Mohon tunggu...
Adi Triyanto
Adi Triyanto Mohon Tunggu... Buruh - Buruh Sebuah Perusahaan swasta Di Tambun- Bekasi-Jawa Barat

Lahir Di Sleman Yogyakarta Bekerja dan tinggal Di Bekasi

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Penentuan Awal Puasa Seharusnya Tidak Perlu Berbeda

3 April 2022   07:07 Diperbarui: 3 April 2022   08:47 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Sudah menjadi tradisi setiap menjelang bulan Ramadhan    umat muslim  selalu disuguhi sebuah pilihan,  awal puasanya mau ikut siapa  ? Ikut orgainisasi keagamaan NU atau  Muhammadiyah. Atau ikut pemerintah melalui sidang isbat kementrian agama. Bila ikut Muhammidyah biasanya lebih dulu mulainya. Sementara bila ikut NU biasanya menyusul sehari kemudian .

Sama-Sama   Berdasarkan Perhitungan Sains 

Katanya, yang membuat perbedaan awal puasa itu karena metode yang digunakan dua organsasi masa islam  itu berbeda. Muhammiyah lewat lembaga tarjihnya menggunakan metode hisab hakiki. Yakni perhitungan dengan ilmu astronomi/falak untuk menentukan arah tempat, dan waktu untuk ibadah seperti sholat, puasa, dan hari raya.

SedaNgkan organisasi NU menggunakan metode Rukyat wujudi. Yaitu metode penentuan awal bulan islam dengan identifikasi visual secara langsung.Kegiatan ini dilakukan dengan melihat hiala/bulan secara langsung di beberapa titik tempat pada hari ke-29 atau malam ke-30 dari bulan yang sedang berjalan

Meski menggunakan metode yang berbeda , kedua organisasi tersebut sama sama menggunakan peralatan teknologi hasil dari metode ilmiah science yang sama dalam melakukan perhitungan untuk menentukan awal puasa. 

Teknologi adalah peralatan yang didasarkan pada kaidah atau metode  ilmiah yang teruji. Seharusnya  dengan sama sama mengunakan peralatan teknologi   pengamatan dua organisasi besar islam itu  akan menghasilkan hasil yang sama.  Seperti yang tercermin dari hasil pengamatan dua lembaga BMKG dan LAPAN. 

Data pengamatan BMKG  menyebutkan ,Tinggi hilal tertinggi di Indonesia pada 1 April 2022 adalah 2,19 derajat dan dinilai masih sangat rendah (tinggi hilal terendah yang pernah terlihat hilal oleh Tim BMKG sebesar 3,46 derajat). Elongasi terbesar di Indonesia pada 1 April 2022 adalah 6,47 derajat dan dinilai masih sangat rendah (elongasi terendah yang pernah terlihat hilal oleh Tim BMKG sebesar 7,306 derajat).

Pakar astronomi , yang juga mantan kepala Lapan ,  Thomas Jamaludin , yang kini sebagai peneliti Riset Astronomi, astrofisika, pusat Riset BRIN   juga menyatakan dalam blognya ,

"Garis tanggal pada saat maghrib 1 April 2022. Dengan kriteria Wujudul Hilal , Muhammadiyah sudah memutuskan 1 Ramadhan 1443 pada 2 April 2022. Namun, garis tanggal tinggi 2 derajat sedikit di sebelah barat wilayah Indonesia. Artinya, sangat tidak mungkin akan terlihat hilal pada 1 April di wilayah Indonesia, sehingga 1 Ramadhan 1443 berpotensi 3 April 2022," .

Dari data pengamatan sebenarnya sudah diketahui bahwa posisi hilal di tanggal 1 April 2022 di sebagian besar  wilayah indonesia masih di bawah  2 derajat . Ketinggian ini sudah dapat mengkonfirmasi bahwa hilal belum akan terlihat. Karena masih terlalu rendah. Sehingga dengan peralatan teknologi yang cangih pun pada tanggal tersebut tidak akan terlihat. Meski dilihat dari jumlah titik pengamatan yang mencapai 101 lokasi titik rukaytul hilal  di seluruh Indonesia.

Pernggunaan teknologi cangih yang mahal untuk mengkonfirmasi penampakan hilal  menjadi tidak tepat sasaran. Karena hanya untuk melihat sesuatu yang secara ilmiah sudah diketahui hasilnya. Itu ibarat mengharapkan keajaiban  penampakan hilal . Dan tentu tidak mungkin  dapat  melihat hilal yang belum waktunya .

Oleh karena itu  harus diluruskan dulu  pendapat tentang  output teknologi . Jika ada beda penentuan awal puasa, karena  posisi hilal masih di bawah 2 derajat. maka  bukan teknologinya yang salah .  Perhitungan hisab dan konfirmasinya  dengan  rukyat , menunjukkan hasil yang bersesuaian . Tidak saling bertolak belakang .

Penafsiran  Yang  Berbeda

Sekarang menjadi jelas, bahwa sikap terhadap data itulah yang membuat penentuan awal puasa menjadi berbeda tanggal. Sikap yang didasari oleh suatu penafsiran  terhadap sebuah dalil. Dalil yang katanya sama sama kuat. Sama kuatnya dalam  memegang penafsiran  masing masing. Penafsiran  yang berasal dari sumber yang sama yaitu Alquran dan hadist. 

Jadi permasalah tanggal awal berbeda dapat diselesaikan dengan mempertemukan dua penafsiran   yang berbeda tersebut. Dalam sebuah  kesempatan kebenaran itu hanya satu. Kebenaran akan menjadi banyak ketika ditempatkan dalam banyak situasi dan kondisi. Kalau masing masing mengklaim sama sama benar, tentu menjadi hal yang sulit diterima logika. Atau masih berlindung dibalik alasan , bahwa wilayah agama adalah wilayah keyakinan tidak semua bisa dilogikakan ?

Memang beberapa usaha dilakukan untuk menyamakan awal puasa , misalnya dengan unifikasi kalender Hijrah yang sudah dirintis lama. Namun sampai saat ini belum semua organisasi bersepakat untuk menggunakan satu acuan yang sama. Namun usaha ini harus terus dilakukan , agar terwujud satu kalender yang digunakan seluruh umat islam.

Haruskah Berbeda , Tidak Bisakah Disamakan ?

Sekarang kita lihat, output yang dihasilkan oleh adanya  perbedaan  awal puasa . Siapakah yang muncul sebagai pemenang ummat islam  atau justru hanya kelompok tertentu saja ? Ketika tanggal awal puasa berbeda. Siapa yang mulai lebih awal, jawabanya Muhamadiyah. Lalu bila ditanya  siapa yang puasa sehari kemudian  , NU jawabannya.

Dari dua pertanyaan tadi, jawaban  yang muncul adala nama kelompok. Bukan ummat islam. Tentu akan lebih indah ketika, ada pertanyaan , siapa yang mulai berpuasa tanggal 2 April 2022 ? Ummat islam. Ummat islam yang muncul bukan nama suatu kelompok atau organisasi . Itu seharusnya bukan mimpi. Ummat islam sebenarnya ummat yang satu, tentu menjadi hal yang kontradiktif bila masalah kalender hijrah saja sudah berbeda. Apalagi dalam kepetingan  yang lebih besar lagi, tentu makin sulit lagi untuk bersatu.

Memang setiap awal puasa berbeda selalu ditekankan oleh para pemuka agama ,bahwa perbedaan itu rahmat. Perbedaan tanggal dapat  memunculkan rasa saling menghormati saling menghargai. Namun bila sudah ada rasa saling menghormati ,lalu cukup berhenti dititik itu ? Mengapa tidak disempurnakan dengan  mencari titik  temunya ? Memang ada agenda yang lebih penting bagi  organsasi masa umat islam daripada bersatunya ummat islam di seluruh dunia ? Atau justru rasa 'riya organisasi' masih ditempatkan sebagai tujuan utama.

Kita hanya menginginkan sebuah harapan  sederhana , Tidak  muluk muluk. Kita hanya ingin ketika anak kita bertanya kapan mulai puasa , jawabnya tunggal. Hanya menunjuk kepada satu tanggal .Itu akan menjadi jawaban terindah. Sebagai kado dari generasi sekarang  buat mereka, bahwa satu tangga menuju kejayaan Islam sudah terdaki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun