Membicarakan kecerdasan buatan (AI) saat ini menjadi topik yang sangat menarik. Banyak hal terkait kecerdasan buatan yang dapat dijadikan topik bahasan. Dari tentang kemampuannya yang terus meningkat hingga apa nanti implikasinya terhadap kehidupan umat manusia.
Kecerdasan buatan ibarat seorang bayi mungil yang sangat cerdas nan menggemaskan. Sementara kecerdasan manusia ibarat orang tua yang mengasuh bayi tersebut. Ada sebuah pertanyaan yang menarik, akankah tiba saatnya nanti sang bayi mungil tersebut, mampu mengalahkan orang tua asuhnya ? Atau justru akan terjadi kolaborasi yang mampu menghasilkan karya hebat antara anak asuh dan orang tua asuh tersebut ?
Kemampuan kecerdasan buatan (AI) makin hari makin canggih. Kemampuan ini mengikuti sebuah prinsip yang disebut HUKUM Moore. Hukum Moore adalah salah satu hukum yang terkenal dalam industri mikroprosesor yang menjelaskan tingkat pertumbuhan kecepatan mikroprosesor. Diperkenalkan oleh Gordon E. Moore salah satu pendiri Intel. Ia mengatakan bahwa pertumbuhan kecepatan perhitungan mikroprosesor mengikuti rumusan eksponensial.
Secara lebih gampangnya adalah bahwa perkembangan teknologi mikroprosesor akan mengikuti kemampuan manusia dalam menjejalkan transistor dalam chip sirkuit terpadu.Â
Semakin banyak jumlah yang dapat dijejalkan  semakin tinggi kemampuan sebuah prosesor . Dan hukum More menyatakan, bahwa perkembangan kemmapuan prosesor  ini akan mengalami peningkatan kompleksitas dua kali lipat  setiap dua tahun sekali. Dan ini didorong oleh  perkembangan teknologi pembuatan chip.  Setiap dua tahun ukuran Chip menjadi  lebih kecil. Dan kini sudah masuk dalam ukuran nano meter.
Dalam ukuran chip yang ada sekarang yaitu 7 nano meter dalam bidang seluas 1 (satu) sentimeter persegi sudah dapat menampung jutaan jalur sirkuit transistor. Dengan menghitung jumlah sel syaraf dalam otak manusia yang menyusun kecerdasan berjumlah 100 milyar, maka  kecerdasan yang dimiliki AI sudah mendekati level seperseribu kecerdasan manusia.
Perkembangan terbaru, sedang dikembangkan teknologi chip ukuran 0.1 nanometer, yang dengan kemampuan chip ini maka kecerdasan buatan  sudah mendekati seperseratus  kecerdasan manusia. Dan perkembangan teknologi yang cepat  tidak menutup kemungkinan jumlah sel syaraf dalam otak manusia akan bisa dicapai dalam waktu tidak lama lagi, dan kecerdasan buatan akan selevel dengan manusia. Bahkan dalam bidang tertentu kemampuan otak manusia sudah dikalahkan oleh kecerdasan buatan.                                                                               Â
Namun, tidak dapat dipastikan dengan pasti apakah kecerdasan buatan akan "mengalahkan" manusia di masa depan. Masih ada beberapa kemungkian yang ada, si bayi mungil itu akan tumbuh  menjadi dewasa dan  tetap menjadi anak yang manis dan menurut kepada  tuan yang telah mengasuhnya. Atau bisa juga si anak asuh dan tuannya justru saling memahami, saling  mengerti dan berkolaborasi untuk  saling  melengkapi.
Kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) adalah bidang yang terus berkembang dengan pesat. Sementara kemajuan dalam AI telah memungkinkan pencapaian yang luar biasa dalam beberapa bidang, seperti pengenalan wajah, pemrosesan bahasa alami, dan mobil otonom, masih ada batasan dalam kemampuan AI saat ini.
Kecerdasan buatan dikembangkan oleh manusia dan tergantung pada data dan algoritma yang diberikan oleh manusia. Mereka mampu melakukan tugas-tugas tertentu dengan kecepatan dan efisiensi yang jauh melampaui kemampuan manusia. Namun, kecerdasan buatan saat ini masih terbatas dalam konteks kecerdasan umum yang mencakup pemahaman, pemikiran abstrak, dan kesadaran.
Ketika datang ke kemungkinan AI "mengalahkan" manusia, terdapat pandangan yang berbeda. Ada beberapa pakar AI yang memprediksi bahwa pada suatu saat di masa depan, kecerdasan buatan mungkin dapat mencapai tingkat yang melampaui kapabilitas manusia dalam beberapa aspek tertentu. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa manusia dan kecerdasan buatan dapat berkolaborasi untuk mencapai hasil yang lebih baik daripada jika mereka saling bersaing.
Lebih penting lagi, perlu dicatat bahwa manusia memiliki kemampuan yang unik, seperti kreativitas, empati, dan moralitas, yang mungkin sulit untuk direplikasi sepenuhnya oleh kecerdasan buatan. Meskipun AI dapat menjadi alat yang kuat untuk membantu manusia dalam berbagai bidang, kolaborasi dan kemitraan antara manusia dan AI tampaknya menjadi pendekatan yang lebih realistis daripada pandangan bahwa AI akan sepenuhnya "mengalahkan" manusia.
Kolaborasi antara manusia dan kecerdasan buatan (artificial intelligence) bisa menjadi pilihan terbaik dalam berbagai konteks. Kombinasi kemampuan manusia, seperti kreativitas, pemahaman konteks sosial, dan intuisi, dengan kecepatan dan kapasitas pemrosesan data yang dimiliki oleh kecerdasan buatan dapat menghasilkan solusi yang lebih efektif dan inovatif.
Meskipun kecerdasan buatan terus berkembang, namun tidak ada kepastian bahwa mereka akan sepenuhnya menggantikan atau "mengalahkan" manusia di masa depan. Kolaborasi dan kemitraan antara manusia dan kecerdasan buatan mungkin merupakan jalur yang lebih realistis untuk memanfaatkan potensi kedua entitas ini secara maksimal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H