Mohon tunggu...
Adi Triyanto
Adi Triyanto Mohon Tunggu... Buruh - Buruh Sebuah Perusahaan swasta Di Tambun- Bekasi-Jawa Barat

Lahir Di Sleman Yogyakarta Bekerja dan tinggal Di Bekasi

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Ketika Fajar mulai Menyingsing, Peralihan Pemerintahan yang Lama ke Pemerintahan Baru

5 September 2024   07:36 Diperbarui: 5 September 2024   07:44 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Fajar menyingsing adalah peristiwa yang terjadi sehari hari. Tiap pagi yang biasa bangun  pagi dan menyempatkan jalan jalan di luar akan mendapatkannya. Fajar menyingsing meski biasa terjadi , dia juga menandai  sebuah peristiwa yang penting. Bila tak penting tidak mungkin  Tuhan sampai bersumpah " Demi waktu subuh dan fajar Ketika mulai menyingsing" ( QS . At-Takwir : 18 ) .

Tuhan  bersumpah demi subuh apabila fajar mulai menyingsing dan bersinar. Waktu subuh digunakan Tuhan  dalam bersumpah karena waktu ini menimbulkan harapan yang menggembirakan bagi setiap manusia yang bangun pagi karena menghadapi hari yang baru. Saat itu mereka dapat menemukan hajat keperluan hidupnya mengganti yang hilang dan bersiap-siap untuk yang akan datang. Yang lebih baik. Yang lebih sesuai harapan.

Ketika fajar mulai menyingsing, ia menandakan datangnya hari baru setelah gelapnya malam. Dalam konteks falsafah kehidupan, momen ini sering dipandang sebagai simbol peralihan, baik dari ketidakpastian menuju harapan maupun dari kepemimpinan lama menuju kekuasaan yang baru. Seperti halnya pergantian malam ke siang, transisi kekuasaan dalam pemerintahan atau organisasi membawa harapan baru sekaligus tantangan yang harus dihadapi dengan kesiapan dan keberanian. Melalui perspektif ini, kita dapat melihat bagaimana perubahan kekuasaan adalah bagian dari siklus alami kehidupan yang tak terelakkan.

Ketika fajar muncul di cakrawala, bayangan gelap malam perlahan-lahan sirna. Hal ini bisa dianalogikan dengan berakhirnya masa pemerintahan yang telah kehilangan kepercayaan rakyat, digantikan oleh pemimpin baru yang membawa harapan perubahan. Dalam banyak kasus, seperti yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 ketika era Orde Baru berakhir, fajar yang menyingsing itu diiringi dengan euforia kebebasan dan reformasi. 

Rakyat yang selama ini merasa terkungkung oleh kebijakan yang otoriter akhirnya melihat secercah harapan baru dengan hadirnya era Reformasi, yang ditandai dengan kebebasan pers, demokratisasi, dan desentralisasi kekuasaan.

Dan di bulan Oktober tahun ini, kembali negeri ini akan ada peralihan dari pemerintahan presiden Joko Widodo kepada penerusnya Presiden terpilih Prabowo Subianto. Besar harapan dari rakyat bahwa kebijakan-kebijakan  yang tidak pro rakyat dan prokeadilan   di masa pemerintahan sekarang ini  akan diperbaiki oleh pemerintahan yang baru , yang lebih mencerminkan suara rakyat. 

Rakyat yang sangat mendambakan negara ini  segera menjadi negara maju dengan potensi kekayaan sumber daya manusia  dan sumber daya alam  yang sangat melimpah.  

Jangan sampai sumber daya manusia dan kekayaan bangsa yang melimpah  justru menjadi kutukan. Dikarenakan salah kelola. Dan justru menjadi penyebab bangsa ini , masih tertinggal dari bangsa -bangas lain yang sebenarnya kalau dilihat dari potensi  sumber daya manusia dan sumber daya alamnya kalah jauh dengan bangsa kita.

Namun, seperti fajar yang menyingsing perlahan dan bertahap, transisi kekuasaan juga tidak selalu berlangsung dengan cepat atau mulus. Perubahan yang signifikan sering kali memerlukan waktu, proses adaptasi, dan bahkan pengorbanan. Pada masa-masa awal reformasi di Indonesia, banyak tantangan yang harus dihadapi, seperti ketidakstabilan politik, konflik horizontal, dan krisis ekonomi. 

Sama halnya dengan perubahan pemerintahan di negara-negara lain, seperti ketika Nelson Mandela menjadi Presiden Afrika Selatan pada tahun 1994, yang menghadapi tantangan untuk menghapuskan apartheid dan membangun rekonsiliasi nasional. Perubahan ini, meski membawa harapan, juga datang dengan banyak pekerjaan berat dan tantangan yang harus diatasi.

Ini juga yang nanti harus dihadapi pemerintahan negeri ini yang baru. Banyak pengorbaan yang dituntut untuk membuat bangsa ini menjadi lebih maju. Seperti mengesampingkan kepentingan kelompok dan golongan tertentu saja. Membuang jauh jauh praktek praktek KKN dalam segala lini  pemerintahan. 

Dan benar benar mengembalikan tujuan pemerintahan  kepada  cita cita dan janji kemerdekaan yang telah diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945. Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pmerintahan kiat telah membuang waktu dan SDM dan energi bangsa ini selama hampir 80 tahun , karena masih banyaknya pola pikir dalam pemerintahan  yang belum Merdeka dan masih memiliki mental antek penjajah. Antek antek asing. Mengkhianati negaranya sendiri demi mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri. Dan tega menindas bangsanya sendiri.

Bila dikelola dengan benar maka dengan potensi kekayaan alam negeri ini  dan juga sumber daya manusia yang melimpah, seharusnya negeri ini membutuhkan waktu lebih sedikit untuk  menjadi negara maju. Jika Singapura dan Jepang hanya membutuhkan waktu sekitar 30 tahun ,maka negeri ini seharusnya cukup 25 tahun sudah  bisa menjadi negara maju. 

Bukan seperti sekarang usia negeri sudah 79 tahun, tapi pendapatan perkapita penduduknya masih 4,000 an dollar pertahun  . Bandingkan dengan negeri  Singapura yang sudah lebih dari 70.000 an dollar.

Falsafah fajar yang menyingsing juga mengajarkan bahwa setiap peralihan membawa tanggung jawab baru. Pemimpin yang baru diharapkan mampu membuktikan janji-janji mereka dan mengatasi masalah yang diwariskan oleh pendahulunya. 

Ini adalah masa di mana masyarakat menantikan perbaikan konkret, bukan sekadar retorika. Dalam sejarah, kita bisa melihat contoh seperti Angela Merkel yang memimpin Jerman pasca reunifikasi, di mana ia menghadapi tantangan menyatukan dua Jerman yang terpisah selama puluhan tahun, namun berhasil membawa Jerman menuju stabilitas dan kemajuan.

Pada akhirnya, falsafah fajar yang menyingsing mengingatkan kita bahwa perubahan adalah bagian alami dari kehidupan dan kepemimpinan. Pergantian kekuasaan bukan sekadar peristiwa politik, melainkan proses yang memerlukan visi, keberanian, dan kemampuan untuk menavigasi tantangan baru. 

Seperti fajar yang membawa harapan bagi hari yang baru, pergantian kepemimpinan idealnya harus membawa angin segar bagi masyarakat, memperbaiki yang telah rusak, dan membangun jalan menuju masa depan yang lebih cerah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun