Oleh karena itu harus diluruskan dulu pendapat tentang output teknologi . Jika ada beda penentuan awal puasa, karena posisi hilal masih di bawah 2 derajat. maka bukan teknologinya yang salah . Perhitungan hisab dan konfirmasinya dengan rukyat , menunjukkan hasil yang bersesuaian . Tidak saling bertolak belakang .
Penafsiran Yang Berbeda
Sekarang menjadi jelas, bahwa sikap terhadap data itulah yang membuat penentuan awal puasa menjadi berbeda tanggal. Sikap yang didasari oleh suatu penafsiran terhadap sebuah dalil. Dalil yang katanya sama sama kuat. Sama kuatnya dalam memegang penafsiran masing masing. Penafsiran yang berasal dari sumber yang sama yaitu Alquran dan hadist.
Jadi permasalah tanggal awal berbeda dapat diselesaikan dengan mempertemukan dua penafsiran yang berbeda tersebut. Dalam sebuah kesempatan kebenaran itu hanya satu. Kebenaran akan menjadi banyak ketika ditempatkan dalam banyak situasi dan kondisi. Kalau masing masing mengklaim sama sama benar, tentu menjadi hal yang sulit diterima logika. Atau masih berlindung dibalik alasan , bahwa wilayah agama adalah wilayah keyakinan tidak semua bisa dilogikakan ?
Memang beberapa usaha dilakukan untuk menyamakan awal puasa , misalnya dengan unifikasi kalender Hijrah yang sudah dirintis lama. Namun sampai saat ini belum semua organisasi bersepakat untuk menggunakan satu acuan yang sama. Namun usaha ini harus terus dilakukan , agar terwujud satu kalender yang digunakan seluruh umat islam.
Haruskah Berbeda , Tidak Bisakah Disamakan ?
Sekarang kita lihat, output yang dihasilkan oleh adanya perbedaan awal puasa . Siapakah yang muncul sebagai pemenang ummat islam atau justru hanya kelompok tertentu saja ? Ketika tanggal awal puasa berbeda. Siapa yang mulai lebih awal, jawabanya Muhamadiyah. Lalu bila ditanya siapa yang puasa sehari kemudian , NU jawabannya.
Dari dua pertanyaan tadi, jawaban yang muncul adala nama kelompok. Bukan ummat islam. Tentu akan lebih indah ketika, ada pertanyaan , siapa yang mulai berpuasa tanggal 2 April 2022 ? Ummat islam. Ummat islam yang muncul bukan nama suatu kelompok atau organisasi . Itu seharusnya bukan mimpi. Ummat islam sebenarnya ummat yang satu, tentu menjadi hal yang kontradiktif bila masalah kalender hijrah saja sudah berbeda. Apalagi dalam kepetingan yang lebih besar lagi, tentu makin sulit lagi untuk bersatu.
Memang setiap awal puasa berbeda selalu ditekankan oleh para pemuka agama ,bahwa perbedaan itu rahmat. Perbedaan tanggal dapat memunculkan rasa saling menghormati saling menghargai. Namun bila sudah ada rasa saling menghormati ,lalu cukup berhenti dititik itu ? Mengapa tidak disempurnakan dengan mencari titik temunya ? Memang ada agenda yang lebih penting bagi organsasi masa umat islam daripada bersatunya ummat islam di seluruh dunia ? Atau justru rasa 'riya organisasi' masih ditempatkan sebagai tujuan utama.
Kita hanya menginginkan sebuah harapan sederhana , Tidak muluk muluk. Kita hanya ingin ketika anak kita bertanya kapan mulai puasa , jawabnya tunggal. Hanya menunjuk kepada satu tanggal .Itu akan menjadi jawaban terindah. Sebagai kado dari generasi sekarang buat mereka, bahwa satu tangga menuju kejayaan Islam sudah terdaki.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI