Mohon tunggu...
Adi Triyanto
Adi Triyanto Mohon Tunggu... Buruh - Buruh Sebuah Perusahaan swasta Di Tambun- Bekasi-Jawa Barat

Lahir Di Sleman Yogyakarta Bekerja dan tinggal Di Bekasi

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Ketika Angin Tidak Lagi Membawa Kabar Baik

6 September 2024   07:49 Diperbarui: 6 September 2024   07:50 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Angin adalah pembawa kabar yang baik. Apa yang dia terima , itu pula yang akan dia sampaikan. Tidak ditambah, tidak juga dikurangi. Angin itu jujur. Tidak membawa kepetingannya sendiri. Maka jangan salahkan angin, ketika sebuah rahasia terbongkar. Jangankan salahkan angin, jika rahasiamu diketahui dedaunan.

Angin sering kali menjadi pertanda perubahan cuaca, membawa kabar baik tentang hujan yang akan turun untuk menyuburkan tanah dan menyejukkan bumi. Itu pula yang tertulis dalam kitab suci Alquran, "Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa kabar gembira, mendahului kedatangan rahmat-Nya (hujan), sehingga apabila angin itu membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu. Kemudian Kami tumbuhkan dengan hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.( QS. Al-Araf : 57 )

Dalam banyak tradisi dan kepercayaan, angin yang sejuk dan lembut dianggap sebagai pembawa rahmat Tuhan, mendahului turunnya hujan yang membawa kehidupan.

Namun, bagaimana jika angin tidak lagi membawa kabar baik? Ketika angin berubah menjadi pertanda bencana, kekeringan, atau polusi, ia menjadi simbol peringatan bahwa ada sesuatu yang salah dalam keseimbangan alam. Fenomena ini sering kali menjadi refleksi dari perilaku manusia yang merusak, yang mengabaikan pentingnya menjaga harmoni dengan alam.

Angin yang tidak lagi membawa kabar baik bisa dilihat dari berbagai fenomena alam yang terjadi belakangan ini. Di banyak belahan dunia, kita menyaksikan angin yang membawa kabut asap tebal akibat kebakaran hutan yang masif. 

Contohnya, kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera, Indonesia, yang terjadi hampir setiap tahun, tidak hanya menimbulkan polusi udara yang membahayakan kesehatan, tetapi juga merusak ekosistem yang ada. 

Angin yang seharusnya membawa hujan justru menyebarkan kabut asap ke negara-negara tetangga, menimbulkan krisis lingkungan dan diplomatik yang serius. Angin tidak lagi menjadi pembawa rahmat, melainkan peringatan akan kerusakan yang telah terjadi.

Selain itu, perubahan iklim yang semakin ekstrem membuat angin membawa dampak yang lebih buruk. Angin badai dan topan yang semakin sering dan intens, seperti yang terjadi di Amerika Serikat dengan Badai Harvey dan Katrina, atau Topan Haiyan di Filipina, menunjukkan bagaimana angin bisa berubah menjadi kekuatan destruktif. 

Alih-alih membawa hujan yang menyuburkan, angin ini membawa kehancuran, menghancurkan rumah-rumah, infrastruktur, dan menyebabkan hilangnya nyawa. 

Fenomena ini menandakan bahwa keseimbangan alam telah terganggu, dan angin yang seharusnya menjadi bagian dari siklus kehidupan yang seimbang kini menjadi alat peringatan atas ketidakpedulian manusia terhadap lingkungan.

Angin yang tidak lagi membawa kabar baik juga bisa menjadi simbol dari krisis lingkungan lainnya, seperti polusi udara di kota-kota besar. Di Beijing, New Delhi, atau Jakarta, angin membawa polusi berat yang berasal dari asap kendaraan, industri, dan pembakaran sampah. 

Kualitas udara yang buruk ini mengancam kesehatan jutaan orang, menyebabkan penyakit pernapasan, jantung, dan bahkan kematian dini. 

Angin yang tercemar ini menjadi refleksi langsung dari gaya hidup modern yang tidak berkelanjutan, yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi di atas keberlanjutan lingkungan.

Ketika angin tidak lagi membawa kabar baik, ini adalah saatnya bagi kita untuk merenung dan mengambil tindakan. Angin yang berubah menjadi peringatan adalah sinyal bahwa ada sesuatu yang harus diperbaiki dalam cara kita hidup dan berinteraksi dengan alam. 

Keseimbangan yang terganggu harus segera dipulihkan, baik melalui kebijakan lingkungan yang lebih ketat, perubahan gaya hidup yang lebih ramah lingkungan, atau upaya kolektif untuk mengurangi emisi dan polusi. 

Hanya dengan demikian, kita dapat berharap bahwa angin akan kembali membawa kabar baik, mendahului rahmat-Nya berupa hujan yang menyejukkan dan menyuburkan bumi.

Angin adalah metafora bagi pesan-pesan alam yang harus kita pahami dan tindak lanjuti. Ketika ia berubah menjadi tanda peringatan, itu adalah panggilan untuk bertindak dan merawat bumi dengan lebih bijak. 

Dengan menjaga keseimbangan dan merawat lingkungan, kita dapat memastikan bahwa angin akan kembali menjadi pembawa kabar baik, mendahului hujan yang membawa berkah dan rahmat dari Tuhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun