Lain halnya ketika , apa yang dalam tubuh diukur dengan alat alat bantu pendeteksi kinerja sel, semua indikator dan dan levelnya terlihat jelas. Dan dokter bisa mengambil kesimpulan diagnosanya dengan tepat.
Suatu saat yang lain seorang gadis , bingung menentukan pilihan di antara dua calon suami yang sama, sama baiknya. Masing masing calon memiliki kelebihan dan kekurangan masing masing.Â
Dan setelah melewati berpikir yang dan menimbang perasaan yang ada , sang gadis memilih salah satu di antara keduanya. Sementara sang gadis tidak tahu persis level atau tingkat kelebihan yang membedakan antara keduanya. Dan pilihan sang gadis , bisa saja salah.Â
Yang memunculkan penyesalan di kemudian hari. Namun dengan adanya alat yang bisa memantau kinerja sel-sel tubuh level kebahagiaan yang di rasa dan terukur, ternyata yang lebh tinggi skornya justru yang tidak dipilih.Â
Padahal kemungkinan bahagianya lebih besar. Akhirnya pertanyaan apakah perasaan masih bisa ditempatkan sebagai otoritas tertinggi sebagai wakil seorang individu. Atau harus obyektif semua berdasarkan data empiris yang terukur ?
Dunia angka. Dunia yang kaku. Dunia tanpa kompromi. Dunia yang semua bisa diukur dengan angka. Dunia yang empiris . Dunia yang bisa dilihat dengan serba terang. Tanpa ada samar samar.Â
Dunia angka juga bergerak dengan cepat. Semua diburu waktu. Tidak boleh ada lagi santai menikmati keadaan sesuai suasana hati. Dunia yang hanya menduga duga. Yang satu fakta bisa memiliki banyak suara.
Dunia angka adalah dunia yang kini ada di depan kita . Dunia yang tak pernah berhenti sebentar untuk tersenyum. Tidak juga sempat meluangkan waktu untuk menangis. Dunia yang keji. Dunia yang tidak memiliki empati. Tetapi itulah yang harus kita hadapi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H