Mohon tunggu...
Inovasi Pilihan

Susahkah Menghargai Karya Anak Bangsa?

20 Februari 2016   21:08 Diperbarui: 20 Februari 2016   21:36 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Akhir-akhir ini, banyak karya-karya baru yang diciptakan oleh anak bangsa. Sebagai bangsa Indonesia kita patut bangga bahwa anak bangsa mampu mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia melalui karya dan inovasi yang mereka kerjakan. Hal ini membuktikan bahwa bangsa Indonesia sebenarnya mampu bersaing dengan negara-negara lain di dunia.

Selayaknya pemerintah Indonesia mampu menyokong dan mendukung karya-karya anak bangsa agar mampu dikembangkan supaya menjadi karya yang lebih baik. Namun berlakukah hal ini di Indonesia?

Nampaknya inovasi dan karya bangsa ini kerap dipandang sebelah mata oleh pemerintah. Pemerintah cenderung kurang menghargai karya anak bangsa. Banyak karya yang seakan-akan dilalaikan dan digantung statusnya, bahkan ada pula yang ditolak.

Misalnya, Ricky Elson, seorang anak bangsa yang membuat mobil listrik di Indonesia. Ia ditarik oleh mantan menteri BUMN, Dahlan Iskan, untuk mengembangkan mobil listrik buatannya. Namun karena tidak lolos uji emisi maka terpaksa mobil listrik yang dinamakan "SELO" ini dilarang untuk produksi masal. Kemudian proyek mobil ini terpaksa berhenti dan belum ada kepastian dari pemerintah untuk mengembangkan proyek ini.

Proyek ini kemudian dilirik oleh negara Malaysia bahkan Malaysia siap memfasilitasi dan mendanai pengembangan mobil listrik tersebut. Namun karena Ricky cinta dengan tanah airnya ia bahkan harus bernegosiasi agar produknya tetap menjadi "Made In Indonesia" bukan "Made In Malaysia". Pada akhirnya ia harus kembali ke Jepang dimana ia bekerja pertama kali.

Adapula film karya anak bangsa yakni "Battle of Surabaya" yang pada awalnya sempat ditolak di Indonesia. Tidak ada stasiun televisi yang mau menanyangkan film ini. Beruntung, bahwa film ini mencapai ke telinga Disney. Disney sangat mengapresiasi film animasi ini, bahkan siap untuk mengajak kerjasama. Akibatnya film ini "boom" di luar negeri dan mampu meraih penghargaan dari luar negeri. Setelah itu akhirnya bioskop siap menanyangkan film animasi tersebut pada Agustus 2015.

Baru-baru ini adapula kasus bahwa seorang penemu ECCT (Electro-Capasitive Cancer Theraphy), Dr. Warsito Purwo Taruno, harus hijrah ke Polandia setelah karyanya di tolak di Indonesia. Ia pada akhirnya melanjutkan penelitiannya di Warsawa, Polandia. Alat ini bisa mendeteksi dan menyembuhkan kanker. Karya ini seharusnya bisa berguna apabila memang pemerintah siap memberi bantuan fasilitas penelitian lebih lanjut dan mengakui alat ini sebagai buatan anak bangsa.

3 contoh diatas merupakan sebagian kecil dari bukti tidak ada penghargaan bagi karya-karya anak bangsa di Indonesia. Sebenarnya, masih banyak lagi karya-karya anak bangsa yang malah justru dipatenkan oleh negara lain. Sebenarnya salah siapakah ini? Apakah salah anak bangsa karena tidak cinta tanah air ataukah salah pemerintah yang seakan-akan memandang sebelah mata karya-karya anak bangsa? Apakah ini adalah bentuk keegoisan para pemangku jabatan yang tidak peduli akan bangsa tetapi peduli akan harta benda bagi dirinya sendiri? Kemudian apakah kita baru akan mengakui karya anak bangsa setelah negara lain mengakui karya anak bangsa kita?

Semoga saja di masa yang akan datang, pemerintah mampu untuk mengakui dan mengapresiasi karya-karya anak bangsa. Dengan cara inilah Indonesia akan menjadi negara yang lebih maju karena penemuan-penemuan yang diciptakan anak bangsa dipatenkan di negeri sendiri, tidak di negeri lain. Maka Indonesia mampu memasarkan teknologi-teknologi canggih ke negara lain sehingga makin meningkatkan perekonomian bangsa. Dengan meningkatnya perekonomian bangsa harapannya adalah bangsa Indonesia menjadi lebih sejahtera.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun