja untuk meminimalisir banjir yang kerap menerjang Jakarta. Jokowi-Ahok pun mulai berancang-ancang untuk pembenahan waduk dan pengerukan sungai yang ada di Jakarta. Pada tahap awal, Jokowi ingin membenahi waduk yang telah ditelantarkan oleh pemerintahan sebelumnya yang akibatnya air hujan tidak dapat ditampung dan disalurkan dengan baik ke waduk-waduk yang berada di Jakarta.
Jokowi pun membenahi waduk Pluit terlebih dahulu, waduk ini telah ditutupi oleh pemukiman liar warga yang tidak mampu mempunyai rumah dan mengontrak rumah di Jakarta serta terdapat bangunan-bangunan pabrik. Mendengar kabar ini, warga liar sekitaran waduk Pluit pun menjadi cemas apabila terjadi penggusuran untuk normalisasi waduk. Maka banyak warga yang tidak setuju untuk digusur. Melihat hal ini, Jokowi pun tidak kehilangan akal untuk mencari jalan keluar atas masalah yang seakan tak dapat dipecahkan.
Jokowi mengajak para masyarakat sekitar waduk Pluit untuk berdialog dan mendengarkan keluhan warga sekitar waduk. Setelah berdialog dengan warga, jokowi segera menyiapkan berbagai jalan keluar untuk warga waduk, antara lain di beri jatah rusun dengan perlengkapan rumah tangga serta gratis biaya sewa selama enam bulan untuk warga yang ingin dipindahkan atau dipulangkan ke daerah asalnya dengan gratis. Ternyata cara ini berhasil untuk memindahkan sebagian warga waduk pluit dan meminimalisir adanya bentrok antara warga dan pemprov Jakarta.
Cara komunikasi seperti ini kerap kali jarang digunakan oleh kepala pemerintahan provinsi untuk memperlancar program pemerintah yang dianggap baik untuk semua masyrakatnya. Perlahan cara komunikasi ini kerap digunakan jokowi dan ahok untuk mengatasi para warga yang membandel untuk ditertibkan.
Jokowi mempunyai posisi tawar yang bagus dalam berhadapan dengan warga waduk pluit sebab beliau mempunyai solusi yang nyata untuk para warga yang terkena dampak normalisasi waduk. Jokowi memperlihatkan rusun yang akan menjadi tempat tinggal mereka yang bersedia dipindahkan dan dengan keramahan serta kerendah hatiannya juga menjadi faktor pendukung berhasilnya penggusuran tersebut. Cara komunikasi ini telah lama digunakan Jokowi semenjak menjadi walikota di Solo yaitu pada saat pemindahan PKL pasar Klithikan ke lokasi baru yang lebih baik.
Dalam komunikasi lingkungan dijelaskan bahwa terdapat 7 cara pandang yaitu (1) wacana dan retorika liingkungan;(2) media dan jurnalisme lingkungan;(3) partisipasi publik dalam kebijakan bidang lingkungan;(4) kampanye pembelaan dan pemasaran sosial;(5) kolaborasi lingkungan dan resolusi konflik;(6) komunikasi resiko;(7) representasi alam dalam budaya populer dan pemasaran hijau.
Dari tujuh cara pandang atas komunikasi lingkungan tersebut setidaknya Jokowi menerapkan empat cara pandang yaitu wacana dan retorika lingkungan, media dan jurnalisme lingkungan, partisipasi publik dalam kebijakan bidang lingkungan, dan kolaborasi lingkungan dan resolusi konflik.
Dalam wacana dan retorika lingkungan, Jokowi hanya menggulirkan wacana normalisasi beberapa waduk di Jakarta pada awal pemerintahannya di Jakarta dan melihat reaksi warga waduk yang akan dinormalisasi setelah mengetahui reaksi warga maka Jokowi mencari solusinya. Jokowi juga mengajak media dan jurnalis dalam mengangkat wacana program kerjanya di Jakarta dalam mengatasi banjir sehingga banyak tanggapan dari masyarakat, para ahli dan pemerintah pusat dalam memandang dan memberi masukan untuknya. Ketiga, jokowi langsung datang ke warga yang terkena dampak normalisasi da mengajak warga untuk berdialog agar maksut dan tujuan dari normalisasi tersalurkan dengan tepat. Keempat, Jokowi menyediakan solusi nyata untuk masyarakat yang terkena dampak rencana program kerjanya yaitu menyediakan unit rusunawa bagi warga yang mau dipindahkan dan transportasi ke daerah asal bagi warga yang ingin kembali ke kampung halamannya.
Dengan cara komunikasi yang efektif dan tepat tujuan dan maksut dari program kerjanya maka banyak warga yang secara sukarela bersedia untuk dipindahkan ke rusun ataupun kembali ke kampung halamannya dengan begitu pemprov meminimalisir bentrok dan menciptakan ruang terbuka hijau serta penyerapan air hujan yang setidaknya mengurangi dampak banjir di daerah sekitar Penjaringan hingga daerah Tugu Monas.

Daftar Pustaka
Cox. Robert. 2010. Environmental Communication and the Public Sphere. Second Edition. In Sage Publications. Washington DC.
Loefstedt, R., E. and O. Renn (1997). "The Brent Spar controversy. An example of risk communication gone wrong." Risk Analysis 17(2): 131-136.

http://ahok.org/berita/news/akhirnya-waduk-pluit-mulai-terlihat/
http://megapolitan.kompas.com/read/2015/02/23/20123161/Ditargetkan.5.000.Rumah.di.Waduk.Pluit.Dibongkar.dalam.Dua.Tahun.
http://www.jokowicenter.com/2013/11/proyek-waduk-pluit-mulai-menampakkan-hasil-positif/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun