Mohon tunggu...
Aditya Firman Ihsan
Aditya Firman Ihsan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

deus, homines, veritas

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Just Go(d) - Bagian 3

2 Agustus 2014   00:10 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:39 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ia melongo sesaat. “Hmm? Pertanyaanmu frontal. Kayaknya tergantung cara matinya sih.” Ia mendekat dengan sekantung lumpia basah siap makan di tangannya.

“Banyak orang takut mati, padahal tiap ada awal selalu ada akhir. Siklus yang membangun semesta. Tidakkah kau merasa aneh? Yang terindah dari matahari adalah saat ia terbit dan saat ia tenggelam. Memang yang indah dari segala sesuatu adalah awal dan akhir.”

“Karena kalau tengah-tengah masih panas” Zen menjawab sambil sedikit membuka kantung plastik di tangannya. “Fin, duduk yuk, mau ku makan nih. Gak baik makan sambil jalan, lagipula kakiku pegel sejak tadi siang jalan terus.”

“Ah payah, yaudah, di situ ada tempat duduk” Kataku sambil berjalan menuju suatu pohon yang dibawahnya ada batu besar berbentuk bangku.

Begitu duduk, tanpa menunggu ia langsung melahap makanannya. Hingga akhirnya ia berhenti sejenak. “Ah ya, mengenai pernyataanmu tadi aku setuju. Apapun prosesnya, saat proses itu berlangsung tidak pernah enak, yang menyenangkan selalu saat itu mulai dan berakhir.”

“Nah, tidakkah aneh bila orang takut mati?”

“Entahlah, karena persepsi paling. Atau takut dengan apa yang terjadi sesudah mati?”

“Beda urusan, kurasa. Karena masalah sesuatu sesudah mati tu tiap orang punya keyakinan berbeda-beda, tapi rasa takut mereka sama.”

Aku terdiam sejenak. Zen kembali meneruskan menghabiskan makananya.

Sesuatu sesudah mati. Sesuatu setelah matahari terbenam adalah malam. Seandainya orang-orang takut pada malam, apakah itu berarti mereka juga takut pada terbenamnya matahari? Ah, sudahlah.

“Kau mau melanjutkan ceritamu tidak?” Suara zen sedikit memecah pikiranku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun