Mohon tunggu...
Aditya Rachman
Aditya Rachman Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer

Curriculum Development

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Baliho dan Spanduk Caleg Pasca Masa Kampanye, Sampah Visual dan Sampah Lingkungan

12 Februari 2024   11:57 Diperbarui: 13 Februari 2024   08:02 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senin, 12 Februari 2024. Masa tenang pemilu sedang berlangsung sampai pada hari-H pemungutan suara pada pemilu tahun 2024 ini yaitu pada tanggal 14 Februari. Apabila kita refleksi pada masa kampanye ini, baliho dan spanduk plastik masih menjadi andalan para calon legislatif dan partai sebagai media utama dalam kampanye. Baik dalam skala daerah atau nasional, baliho masih menjadi pilihan utama dalam berkampanye. Terlepas dari membuka peluang usaha dan pintu rezeki pada percetakan, tapi secara pribadi dalam pandangan kaca mata rakyat biasa baliho-baliho ini lama kelamaan seperti mengganggu dan tak khayal seperti polusi pemandangan di jalan dan fasilitas umum.

Masih Efektif Dalam Media Berkampanye. 

Baliho atau spanduk diklaim masih menjadi sarana Alat Peraga Kampanye (APK) yang masih dapat menjangkau kalangan khalayak luas. Walaupun perkembangan teknologi pada era digital ini sudah semakin pesat, sosial media yang semakin besar, dan rata-rata semua orang dewasa di Indonesia mempunyai gawai pintar atau smartphone. 

Asumsi lain mendasari hal ini, mungkin saja ada beberapa orang tua dan yang sudah lanjut usia yang tidak terjangkau oleh kampanye di sosial media atau media elektronik bisa dijangkau dengan spanduk dan baliho tersebut, sehingga hal ini akan menimbulkan dua mata pisau yang akan saling beririsan. 

Namun, siapa yang akan menyangkanya, mungkin diperkirakan dalam pemilu 10 atau 20 tahun yang akan datang, penggunaan baliho dan spanduk di jalan atau fasilitas umum akan beralih fungsi kepada sosial media atau media elektronik secara menyeluruh. Dirasa baliho dan spanduk yang tersebar di jalanan ini lebih banyak mudhorot atau kerugiannya daripada manfaatnya.

Mengganggu Mobilitas dan Membahayakan Pejalan Kaki atau Pengguna Kendaraan. 

Hal ini disebabkan oleh pemasangan spanduk atau baliho tersebut yang terlalu besar dan tidak sesuai dengan standar keamanan seperti memasang dengan menggunakan bambu atau kayu yang dipasang dipinggir jalan, terkadang menjorok ke dalam ke trotoar dan mengahalangi akses pejalan kaki. 

Tidak hanya itu, musim hujan membuat kayu cepat lapuk dan rawan baliho di fasilitas umum ini menimpa pengendara motor di jalan, tentu ini akan sangat membahayakan keselamatan. Kemudian, belum lagi menghalangi rambu-rambu atau papan nama tempat tempat penting di jalan raya. 

Belum lagi pemasangan spanduk di area yang tinggi di tiang listrik yang akan mengganggu kabel-kabel, bukan tidak mungkin akan terjadi carut marut konsleting, karena spanduk yang dipasang yang sulit dijangkau biasanya harus membutuhkan ekstra lebih dalam menurunkan nya, sehingga di beberapa ruas daerah dibiarkan begitu saja.

Sumber foto ANTARA
Sumber foto ANTARA

Potensi Menggunungnya Sampah Lingkungan Pasca Pemilu. 

Pada masa tenang ini, banyak petugas pemilu atau satpol PP merapihkan spanduk-spanduk dan baliho di jalanan yang jumlahnya tidak sedikit. Lantas, kemana lari nya spanduk dan baliho itu setelah ditertibkan, yang pasti pembuangan sampah, apakah disimpan? kebanyakan dirobek dan dibakar, dan menjadi polusi. 

Menurut Azka Abdi Amrurobbi (2021) Alat Peraga Kampanye juga dapat menjadi sampah visual ketika melanggar aturan pemasangan yang telah dijelaskan dalam PKPU No. 23 tahun 2018 dan PKPU (Peraturan Komisi Pemilihan Umum) No. 11 tahun 2020. Kedua PKPU tersebut menjelaskan bahwa alat peraga kampanye dilarang dipasang di tempat ibadah termasuk halaman, rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan, gedung atau fasilitas milik pemerintah, lembaga pendidikan (gedung dan sekolah), jalan-jalan protokol, jalan bebas hambatan, sarana dan prasarana publik, dan/atau tanaman dan pepohonan. PKPU No. 23 tahun 2018 dan PKPU No. 11 tahun 2020 sebagai pedoman pertimbangan etika, estetika, kebersihan, dan keindahan kota atau kawasan di suatu tempat didalam pemasangan alat peraga kampanye yang sesuai dengan peraturan undang-undang. Bilamana hal tersebut dilanggar, maka Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dibantu oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) berhak menurunkan alat peraga kampanye yang menyalahi aturan (Abdi Amrurobbi, 2021). 

Dari pantauan masyarakat, di daerah-daearah masih banyak yang memaku spanduk atau baliho di pepohonan sepanjang jalan fasilitas umum, hal ini tentunya melanggar peraturan tersebut dan tentunya merusak pohon tersebut, yang mana pohon memberikan manfaat dengan memproduksi oksigen yang dihirup manusia, akan tetapi manusia malah merusak dengan memaku pohon tersebut demi kepentingan beberapa pihak dalam kampanye.

Sumber Foto VOI 
Sumber Foto VOI 

Perlunya kebijakan hukum yang mengatur tentang sampah pasca pemilu dan memperhatikan keamanan nya. 

Kebijakan Hukum Pidana Mengenai Penanganan Dan Pengelolaan Sampah Kampanye Dalam Pemilihan Umum di Indonesia. Secara normatif belum diatur secara khusus. 

Sehingga pemerintah dalam hal ini penyelenggara pemilihan umum dalam hal ini komisi pemilihan umum dan badan pengawas pemilihan umum membuat peraturan mengenai Penanganan Dan Pengelolaan Sampah Kampanye sesuai dengan Undang-undang 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, karena hal ini selaras dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 

Peraturan ini dilakukan agar ke depan para calon anggota legislatif dan eksekutif tetap menjaga kebersihan lingkugan pada saat melaksanakan kampanye sehingga lingkungan tetap indah dan asri (Firdaus et al., 2021). Namun, aturan tersebut pada ranah praktisnya harus disosialisasikan, alangkah lebih bagusnya lagi apabila bawaslu dan KPU memiliki kebijakan untuk merubah peraturan atau perundangan yang belaku tentang alat peraga kampanye yang tidak menggunakan baliho atau spanduk plastik dikarenakan alasan menggangu ketertiban dan potensi merusak lingkungan. Sehingga para timses dari suatu caleg atau partai bisa memahami dan menerima bahwa penggunaan spanduk dan baliho apalagi memaku nya di pohon-pohon itu dilarang. 

Hal ini menjadi pekerjaan rumah dimana harus mengedukasi orang-orang terkait hal tersbut. Bukan tidak mungkin di masa depan nanti terjadi pemilu yang bersih dari sampah dan visualisasi yang tidak mengganggu masa selama masa kampanye. Karena seyogyanya yang memasang atribut kampanye sebagai contoh timses salah satu paslon lah yang harus membersihkan Kembali baliho dan spanduk yang terpampang di jalanan.

Referensi:

Abdi Amrurobbi, A. (2021). Problematika Sampah Visual Media Luar Ruang: Tinjauan Regulasi Kampanye Pemilu dan Pilkada Waste Problems of Outdoor Media Visual: Review of General Election and Regional Head Election Campaign Regulations. 4(2).

Firdaus, A., Rizqiah, Q., & Kalingga, H. (2021). Kebijakan Hukum Pidana Penanganan dan Pengelolaan Sampah Kampanye Dalam Pemilihan Umum Di Indonesia Criminal Law Policy for Campaign Waste Handling and Management in General Elections in Indonesia. Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum, 8(1). https://doi.org/10.31289/jiph.v8i1.4508

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun