Maung Garuda menjadi daya Tarik tersendiri dalam perhelatan Nasional pelantikan presiden Prabowo tanggal 20 Oktober lalu. Tampilannya yang menarik membius banyak orang. Sepanjang perjalanan dari Gedung DPR-MPR komplek Senayan ke Istana Merdeka, tampak gagah, di antara deretan mobil lain di belakangnya. Tampilan Grill depan beserta lampunya, benar benar bagai seekor harimau, si raja hutan , yang gagah. Dan makin gagah lagi , ketika orang nomor satu Indonesia, Presiden Prabowo Subianto, berada di dalamnya. Sambil melambaikan tangan menyapa warga yang berada di kanan dan kiri jalan sepanjang perjalanan.
Ada perasaan bangaa di sana. Mobil karya anak bangsa, menjadi mobil kenegaraan presiden. Orang nomor satu di republik ini. Dan kebanggaan itu , bertambah, ketika Presiden juga menginstruksikan Maung Garuda dijadikan mobil dinas operasioal para menteri .
Maung Garuda, seolah menjadi mimpi panjang mobil nasional yang menjadi nyata. Mimpi yang lama digadang gadang dari sejak jaman Order baru. Mimpi itu sempat hilang ketika, proyek mobil nasional, jaman presiden Suharto, dengan mobil TIMUR-nya gagal . Mimpi sempat muncul kembali, ketika presiden Jokowi memunculkan mobil nasional, ESEMKA-nya, sebagai karya anak bangsa. Namun mimpi itu kembali kandas ketika mobil ESEMKA tak juga menunjukkan batang grillnya di jalan raya.
Maung Garuda seolah menghidupkan kembali mimpi besar bangsa itu . Akankah Maung Garuda benar benar menjadi mobil nasional dalam arti sesungguhnya. Bukan hanya karena dibikin oleh anak bangsa. Namun juga digunakan oleh mayoritas warga bangsa. Bahkan warga bangsa bangga mengendarai dan memilikinya. Kita tunggu perjalanannya.
Belajar dari Program Mobil Nasional Jepang Dan Korea
Banyak negara mencanangkan program mobil nasional. Mobil yang dihasikan sendiri oleh bangsa itu sendiri. Bukan mobil yang diimpor dari negara negara lain yang sudah menguasai industri permobilan. Ada contoh perjalanan yang sukses dan dapat ditiru untuk program mobil nasional , yaitu kisah negara Jepang dan Korea. Dan kalau bangsa kita mau berhasil bisa belajar banyak dari kedua negara tersebut. Kedua negara tersebut tak hanya berhasil membuat mobil nasional bahkan sudah bisa mengekspor ke negara lain.
Banyak negara ingin mengikuti kisah kesuksesan dua negara itu. Namun itu bukan hal yang mudah. Tidak sedikit yang gagal. Karena kebanyakan tidak siap untuk membiayai ongkos program mobil nasional . Padahal secara teknologi dan modal ada. Yang tidak bisa dipenuhi adalah syarat biaya/ ongkos "penderitaannya".
Bila hanya berdasar modal teknologi dan finasial banyak negara bisa memenuhinya. Dan seharusnya Negara negara yang tingkat kemakmuran dan pendidikan warganya bangsa akan mudah memiliki mobil nasional. Kenyataan di lapangan tidak seperti itu. Banyak negara yang mapan ekonominya dan tingkat pendidikan warganya bagus, banyak yang gagal program mobil nasionalnya. Berkali-kali meluncurkan program , namun berkali-kali juga berakhir kepada kegagalan.
Banyak usaha suatu negara untuk menyuksekan program mobil nasionalnya. Tak hanya hanya bermodal uang dan teknologi, kadang juga ditambah pemberlakuan tarif produk impor yang tinggi. Diharapkan dengan tarif impor tinggi, akan membuat harga mobil impor dipasar menjadi lebih mahal. Yang akan membuat warganya mengurungkan niat untuk beli mobil merek merek yang disukai, Beralih ke mobil nasional. Namun usaha itu juga tidak berhasil. Bukan hanya dimusuhi negara pengeksport mobil, yang mengadukan perdagangan tidak fair itu ke organisasi Perdagangan Dunia ( WTO ). Bahkan bisa dimusuhi juga oleh warga atau rakyatnya sendiri. Khususnya kelompok yang masih merek minded.
Biaya Keberhasilan Mobil Nasional yang Harus Dibayar
Lalu apa yang harus dilakukan agar program mobil nasional bisa berhasil ? Mobil nasional hakekatnya adalah membangun kebanggaan nasional. Dan kebangggan itu, tidak muncul tanpa pengorbanan. Semakin besar sebuah pengorbanan , akan melahirkan kebanggaan yang semakin besar juga.