Mohon tunggu...
Adi Triyanto
Adi Triyanto Mohon Tunggu... Buruh - Buruh Sebuah Perusahaan swasta Di Tambun- Bekasi-Jawa Barat

Lahir Di Sleman Yogyakarta Bekerja dan tinggal Di Bekasi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Beragama Tapi Tanpa Keajaiban

10 Juli 2022   15:40 Diperbarui: 10 Juli 2022   15:42 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Agama dan keajaiban memiliki hubungan yang sangat erat. Keduanya sulit untuk dipisahkan satu sama lain. Keduanya saling menguatkan . Keajaiban menumbuhkan kesadaran manusia untuk beragama. Dan tanpa keajaiban maka agama menjadi kurang memiliki kekuatan penggentar bagi ummat manusia untuk kembali ke jalan Tuhan.

Hubungan Agama dan Keajaiban 

Dalam sejarah perkembangan agama agama di dunia, keajaiban seolah menjadi bagian yang tak terpisahkan. Ketika agama disebarkan dengan hanya mengandalkan logika dan kesadaran hati nurani , maka hanya kelompok kecil umat manusia yang langsung terketuk dan mau memeluk sebuah agama. Karena banyak yang belum mau dan mampu meyakini kebenaran agama tersebut sepenuh hati. Tentu dengan beragam alasan di belakangnya.

Ada yang masih belum mau menerima ajaran suatu agama , karena hatinya masih belum yakin ajaran itu apaakah benar benar berasal dari Tuhan. Atau sekedar akal akalan manusia yang mengaku sebagai utusan Tuhan. Yang mengajarkan suatu ajaran namun untuk mencari keuntungan . Atau karena sebaliknya ajaran agama belum bisa menjawab kebutuhan dahaga rohani yang lama dirasakan .

Namun ada juga yang justru menolak ajaran suatu agama, bukan dari ajaran yang dibawa melainkan dampak yang ditimbulkan oleh ajaran agama tersebut berupa hilangnya nilai atau kebanggaan yang selama ini dimiliki. Semakin besar dampak atau kerugian yang ditimbulkan, semakin besar penolakan yang akan muncul dari suatu kaum.

Apalagi bila agama itu mengajarkan sesuatu yang bertolak belakang dengan apa yang sudah diyakini turun menurun. Tradisi yang telah dipegang erat dari generasi ke generasi. Sebagaimana terjadi dalam sejarah agam islam ketika harus menyingkirkan keyakinan Tuhan suku bangsa Quraisy di tanah Arab yang menyembah berhala. 

Tuhan yang tidak hanya satu yang visualisasinya menyesuaikan dengan kemampuan ekonomi suku bangsa Quraisy . Ada Tuhan bernama Latta, Uzza, Manaj dan Hubbal. Bahkan berhala berhala itu ditempatkan di tempat suci bagi bangsa Arab , yaitu dalam kabah, tempat suci warisan Nabi Ibrahim.

Lebih sulit lagi bila, tak hanya masalah keyakinan nenek moyang yang digoyang tetapi sudah memasuki ranah ekonomi dan kekuasaan ( pengaruh ). Semakin besar kehilangan atau dampak kerugian ekonomi yang ditimbulkan maka perlawanan akan makin kuat. Karena sudah menyangkut kelangsungan hidup. Dan jiwa dan raga akan dipertaruhkan untuk mempertahankannya.

Hal yang sama untuk masalah kekuasaan atau pengaruh. Perlawanan akan sengit ketika kekuasaan atau pengaruh yang sudah lama dimiliki, harus hilang. Diambil alih kelompok baru yang lebih sesuai dengan harapan banyak orang . Tidak ada lagi yang menyanjung-nyanjung. Tidak ada lagi yang bisa diperintah sesuai kehendaknya. Tidak ada lagi fasilitas dan kemudahan kemudiahn yang selama ini dinikmati.

Untuk memberi kekuatan kepada pembawa ajaran agama, dalam menghadapi penolakan dari kaumnya , Tuhan melengkapi para Nabi utusannya dengan kemampuan membuat keajaiban atau mukjizat . 

Dari nabi pertama hingga nabi terakhir hampir semuanya dilengkapi dengan kemampuan membuat keajaiban . Suatu kejadian luar biasa yang diberikan Tuhan kepada seorang nabi yang bertujuan untuk meyakinkan ummatnya agar mengikuti ajaran agama yang dibawanya.

Yang terkenal tentu dari kisah kalangan para nabi yang dikenal dengan julukan Ulul Azmi, yang dikaruniai mujizat yang luar biasa. Seperti Nabi Musa yang tongkatnya dapat membelah laut Merah. Nabi Ibrahim yang tidak terbakar api. Nabi Isa yang bisa menghidupkan orang mati. Atau Nabi Muhammad yang dapat membelah bulan.

Para Nabi tersebut dibekali sebuah mukjizat sesuai dengan level penolakan yang dilakukan oleh kaumnya . Semakin besar tantangan atau penolakan dari suatu kaum , maka mukjizat yang diberikan juga makin luar biasa.

Setelah keajaiban mukjizat itu datang, maka orang -orang yang masih ada kecenderungan kebenaran dalam hatinya, akan mengakui kebenaran ajaran agama tersebut. Kemudian mengikuti ajaran agama yang dibawa. Meninggalkan kepercayaan lama, yang sudah lama diikuti. Atau kembali dari jalan kesesatan menuju jalan yang benar .

Bagi yang sudah menganut ajaran agama tersebut , maka peristiwa ajaib atau mukjizat itu akan meningkatkan keyakinan akan kebenaran agama yang dibawa oleh seorang Nabi. Nabi itu benar benar merupakan utusan Tuhan. Karena dapat melakukan sesuatu yang tidak bisa dilakukan orang kebanyakan.

Namun bila dengan keajaiban sebagai jalan terakhir Tuhan yang halus tidak terketuk juga, maka azablah yang menjadi jalan terakhir. Karena orang orang ini sudah buta mata dan hatinya, tuli pendengarannya, dan dan sudah tidak ada gunanya diberi umur yang panjang . Karena tetap tidak akan kembali ke jalan Tuhan.

Tingkatan Orang Dalam Beragama 

Kebutuhan akan agama sebenarnya suatu hal yang naluriah. Setiap manusia yang mengikuti hati nurani terdalamnya , akan membawa kesadaran untuk beragama.Dan kelompok pengikut hati nurani ini, yang akan mudah untuk mengikuti ajaran agama yang dibawa oleh seorang Nabi.

Tidak ada lagi rasa terpaksa dalam beragama. Karena itu sudah menjadi kebutuhan dalam diri yang harus dipenuhi. Sebelum datangnya agama pun, pengikut hati nurani sudah melakukan praktek praktek kebiasaan yang sudah sejalan dengan nilai-nilai ajaran agama . Tidak ada nilai nilai yang bertentangan. Karena ajaran suatu agama pasti sesuai dengan suara hati nurani terdalam manusia.

Sementara orang yang beragama ketika ada peristiwa keajaiban maka , levelnya termasuk rendah. Karena kesadaran muncul ketika sudah ada penggentar. 

Ada peristiwa keajaiban yang sulit diterima nalar. Bukan muncul dari sebuah kesadaran diri berdasar logika akal yang telah dikaruniakan Tuhan dan dituntun oleh hati nurani. Ada keterpaksaan di dalamnya. Sehingga ketika kekuatan pemaksa itu sudah tidak ada, bisa saja kembali lagi ke kepercayaan yang lama.

Keterpaksaan yang menjadi dasar ini, menjadikan pondasi beragamanya tidak kokoh. Karena kalau keterpaksaan biasanya dikaitkan dengan untung rugi. Kalau mendapatkan keuntungan ajaran agama akan dijalankan . Sementara bila keuntungan sudah tidak ada maka, akan mencari alibi untuk membenarkan perbuatannya yang menyimpang dari ajaran agama.

Dalam sejarah kehidupan agama, akan ditemukan orang yang memeluk suatu ajaran agama karena terpaksa setelah ditunjukkan sebuah keajaiban sebuah mukjizat. Namun ada juga kelompok orang orang yang sudah mengikuti ajaran agama tanpa perlu ditunjukkan sebuah keajaiban.

Mereka menemukan kebutuhan dalam dirinya akan sebuah nilai nilai yang mampu membuat tenang batinnya dari rutinitas kehidupan yang dijalani. Bahkan hati nurani sudah mempertanyakan, terhadap hal hal yang berjalan di masyarakat namun bertentangan dengan suara hatu nurani. Seperti ada yang salah dan harus dihindari.

Kelompok ini, begitu mendengar ajaran agama disampaikan , mereka langsung mengikuti ajarannya. Dan selalu mengatakan bahwa hal itu sudah lama ditunggu . Sudah lama dicari cari. Ajaran yang membuat hati dan pikiran menjadi tenang karena berada dalam keseimbangan.

Mereka sudah merasakan kehadiran Tuhan dalam setiap kesempatan. Dari semua hal yang dilakukan, dijalani, dirasakan Tuhan berada di sana. Tuhan hadir dalam setiap kesempatan. Tuhan sudah hadir di setiap tempat.

Mereka tidak perlu menunggu hal ajaib untuk mempercayai kehadiran Tuhan. Karena dalam hal yang sederhana pun sudah membuatnya menyadari diri dan arti keberadaannya di dunia. Tuhan sudah hadir dalam bentuk kesederhanaan. Karena kesederhanaan adalah sebuah keindahan.

Inilah level tertinggi dalam pengamalan ajaran sebuah agama. Sebuah kesadaran yang tumbuh dari hal hal yang sederhana yang ada di sekitarnya. Peristiwa peristiwa kecil yang terjadi dan dilihat , didengar dan dirasakan setiap hari. Karena dalam kesederhanaan itu pun Tuhan sudah hadir. Dan level ini tidak perlu hal besar atau ajaib untuk membuatnya tunduk dalam ajaran suatu agama.

Dan arah yang dituju dari suatu jaran agama dalah kembalinya manusia ke jalan Tuhan, dengan cara mengugah kesadaran manusia dengan kemampuan logika berupa akal yang telah dikaruniakan. Ini juga yang membedakan keajaiban yang dimiliki Nabi Muhammad sebagai nabi terkahir dibanding nabi nabi yang lain. Yang berupa Alquran yang keajaibannya tetap ada hingga sekarang.

Karean dengan alquran manusia terus diajak untuk berpikir dan menyadari keberadaan dirinya, yang harus selalu ingat kepada Tuhan yang maha pencipta. Tidak harus melalui peristiwa ajaib. Karena dengan memikirkan apa yang ada di sekitar , seharusnya sudah bisa membawa manusia kembali ke jalan Tuhan. Inilah level beragama yang tinggi.

Dan ini mirip dengan kisah sahabat Abu Bakar, ketika disampaikan kabar keajaiban perjalanan isra mikraj Nabi Muhammad. Ketika ditanyakan kepadanya tentang kebenaran peristiwa tersebut . Jangan kan hanya peristiwa Isra Mikraj yang lebih dari itu pun sahabat Abu Bakar akan mempercayainya kalau Muhammad Rosululloh yang menyampaikan.

Level beragama yang tinggi tidak membutuhkan lagi keajaiban  untuk meyakini kebenaran ajarannya, namun keyakinannya sudah kepada Tuhan, sang pemilik kebenaran yang berkuasa mendatangkan keajaiban kapanpun dan dimanapun Dia berkehendak. Bahkan ketika Tuhan tidak mendatangkan sama sekali keajaibannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun