***
Kemarin saya membaca Koran Tempo. Ada tulisan dari mantan wartawan Tempo yang kini jadi pendeta, Putu Setia atau yang di twitter biasa berkeliaran dengan akun @mpujayaprema di kolom pendapat dengan judul "Kisah Air yang Tersesat. Tulisan itu intinya, jika alam ini ada roh di dalamnya, termasuk air. Mengawali tulisan dengan cerita Tri Rismaharini, Wali Kota Surabaya yang selalu mengajak bicara tanaman dan pohon yang dipeliharanya. "Saya ajak ngomong tanaman itu. Kamu kenapa kok nggak mau tumbuh, padahal kan sudah kami rawat dengan baik?" tulis Putu Setia seperti yang diutarakan Risma. Tak  berselang lama, tanaman itu langsung berbunga.
Dalam tulisan tersebut, Putu juga menganggap air punya roh karena merupakan ciptaan tuhan. Manusia tidak menghormati air dengan cara menyumbat jalannya. Air -- yang dianggap punya roh -- tersesat karena jalannya disumbat hingga akhirnya mau tidak mau menjalar ke pemukiman-pemukiman. Baca selengkapnya di sini.
Saya sebenarnya ingin menambahkan. Selain air punya roh, anggap saja air adalah tetangga dekat kita. Dalam agama islam, tetangga merupakan saudara terdekat kita. Apapun yang terjadi dengan kita, yang tahu tentang keadaan kita selain orang-orang di rumah, tetangga juga tahu. Ya, intinya tetangga termasuk yang membantu kita pertama kali ketika ada musibah.
Sama halnya dengan manusia, air di sungai atau kali merupakan tetangga kita. Tetangga yang dengan ikhlasnya memberikan tempat untuk kita mencuci pakaian, mandi, bahkan buang air. Tetangga kita itu sangat ikhlas bila dia dipenuhi dengan tahi dan kotoran-kotoran hasil pemanfaatan manusia. "Setidaknya aku bermanfaat buat mereka," mungkin pikir air di sungai seperti itu. Namun apa yang kita balas dari kebaikan air? Ya, kita memberi mereka sampah. Ibarat tetangga kita yang manusia, kita memberi mereka makanan yang basi. Jengkel? Oya, mesti jengkel.
Saking jengkelnya, tetangga kita itu ngambek. Mereka bertamu secara berlebihan. Bahkan bawa teman yang banyak hingga tingginya 3-4 meter, menenggelamkan rumah. "Aku dikasih sampah sih abisnya. Aku bales nih," kata air. Seperti kata Putu Setia, jika air punya roh, saya yakin dia akan mengatakan itu. Eh, sayangnya, manusia yang bebal malah mengumpat kepada air dan tetap memberi sampah kepadanya.
Nah, sebagai tetangga yang baik, yuk kita berbuat baik kepada air. Sama halnya dengan kita yang punya hewan dan buang air besar di depan rumah tetangga kita. Kita langsung membersihkan tahi itu agar tidak dimarahi tetangga kita. Mungkin hal ini juga berlaku bagi air. Sebaiknya, tetangga kita ini dibersihkan. Dan mungkin kita hadiahi tanaman yang indah. Kasih makanan yang enak seperti kapal-kapal kecil yang bagus, baik sebagai sarana transportasi maupun sebagai tempat wisata. Jadikan wahana bermain buat anak-anak, siapa tahu tetangga kita ini suka anak-anak. Masih mau diambekin lagi? Yang di Manado, air udah ngambek parah. Marah mungkin. Hayo......
***
Ibu saya sedang memegang remot tv. Gonta ganti channel. "Eh mas. Kamu lagi internetan kan? coba deh lihat Bu Ani curhat soal instagram," kata ibu saya. Saya pun melihatnya di youtube. Lucu sih.
"Saya jengkel. Seperti contohnya kemarin. Ada yang menulis begini, 'ibu ini banjir kok main instagram?' Kan kesel saya jadinya," kata Bu Ani.
Untuk Bu Ani, anggap saja follower-follower Anda di instagram itu tetangga Anda. Anggaplah mereka sedang memberi saran dan kritik atau mencari perhatian Anda yang menurut mereka, Anda itu orang yang sangat dihormati. Orang yang sangat bisa diajak untuk menyelesaikan masalah dan sebagainya. Bahkan ada follower yang memperhatikan mas Ibas yang selalu menggunakan lengan panjang. Sangat peka sekali follower Anda itu. Saya saja gak kepikiran. Saya bukan tetangga yang baik buat Anda sepertinya. Follower Anda atau yang saya anggap tetangga Anda itu mungkin ingin melihat penampilan yang berbeda dari mas Ibas. Anda diingatkan sebenarnya bu. Seharusnya Bu Ani berterimakasih sama follower Anda yang sangat perhatian itu. Atau Bu Ani ini memang kurang peka dan kurang perhatian dengan tetangganya?