Mohon tunggu...
Aditya Budi
Aditya Budi Mohon Tunggu... Lainnya - PNS

Salam Harmoni. Saya suka membagikan sudut pandang tentang banyak hal, sebagai masyarakat sipil biasa.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Susahnya Mengalihkan Diri dari Ekosistem Huawei

8 Juni 2023   10:33 Diperbarui: 8 Juni 2023   10:44 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sejarah Huawei

Industri perangkat ponsel memang sedang beranjak dalam 1 dekade ini. Negara-negara maju melihat industri manufaktur ponsel sebagai industri yang cuan dan sangat potensial di masa depan. Sebut saja Amerika Serikat dengan iPhone, Korea Selatan dengan Samsung dan LG. 

Tak mau ketinggalan, China sebagai negara dengan pengguna smartphone terbanyak di dunia juga mengambil pasar yang sama. Brand terkenal asal China pun mulai tersebar di seluruh dunia dari merk Oppo, Xiaomi, Meizu, sampai inti dari artikel ini, The Huawei.

Sejak tahun 2010, Huawei sudah menjadi salah satu brand smartphone terbesar di China. Perusahaan ini melakukan pendekatan yang berbeda dalam menjual perangkat ponsel pintar. 

Pada awalnya fokus Huawei adalah menjual ponsel premium dengan harga miring. Namun seiring berjalannya waktu, Huawei melakukan pendekatan yang sangat berbeda. 

Beberapa contohnya adalah mereka berani bekerja sama dengan perusahaan lensa terbesar, Leica untuk branding ponsel fotografi Huawei P9 di tahun 2016. Pada tahun yang sama pun Huawei mampu bernegosiasi dengan Google untuk bekerjasama merilis Google Nexus 6P, salah satu ponsel Android paling bergengsi di zamannya.

Seiring berjalannya waktu Huawei mulai "mengajarkan" kepada industri smartphone tentang cara membuat smartphone yang diminati masyarakat. Tak hanya material bodi yang super kokoh dan solid, pada perilisan Huawei Mate 9 mereka merilis charger dengan daya 22.5 Watt yang memungkinkan pengisian daya hanya 4000Mah hanya dalam waktu 1jam 30 menit dari 0 sampai penuh. Salah satu charger tercepat di masanya!

Puncak Kedigdayaan Huawei

Jelas, perilisan Huawei Mate 20 Pro di tahun 2018 dan P30 Pro di tahun 2019 adalah puncak kedigdayaan Huawei. Mereka merilis salah satu charger tercepat yang bahkan masih bisa mengalahkan beberapa brand premium sampai saat ini dengan daya 40Watt. Mate 20 Pro mampu terisi dari 0% hingga penuh hanya dalam waktu 1jam 5menit. Lebih gila lagi, P30 Pro mampu melakukannya hanya dalam waktu 50 Menit.

Belum cukup? Huawei P30 Pro menggunakan lensa periskop telephoto pertama di dunia yang memungkinkan zoom hingga 50X meninggalkan para kompetitornya. Sebuah teknologi yang bahkan sampai saat ini tak banyak dimiliki ponsel premium.

Baterai 4200 mAh ditanamkan pada 2 ponsel flagship ini juga adalah sangat besar, yang mana pada tahun 2019 rata-rata smartphone flagship hanya memiliki baterai 4000 mAh. Baterai jumbo ini diintegrasikan dengan Prosesor Kirin yang dirancang oleh Huawei sendiri juga adalah SoC yang memiliki performa yang sangat tinggi namun sangat irit daya. Saat ini penulis menggunakan Huawei Mate 20 Pro. Dalam penggunaan ringan dari kondisi 100%, perangkat mampu bertahan sehari penuh dengan sisa 30% di malam hari. Luar biasa untuk 4 tahun penggunaan penulis.

Perang dagang yang dideklarasikan Amerika kepada Huawei di tahun 2019 yang membuat Huawei tidak mampu bekerjasama dengan Google Mobile Services pun tidak mengurungkan niat Huawei untuk menyerah. Mahakarya Huawei dengan tipe P60 Pro dan Mate 50 Pro yang dibalut dengan Harmony OS tanpa Google Mobile Services, adalah salah satu bukti identitas kedigdayaan dan kemandirian Huawei.

Ekosistem Huawei

Sebagai perusahaan berorientasi bisnis sudah seharusnya Huawei mengembangkan bisnisnya ke sektor lain. Dalam bisnis smartphone, tentu saja opsi termudah adalah mengembangkan ekosistem dengan perangkat yang mungkin digunakan disekitar ponsel itu sendiri, seperti laptop, powerbank, smartwatch, dll.

Di tahun 2015 sebenarnya Huawei sudah merilis Huawei Watch dengan Android Wear. Namun animo masyarakat kepada smartwatch saat itu tidak terlalu tinggi. Mereka melihat hal ini terjadi karena efisiensi daya smartwatch saat itu masih belum baik. Perangkat ini sangat boros sampai harus diisi ulang setiap hari sekali. Sangat menyusahkan! Mereka melihat solusi dari hal ini adalah perangkat wearable yang irit daya.

Perusahaan ini mulai merilis perangkat smartband yaitu semacam alat yang dipasang di lengan manusia dengan fitur yang terbatas namun daya yang sangat irit. Beberapa perangkat yang mereka rilis adalah TalkBand B1 hingga Huawei Band 3. Seiring berkembangnya teknologi, Huawei mampu memasang layar Amoled berukuran besar pada smartband yang terdapat pada perangkat Huawei Band 8. Perangkat ini pun memiliki fitur yang jauh lebih banyak daripada smartband generasi pertama.

Bukan Huawei dong kalau tidak merilis barang premium. Pada sektor wearable pun kasusnya sama. Apabila Smartband adalah untuk fungsi sederhana, maka Smartwatch adalah solusi untuk fungsi kompleks. Huawei pun merilis varian wearable lain yaitu Huawei Watch dengan Seri GT di tahun 2019 yang saat ini sudah sampai pada generasi ketiga.

Saat ini penulis menggunakan Huawei Watch GT 2 Pro yang dirilis di tahun 2020. Saat dibeli, perangkat ini menawarkan hardware yang sangat tidak masuk akal. 

Siapa yang mengira bahwa ada perangkat smartwatch dengan harga dibawah 4juta memiliki bahan kaca safir dengan layar AMOLED, bodi TITANIUM, cover belakang CERAMIC, baterai yang tahan hingga 1 minggu penuh dan fitur Qi wireless charging. 3 Fitur terakhir adalah yang paling saya sukai yang tidak dimiliki oleh Samsung Watch 5 Pro saya :D  

Tak hanya itu, perangkat tablet dan laptop Huawei memiliki fitur killer yang hanya bisa diintegrasikan dengan perangkat ponsel Huawei yaitu Multi Screen Collaboration. Fitur ini memungkinkan ponsel Huawei mampu diakses dan dikendalikan menggunakan tablet atau laptop Huawei. 

Huawei memang sedang membangun sebuah ekosistem perangkat pintar agar semuanya terintegrasi. Mungkin mereka ingin kita lepas dari GMS yang saat ini membelenggu perangkat mereka. Dengan track record yang ada sampai saat ini, harusnya Huawei bisa menarik masyarakat agar selalu menggunakan ekosistem mereka. Hal ini tentunya tidak mudah, namun dengan strategi saat ini penulis merasa Huawei bisa melakukannya.

Sudut Pandang Pengguna

Saat ini saya menggunakan Huawei Mate 20 Pro dari tahun 2019 dan Watch GT 2 Pro setahun setelahnya. Menggunakan kedua perangkat ini memang nyaman dan susah dilepaskan. Minggu kemarin penulis dapat Samsung Watch 5 Pro hadiah dari saudara. 

Awalnya saya berniat mengganti Mate 20 Pro saya dengan ponsel Samsung agar lebih mudah terintegrasi dengan Samsung Watch 5 Pro. Namun melihat performa batrenya yang hanya sepertiga dari Watch GT 2 Pro, saya urung melakukannya. 

Namun melihat Mate 20 Pro yang hanya bertahan di Android 10, cepat atau lambat saya harus berganti perangkat ponsel. Masalahnya smartphone Huawei saat ini tidak terintegrasi dengan GMS, dimana saya sangat tergantung didalamnya.

Ya beginilah susahnya sudah terikat dengan satu ekosistem yang luar biasa. Huawei seperti sedang mengajarkan kepada Samsung dan brand lain untuk membuat sebuah ekosistem yang miring namun memiliki fungsionalitas yang luar biasa.

Saat ini Huawei sedang merancang strategi baru. Global Net profit Huawei pada tahun 2022 keseluruhan adalah 35.6 juta yuan ($5.18 juta) yang hampir semuanya berasal dari teknologi cloud computing dan smart automotive. Semoga tren positif ini mampu merambah ke divisi smartphone kembali agar ponsel Huawei kembali berjaya, terutama di Indonesia.

.

.

.

Brand Honor masuk Indonesia secara Resmi boleh juga dong..XD

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun