Mohon tunggu...
Adi Triyanto
Adi Triyanto Mohon Tunggu... Buruh - Buruh Sebuah Perusahaan swasta Di Tambun- Bekasi-Jawa Barat

Lahir Di Sleman Yogyakarta Bekerja dan tinggal Di Bekasi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Takdir sebagai Kambing Hitam Sebuah Kegagalan

5 Oktober 2020   05:45 Diperbarui: 5 Oktober 2020   05:56 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pembahasan tentang takdir dari jaman agama lahir hingga kini tak pernah ada akhirnya. Yang mendasarkan pendiriannya pada kekuasan mutlak Tuhan tidak pernah kehabisan alasan untuk membuktikan bahwa takdir manusia sudah ditentukan Tuhan. 

Sementara yang mendasarkan diri manusisa diberi wemenang penuh menentukan masa depannya berdasar potensi akalnya juga tidak pernah kehabisan alasan bahwa mereka yang benar. 

Perdebatan ini sebenarnya tidak bermasalah. Alias baik baik saja. Karena merupakan proses pendewasaan kualitas pemahaman tafsir ayat ayat Tuhan dalam beragama. 

Yang menjadi masalah ketika kemudian pengertian takdir yang salah dijadikan kambing hitam sebuah kegagalan . Menjadi sasaran tembak bila keinginan tidak tercapai. Karena banyak kejadian , kegagalan bukan disebabkan oleh Tuhan telah menakdirkan gagal, tetapi karena kurang besarnya usaha.

Dalam sebuah ayatnya. Tuhan, berfirman, "Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum, sampai kaum itu merubah nasibnya sendiri ". Dari ayat ini, memberikan suatu ketentuan atau formula bahwa nasib bisa diperjuangkan. Ingin seperti apa nasib yang akan diharapkan seperti itu pula usaha yang harus menyertainya. 

Dari ayat ini juga tersirat sebuah arti bahwa, ada formula, untuk mendapatkan suatu hasil maka, angka yang dimasukkan dalam formula harus sesuai. Dan kemampuan untuk memasukkan angka paling maksimal itulah, letaknya atau porsinya yang harus dipenuhi oleh usaha. 

Seberapa besar angka yang dimasukkan dalam formula sebesar itu pula hasil yang akan dihasilkan. Itu merupakan hukum Tuhan. Hukum yang bersifat universal. Yang berlaku untuk seluruh makhluk-Nya di bumi.

Pertanyaanya , dimana letak batas usaha yang harus dilakukan. Karena ada yang merasa sudah berusaha semaksimal mungkin. Semua potensi sudah dicurahkan. Energi dan waktu diberikan. 

Namun kesuksesan belum juga menyambangi . Sementara menurut mereka, ada yang usahanya sedikit atau biasa biasa saja tetapi mendapat kesuksesan. Yang akhirnya memunculkan perasaan untuk menyerah. Bahkan terjebak ke arah fatalisme . Kemudian menghibur diri, takdirku memang begini. Itulah yang banyak terjadi. 

Banyak yang sudah menyerah sebelum sampai ke ujungnya. Menyerah sebelum memberikan usaha yang terbaik. Ada yang yang sudah mencoba sembilan kali, kemudian menyerah, padahal bila mencoba sampai kesepuluh Tuhan memberikan keberhasilan disitu.

Mengenai batas usaha yang harus dilakukan untuk menggapai kesuksesan, apa yang dinyatakan Albert Einstein bisa memberi jawabnya. Di jaman yang yang serba ilmiah ini , apa yang dikatakan Einstein bisa memberi kepuasan terhadap rasio yang mencoba mencari jawaban yang bisa diterima logika. 

Tidak sekedar dogma agama, yang langsung di bawa ke wilayah kemutlakan kekuasaan Tuhan. Albert Einstein mengatakan, " Bahwa kamu tidak akan pernah gagal sampai kamu berhenti berusaha ". ( You never fail, until you stop trying ) . 

Peluang untuk berhasil atau sukses itu dimiliki oleh seluruh ummat manusia. Yang terus berjuang tanpa henti, mengerahkan kemampuan terbaik . 

Merekalah yang berhak meraih kesuksesan. Sementara yang berjuang ala kadarnya, atau malah berhenti berjuang, maka kesuksesan itu tidak akan pernah diraih . Karena banyak yang membuat gagal dalam mencapai kesuksesan itu bukan terlalu tingginya cita cita atau keinginan tetapi kurang besarnya semangat atau usaha untuk memperjuangkannya.. 

Pepatah mengatakan, Usaha tidak pernah mengkhianati hasil . Tidak pernah satu kalipun ada peristiwa dalam sejarah, orang yang berjuang sekedarnya berhasil meraih prestasi yang dibanggakan ummat manusia di dunia. 

Dan sebenarnya dunia ini adalah proses berusaha yang tak pernah berakhir. Jangan pernah galau dengan hasil, bila proses usahanya sudah benar. Bila usaha sudah benar maka hasil yang sesuai harapan hanya masalah waktu.

Lalu apa yang dimaksud dengan nasib manusia di tangan Tuhan ? Tuhan sudah menentukan takdir bagi setiap hamba-Nya ? Bukankah Tuhan berkuasa mutlak menentukan takdir setiap makhluk di dunia ini ? 

Bila manusia bisa menentukan nasibnya sendiri dengan usaha, lalu dimana letak kemutlakan kekuasaan Tuhan? Kalau Tuhan mutlak berkuasa terhadap semua makhluknya itu sudah pasti. Tidak perlu diperdebatkan lagi. Tetapi cara atau teknisnya bagaimana itu yang tidak diketahui dengan pasti. dikarenakan keterbatasan kemampuan manusia. 

Ada banyak kemungkinan yang bisa dilakukan Tuhan. Tetapi yang jelas tidak akan melanggar hukum universal. Tuhan yang menciptakan hukum itu , maka Tuhan pun berketetapan untuk menjalankannya. 

Dan bila ada suatu kejadian yang , terlihat seperti bertentangan dengan kebenaran universal, maka sebenarnya bukan Tuhan yang melanggar hukum itu, tetapi karena keterbatasan akal manusia untuk memahaminya. Alias ada faktor faktor lain dari hukum universal yang masih belum diketahui manusia.

Terkait hal ini, menarik apa yang dinyatakan oleh mendiang Gus Dur ( Abdurahman Wahid ) mantan presiden RI keempat. Penentuan nasib manusia di tangan Tuhan, menurut Gus dur merupakan cara bagi Tuhan untuk menghilangkan rasa kecewa ummat manusia ketika semua keinginannya tidak bisa terpenuhi.

Takdir adalah sebuah titik ketika kita berhenti berusaha. Setiap kita bergerak untuk melakukan usaha maka sebenarnya kita telah bergerak dari kemungkinan satu takdir ke takdir yang lain. karena takdir sebenarnya merupakan ujung dari setiap pilihan yang telah kita buat. 

Maka ketika sebuah kegagalan atau ketidak suksesan datang , maka bukan sebuah sikap yang bijak bil menyalahkan takdir. Yang seharusnya kita salahkan adalah mengapa kita membuat pilihan yang salah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun