Mohon tunggu...
Aditya SaepulMunandar
Aditya SaepulMunandar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa IAILM SURYALAYA TASIKMALAYA

Petualang rimba

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konsep Syukur dalam Kitab-Kitab Tasawuf dan Relevansinya pada Perkembangan Remaja

16 November 2024   16:15 Diperbarui: 16 November 2024   16:26 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

  Tasawuf atau sufisme adalah cabang spiritual dalam Islam yang bertujuan untuk mencapai kesucian hati, hubungan yang dekat dengan Allah, dan pengendalian diri melalui berbagai praktik ibadah serta pemahaman nilai-nilai keimanan. Salah satu konsep utama dalam tasawuf adalah syukur, yang berarti bersyukur atas segala karunia Allah dengan sepenuh hati, baik dalam keadaan senang maupun susah. Dalam beberapa kitab tasawuf, syukur dibahas secara mendalam sebagai bagian penting dari perjalanan spiritual seorang Muslim. Konsep ini memiliki relevansi yang kuat dengan perkembangan remaja, terutama dalam membentuk karakter, pengendalian diri, dan kesehatan mental.

Konsep Syukur dalam Kitab Tasawuf

1. Al-Qushayri dalam Risalah al-Qushayriyah Dalam Risalah al-Qushayriyah, Al-Qushayri menjelaskan bahwa syukur merupakan tanggapan seorang hamba terhadap nikmat yang diberikan oleh Allah. Bentuk syukur ini diwujudkan melalui hati, lisan, dan perbuatan. Syukur dengan hati berarti menyadari bahwa segala sesuatu berasal dari Allah. Syukur dengan lisan adalah memuji dan berterima kasih kepada Allah. Sedangkan syukur dengan perbuatan diwujudkan dengan memanfaatkan nikmat tersebut untuk kebaikan dan ibadah kepada Allah.

2. Al-Ghazali dalam Ihya' Ulumuddin Al-Ghazali membagi syukur menjadi tiga tingkatan. Tingkatan pertama adalah syukur dengan hati yang melibatkan kesadaran dan pengakuan bahwa segala kenikmatan adalah karunia Allah. Tingkatan kedua adalah syukur dengan lisan, yaitu mengungkapkan rasa terima kasih kepada Allah dan mengingat-Nya dengan pujian. Tingkatan ketiga adalah syukur dengan anggota tubuh, yaitu mengarahkan nikmat yang diterima untuk kebaikan dan menghindari perbuatan yang melanggar perintah Allah.

3. Ibnu 'Atha'illah as-Sakandari dalam Kitab al-Hikam Ibnu 'Atha'illah menekankan bahwa rasa syukur sejati adalah menyadari bahwa setiap nikmat yang diterima bukan karena usaha pribadi, melainkan sepenuhnya berasal dari kemurahan Allah. Syukur menjadi jalan untuk menguatkan hubungan seorang hamba dengan Tuhannya, karena dengan bersyukur, manusia belajar untuk tidak tamak dan mampu menerima apa yang telah ditakdirkan dengan penuh keikhlasan.

Relevansi Konsep Syukur dalam Perkembangan Remaja

1. Menanamkan Rasa Percaya Diri dan Mengurangi Rasa Iri Konsep syukur yang diajarkan dalam tasawuf dapat membantu remaja untuk menerima kelebihan dan kekurangan mereka. Di tengah perkembangan zaman yang penuh tekanan sosial, terutama dari media sosial yang cenderung memicu perbandingan diri, praktik syukur dapat menjadi kunci dalam membangun kepercayaan diri. Remaja yang mampu bersyukur akan lebih menghargai dirinya sendiri, sehingga mampu mengurangi rasa iri dan menghindari kompetisi yang tidak sehat dengan sesamanya.

2. Meningkatkan Ketahanan Mental Bersyukur membantu seseorang menerima kenyataan hidup, baik yang menyenangkan maupun yang menyedihkan. Bagi remaja yang sedang menghadapi perubahan emosional dan tekanan hidup, syukur dapat berfungsi sebagai mekanisme penyeimbang untuk menjaga kesehatan mental. Dengan bersyukur, remaja lebih mampu melihat sisi positif dari situasi sulit, belajar dari pengalaman, dan beradaptasi dengan tantangan.

3. Menguatkan Hubungan Sosial Syukur dalam tasawuf mendorong seorang hamba untuk bersyukur tidak hanya kepada Allah tetapi juga kepada sesama manusia. Remaja yang mengadopsi sikap syukur cenderung lebih rendah hati dan mampu membina hubungan sosial yang lebih sehat. Mereka lebih mudah berempati, menghargai bantuan orang lain, dan memiliki kecenderungan untuk membalas kebaikan dengan kebaikan.

4. Menghindarkan Remaja dari Sikap Konsumtif dan Materialistis Konsep syukur dalam tasawuf mengajarkan bahwa kenikmatan duniawi hanyalah titipan sementara. Remaja yang memahami dan menerapkan konsep ini akan lebih bijak dalam menyikapi kehidupan material dan terhindar dari sikap konsumtif. Mereka mampu menahan diri dari godaan untuk selalu mengejar hal-hal duniawi dan lebih fokus pada hal-hal yang membawa manfaat spiritual dan jangka panjang.

5. Mendorong Perbaikan Diri Dalam tasawuf, syukur sering kali menjadi motivasi untuk meningkatkan kualitas diri, karena bersyukur berarti memanfaatkan karunia Allah sebaik mungkin. Bagi remaja, ini bisa berarti mengasah potensi dan bakat, menggunakan waktu dengan bijak, dan terus belajar. Syukur mendorong mereka untuk memaksimalkan kesempatan yang ada sebagai bentuk pengabdian kepada Allah.

Konsep syukur dalam kitab-kitab tasawuf tidak hanya berfungsi sebagai ajaran spiritual, tetapi juga memiliki relevansi besar dalam kehidupan remaja masa kini. Dengan memahami dan mempraktikkan syukur, remaja dapat menghadapi berbagai tantangan hidup dengan sikap positif, meningkatkan kualitas hubungan sosial, dan menjaga kesehatan mental mereka. Syukur bukan hanya soal ucapan, melainkan tentang kesadaran diri dan pengaplikasian nilai-nilai positif dalam kehidupan sehari-hari.

Kesimpulan

Konsep syukur dalam tasawuf memiliki nilai yang sangat penting dalam membentuk karakter manusia. Dalam ajaran tasawuf, syukur tidak sekadar rasa terima kasih yang diucapkan, melainkan sebuah kesadaran spiritual yang mencakup hati, lisan, dan perbuatan. Konsep ini relevan bagi perkembangan remaja yang sedang mengalami banyak perubahan fisik dan emosional, karena dapat membantu mereka mengelola tekanan hidup, meningkatkan ketahanan mental, dan memperbaiki hubungan sosial. Dengan mempraktikkan syukur, remaja dapat belajar menerima dirinya sendiri, lebih bijak dalam menyikapi tantangan, dan menghindari sikap materialistis serta konsumtif. Syukur menjadi kunci untuk menjaga keseimbangan antara kesuksesan duniawi dan ketenangan batin, membantu remaja tumbuh menjadi individu yang kuat, rendah hati, dan bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun