Kerendahan hati Sebagai Titik Temu
Berbagai usaha telah dilakukan untuk mempertemukan dua titk pandang yang bertolak belakang ini. Hal ini dilatar belakangi bahwa sains yang berdasar  kitab alam, dan agama dari kitab suci itu berasal  dari  sumber yang sama. Dialah Tuhan yang maha kuasa. Tidak mungkin apa yang bersumber dari yang sama, memilki makna yang bertolak belakang. Dan tidak dapat dipersatukan.
Dan dari sikap kesombongan keduanya sebenarnya ada celah , di mana mereka menemukan hal sebenarnya menjadi batas betapa klaim mereka sebenarnya tidak menemukan pondasi yang bisa menjawab semua pertanyaaan.
Dalam sains itu ada kaidah dasar , yang menjadi acuan utama prinsip sains bisa berjalan. Kaidah itu adalah bahwa 'Â Dalam sains itu tidak ada kebenaran final. Yang ada adalah belum terbukti salah'. Dengan prinsip ini sebenarnya bentuk pengakuan akan keterbatasn sains. Mereka membuka diri untuk datang kebenaran baru yang lebih sesuai dengan hasil kajian sains terbaru. Tidak ada sains yang akan mempertahankan teori lama yang terbukti salah oleh penelitan atau eksperiman terbaru.
Sementara dalam agama , juga berlaku suatu kaidah bahwa  keebnaran itu  hanya milik Tuhan. Dan kebenaran Tuhan lewat perkataan kitab sucinya , adalah fakta tak terbantahkan. Namun , kemampuan mnausia untk memahami kebenaran Tuhan  terbatas. Maka ketika ada yang mengklaim bahwa tafsir kebenaran yang dimiliki adalah kebenaran Tuhan adalah klaim yang sangat lemah. Karena dengan prinsip itu berarti bahwa dia adalah pemliki kebenaran. Padahal kemampuan manusia untuk menafsirkan kebenaraan Tuhan, itu sangat terbatas. Sebagaimana dimisalkan bahwa karunia akal yang diberikan Tuhan, tak mungkin dibatasi oleh kemampuan satu orang menafsirkan kebenaran Tuhan. Itulah mengapa ada kaidah, kebenaran Tuhan adalah tafsir kebenaran dari seluruh umat manusia terhadap kebenartan Tuhan lewat kitab sucinya.
Sains dan agama sebenarnya jujur. Rendah hati. Objective. Menerima setiap tafsir kebenaran baru yang datang. Ilmuwan dan Agamawanlah yang sering terjebak dalam sikap angkuh. Sombong. Sifat manusianyalah yang membuat seolah olah sains dan agama menutup diri dari kebenaran final, yaitu kebenaran Tuhan. Sebuah kebenaran ynag tak mungkin dibatasi oleh kemampuan manusia yang terbatas. Apa yang dicapai manusia tentang klaim kebenaran sebetulnya hanya satu anak tangga menuju kebenaran Tuhan. Bukan kebenaran itu sendiri.
Pernyataan  ilmuwan besar abad 20 Albert Einstein,  "Ilmu  tanpa agama  adalah buta, dan agama  tanpa ilmu  adalah lumpuh' .  Itu adalah satu bentuk pengakuan akan keterbatasan sains dan juga agama ( tafsir kebenaran agama ). Kehidupan umat manusia akan berjalan dalam jalur yang lurus ketika kedua pihak mengakui keterbatasannya masing masing.
Kerendahan hati adalah kunci bersatunya, antara agama dan sains.  Perjalanan panjang sains dan agama  , justru makin menunjukkan keterbatasan masing masing. Dan ketika sudah ada kerendahan hati untuk mengakui keterbatas  maka, terbuka sebuah dunia baru yang dapat menyatukan keduanya.
Pengakuan akan keterbatasan telah menyatukan perjalanan keduanya pada suatu pengertain baru yang justru mampu menjawab dan menjadi penghubung miss link apa yang sebenarnya dicari dalam perjalanan panjang keduanya.
Sebagai contoh dalam teori evolusi memang dapat menjelaskan proses perjalanan  dari kehidupan pertama di bumi hingga saat ini. Namun mereka tidak bisa menjawab tentang pemula atau penyebab paling awal sebelum evolusi terjadi. Ada ruang kosong sebelum evolusi berlangsung. Peralihan dari benda mati menjadi benda hidup.
Dalam pemahaman teori penciptaan dalam kitab suci agama juga disebutkan mengenai penciptaan nabi Adam dari ketiadaan menjadi ada. Hanya dengan satu kalimat dari Tuhan, " Jadilah maka jadi ". Ada ruang kosong  ketika Tuhan berkata jadilah maka jadi. Berapa waktu yang dibutuhkan untuk proses tersebut. Sebagaimana penciptaan Dunia ini dalam enam hari. Definisi rentang waktu enan hari dalam kitab suci  ternyata beda dengan makna  enam hari yang dijalani umat manusia. Sebagaimana disebutkan dalam kitab Alquran , "Para Malaikat dan Jibril menghadap  Tuhan dalam  sehari yang setara dalam hitungan jam manusia  manusia adalah lim puluh ribu tahun".