Selain permasalahan perubahan regulasi, tiap tim juga memiliki permasalahan unik baik di mobil atau bahkan di kinerja tim. Red Bull yang memimpin klasmen pembalap dan konstruktor memiliki masalah besar di RB18 yang terlalu berat.Â
Penasihat Red Bull, Mbah Dr. Helmut Marko, mengatakan bahwa RB18 terlalu berat karena pengembangan mobil yang mereka bawa akan terus menambah berat RB18 dan program perampingan RB18 di awal musim ternetralkan dengan pengembangan mobil.
Permasalahan Mercedes di area porpoising akut di awal musim sudah membaik. Bahkan bisa disebut W13 memiliki tingkat porpoising paling rendah di grid.
Permasalahan utama Mercedes saat ini menurut Andrew Shovlin, Direktor Trackside Engineering Mercedes, adalah ketidak-konsistenan dan performa mobil yang bervariasi antar sirkuit.Â
Namun, melihat rekam jejak Mercedes di tahun-tahun sebelumnya yang performanya meningkat drastis di paruh kedua musim, dapat diprediksi adanya momen comeback Mercedes di sisa 9 balapan kedepan.
Ferrari, oh Ferrari. Mobil paling kencang, pembalap yang menunjukan potensi juara dunia, dan rival yang seakan belum menunjukan potensi maksimal. Dengan 8 Pole Position dari 13 Grand Prix yang dapat dibanggakan, hanya 4 Grand Prix yang diakhiri lagu Fratelli d'Italia yang legendaris.Â
Potensi yang gagal dimaksimalkan ini karena 3 faktor, Strategi, Reliability, dan kesalahan pembalap. Dua sirkuit yang dikenal sulit untuk menyalip, Monaco dan Hungaroring, mereka gagal beradaptasi dengan kondisi cuaca yang berubah-ubah dan tidak menentu.Â
Mesin Ferrari memutuskan untuk Plan E (engine failure) di GP Spanyol dan Azerbaijan saat memimpin. Serta Leclerc yang memutuskan untuk mencium dinding pembatas di GP Imola saat berduel untuk posisi kedua dan di Prancis ketika memimpin.
Kondisi ini sangat mengingatkan saya tentang aspirasi mereka di 2018 yang juga memiliki permasalahan di area strategi dan kesalahan pembalap.
Rest of the grid