Mohon tunggu...
Adi Triyanto
Adi Triyanto Mohon Tunggu... Buruh - Buruh Sebuah Perusahaan swasta Di Tambun- Bekasi-Jawa Barat

Lahir Di Sleman Yogyakarta Bekerja dan tinggal Di Bekasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Terbaik Itu Bernama Rasa Cinta

15 Juli 2022   05:35 Diperbarui: 15 Juli 2022   05:37 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Banyak kisah orang tua yang kecewa dan mengeluh karena  anaknya gagal menjadi orang. Semua usaha yang dilakukan seperti sia sia . Tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Semua dana yang dikeluarkan belum bisa membuat anaknya menjadi orang sukses, di mata orang kebanyakan. Dan harus menerima kenyataan pahit, anak yang dicintainya  tidak menjadi "apa apa".

Kegagalan Menemukan  Kecintaan Anak

Kegagalan ini sebenarnya , bukan kegagalan si anak. Namun kegagalan orang tua untuk menemukan apa yang paling disukai oleh anaknya. Kegagalan ini menyebabkan seorang anak tidak dapat mengembangkan potensi dan kemampuannya semaksimal mungkin. Karena sang anak harus melakukan sesuatu yang bukan menjadi hal yang paling menarik bagi dirinya. Bahkan kadang sang anak melakukannya dengan perasaan terpaksa.

Kegagalan ini juga disebabkan orangtua yang memaksakan apa yang dicintai kepada anaknya. Berbagai bujukan dan rayuan dilakukan agar, apa yang dicintai orang tua itu tampak indah  juga di mata  anaknya. Bahkan sampai ada yang menutup sama sekali apa saja yang berbeda dengan apa yang dicintai orang tua. 

Apa yang dicintai orang tua, dianggap akan otomatis membawa keberhasilan bagi anaknya juga. Mereka lupa bahwa sang anak telah membawa rasa cintanya sendiri. Rasa cinta yang akan membawa ke masa depannya.

Andai orang tua bisa mengenali apa yang dicintai anak sejak dini maka kejadiannya akan lain. Di bidang yang disukainya  , anak akan melakukan semuanya dengan sepenuh hati. Tidak ada rasa terpaksa. 

Tidak ada yang harus disuruh suruh atau diingatkan berulang kali . Tak jarang si anak yang berinisiatip sendiri. Semua dilakukan dengan suka ria. Dan apa yang dilakukan dalam suasana   hati dan pikiran senang , akan memberikan hasil yang lebih optimal.

Rasa cinta seorang anak terhadap sesuatu akan menumbuhkan rasa penasaran . Dan rasa penasaran inilah yang menjadi energi besar  penggerak seorang anak. Dia tidak akan berhenti mencari sebelum rasa penasarannya terpuaskan. Tidak akan berhenti mencoba hingga jawabannya didapatkan.

Menumbuh-suburkan  Kecintaan Anak 

Salah satu cara untuk menemukan apa yang disukai anak  adalah memberikan hadiah ketika masih kecil. Hadiah berupa  mainan adalah salah satu cara untuk menemukan apa yang dicintai oleh seorang anak. 

Seorang anak yang menemukan apa yang disukai akan memperhatikan  hadiah tersebut dalam waktu lama dan berulang ulang. Memainkannya tanpa mengenal lelah. Justru orang tuanya yang terkadang sudah kelelahan menemaninya bermain. Dan yang sering tidak disadari oleh orang tua adalah bahwa hadiah itulah penentu masa depan anaknya  di kemudian hari.

Albert Einstein , ilmuwan besar di bidang fisika , mungkin tidak akan menemukan  teori relativitas yang fenomenal itu  andai orang tuanya tidak memberinya hadiah ulang tahun berupa kompas. 

Sebuah hadiah ulang tahun yang membuatnya,  penasaran. Bukan tertarik oleh jarum kompasnya yang selalu menunjuk arah utara selatan, tetapi justru : sesuatu"   yang tak terlihat yang mempengaruhi jarum itu selalu menunjuk ke arah tersebut. Sesuatu yang kemudian hari kita kenal sebagai medan magnet. Yang kemudian dikembangkan oleh Einstein menjadi medan gravitasi bumi.

Banyak kisah orang besar lain yang dimulai dari kemampuan orang tua menemukan apa yang paling disukai anak dan mengembangkannya. Ada Charles Darwin si pencetus teori Evolusi, yang berhasil menjadi ilmuwan karena kemampuan orang tuanya mengnali kegemarannya  sejak kecil yang suka mengumpulakn serangga dan binatang. Orang tua Darwin  tidak menyerah  kepada vonis gurunya yang menyatakan Charles Darwin prestasinya buruk di kelas dan  tidak suka belajar di kelas.

Ada lagi kisah Ludwig Van Beethoven. Siapa penikmat musik  yang tak mengenalnya . Beethoven merupakan salahsatu dari komponis terbesar dunia dengan karya nya yang sangat terkenal yaitu simfoni kelima dan kesembilan.  Karena orang tuanya mengenal kesukaan sang anak tentang musik, mereka tak peduli pernyataan gurunya yang menyatakan Beethoven anak yang tidak bisa membuat perhitungan untuk  perkalian dan pembagian.

Ada kesamaan dari para orang tua orang-orang  besar ini yaitu tidak menyerah kepada "vonis" dari sekolah atau guru yang menyatakan bahwa anaknya tidak pandai. Anaknya bodoh dan terbelakang.  Tidak akan mamapu  mengikuti pelajaran seperti anak yang lain yang sekolah klaim sebagai kelompok  anak pandai. 

Dan harus tinggal kelas supaya tidak menghambat anak yang lain. Vonis guru itu tidak membuat mereka patah arang. Justru menjadi pelecut mereka untuk membimbing  dan  mengarahkan sang anak kepada bidang yang paling disukainya.  Bidang yang menjadi dunia dan impiannya.

Apalagi dalam intitusi sekolah ada kemungkinan anak tidak suka terhadap suatu mata pelajaran. selain  karean memang mata peajaran nya tidak disukai bisa juga karena gurunya tidak yang tidak bisa menyampaikan materi pelajarannya secara menarik. 

Pada dasarnya anak anak suka belajar tapi tidak suka diajari. Dan ini yang disampaikan oleh penulis dan pendidik dari Amerika, John Holt dalam bukunya "How children Fail ?" yang menyatakan bahwa sekolah adalah salah satu penyebab anak gagal dalam belajar.

Dan  ternyata anak itu bukannya tidak pandai. Tetapi tidak memiliki cukup minat terhadap apa yang diajarkan oleh gurunya. Dia merasa pelajaran itu tidak menarik baginya. Ada yang jauh mampu menarik perhatiannya.  Sesuatu yang mampu menyita seluruh pikirannya. Sesuatu yang membuatnya selalu penasaran. Sesuatu yang mengetuk rasa ingin tahunya.

Keberhasilan mengenali minat anak dan mengembangkannya ini menjadi hal kunci keberhasilan seorang anak di masa depan. Ini seperti menemukan sumber api dalam diri seorang anak. Dan  ini sesuai dengan pernyataan philosof Yunani ,  Plutarch , bahwa pikiran adalah api . Dan pikiran itu untuk dinyalakan bukan  bejana yang harus diiisi. Dan sumber api itu adalah rasa cinta. Berikan ruang seluas luasnya kepada anak agar ceria dan semangat untuk belajar. 

Maka kesadaran orang tua untuk menemukan cinta anak terhadap sesuatu, itu pekerjaan rumah yang pertama. Kenali sejak dini apa yang paling disukai anak .  Kegagalan mengenalkan anak kepada yang dicintai, sama saja dengan kegagalan untuk mengarahkan masa depan terbaiknya.

Kenalkan anak dengan guru yang paling baik, sebelum dikenalkan dengan guru-guru  di sekolah .Guru yang akan membimbing tanpa menghakimi. Guru yang akan memberikan motivasi tanpa harus memaksa. Guru yang akan menghargai setiap pencapaian tanpa harus membanding- bandingkan. 

Guru yang membuka pintu -pintu kesuksesan  baru, tanpa terikat kepada pilihan yang sudah ada saja. Guru yang mengajarkan pentingnya proses  bukan jalan pintas. Guru yang tidak akan pernah menvonisnya sebagai anak bodoh . Dan guru terbaik tersebut itu hanya bisa ditemukan dalam rasa cinta. Rasa cinta seorang anak terhadap suatu bidang yang paling dia sukai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun