Mohon tunggu...
Aditya Yudistira
Aditya Yudistira Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Andalas

Sapere Aude!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hitam-Kuning Korupsi

25 Oktober 2020   21:38 Diperbarui: 28 Oktober 2020   09:18 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penamparan Patih Yogyakarta, Danurejo IV yang Korup oleh Pangeran Diponegoro, Medio Abad ke-19 | dok. KITLV

Tiga tahun kemudian upaya membonsai dan membunuh KPK via legislasi tersebut terwujud. Saya yakin betul 'keberhasilan' ini banyak orang yang bergumam, bersumpah serapah, bertepuk tangan, tertawa hingga menangis. Pertanggal 17 September 2019 menjadi hari kemuraman euforia antikorupsi dengan disahkannya Revisi UU KPK No. 30 Tahun 2002 menjadi UU No. 19 Tahun 2009.

Pembonsaian dan pembunuhan KPK via legislasi ini sebenarnya sudah direncanakan pada tahun 2011. Terlihat jelas bahwa upaya untuk mengamputasi KPK dengan menghilangkan dan/atau mengurangi berbagai kewenangan penting lembaga tersebut, diantaranya: (i) mencabut kewenangan penuntutan KPK dengan cara mengembalikan ke institusi kejaksaan, (ii) kewenangan penyadapan dipersulit karena harus mendapat izin pengadilan, dan (iii) membentuk dewan pengawas KPK, di mana DPR berwenang untuk memilih dewan pengawas itu sendiri (Isra, 2016:68). 

Seiring pembonsaian dan pembunuhan via legislasi, kriminalisasi terhadap pimpinan hingga pegawai KPK juga gencar terjadi. Terlihat pada serial Cicak (red: KPK) Vs Buaya (red: Polri) Jilid I (2009), Jilid II (2012), dan Jilid III (2015) yang selalu terjadi ketika pengungkapan kasus dugaan korupsi di lingkungan kepolisian (Muttaqin dan Susanto, 2018:109). Hingga berbagai serangan teror seperti ancaman santet, teror bom di kediaman penyidik KPK, ancaman pembunuhan terhadap penyidik KPK ancaman terhadap mantan ketua KPK, penyiraman air keras Novel Baswedan (Muttaqin dan Susanto, 2018:117118).

Dengan demikian bukanlah perkara mudah untuk memberantas korupsi. Sejarah mencatat butuh waktu berabad-abad untuk menghilangkan korupsi di bumi Indonesia. Padahal kita juga sama-sama tahu bahwa kehadiran korupsi terus menggerogoti sendi-sendi bangsa.

Melemahnya musuh sejati korupsi mustahil pula perang melawan korupsi bisa diselesaikan. Terus terang saya semakin khawatir jika peperangan ini belum usai dan semakin terang kemungkinan paling buruk terjadi. Yaitu kehancuran negara sebagai dampak dari tindakan maupun perilaku korupsi.

DAFTAR PUSTAKA

Carey, Peter dan Haryadi, Suhardiyoto. 2016. Korupsi dalam Silang Sejarah Indonesia: Dari Daendels (1808-1811) sampai Era Reformasi. Depok: Komunitas Bambu.

Historia.id. 2017. Jatuh Bangun Lembaga Pemberantasan Korupsi. https://historia.id/politik/articles/jatuh-bangun-lembaga-pemberantasan-korupsi-PGjgB/page/6, Diakses pada Tanggal 25 Oktober 2020, Pukul 08:15 WIB.

Isra, Saldi. 2016, Legislasi yang Membunuh KPK, dalam Bunga Rampai Opini Guru Besar Antikorupsi: Memperkuat dan Mempertahankan KPK. Jakarta: ICW.

Laporan Tahunan KPK 2005. https://www.kpk.go.id/images/pdf/laptah/KPK_LAPTAH_2005.pdf, Diakses pada Tanggal 25 Oktober 2020, Pukul 17:42 WIB.

Muttaqin, Labib dan Susanto, M. E. 2018. Mengkaji Serangan Balik Koruptor Terhadap KPK dan Strategi Menghadapinya. Jurnal Integritas, Vol. 4, No. 1.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun