Mohon tunggu...
Aditia Ferdi Tombuku
Aditia Ferdi Tombuku Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Perkenalkan, saya Tom seorang mahasiswa dengan minat studi hukum, hobi saya menulis Sajak, ber-musik dan berolahraga. ketertarikan saya membuat sajak memaksa saya lebih memperluas wawasan dalam memandang dunia. Dalam beberapa pembahasan mengenai hukum, saya tertarik membahas isu ke tata negaraan yang sedang hangat di perbincangkan dalam sudut pandang yang berbeda.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hak Angket: Peluang Bahan Politik Masa Depan dalam Perebutan Kekuasaan

12 Maret 2024   12:14 Diperbarui: 12 Maret 2024   12:25 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: www.pexels.com

Pemilihan Umum Pada Tahun 2024 telah dilaksanakan pada Tanggal 14 Februari lalu, namun demikian kondisi politik di negara indonesia terbilang cukup memanas sampai dengan hari ini,  hal ini dapat dilihat dari respon masyarakat menyikapi hasil hitung cepat yang menimbulkan kecurigaan atas kecurangan, pengungkitan kembali masalah etika penyelenggaraan pemilu, ketidaknetralan presiden sebagai orang nomor satu negara dan lain sebagainya. Problematika-problematika tersebut kemudian mengarah atau diarahkan pada satu kata, yaitu "Angket". Hak angket baru-baru ini menjadi isu yang hangat di bicarakan sebagai upaya pencarian kebenaran pada pemilu tahun 2024 di Indonesia.  

Didalam Pasal 20A Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa: "Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interplasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat."

Pengertian dari hak angket menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yaitu: " Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan." perlu kita pahami bersama bahwa adanya undang-undang ini merupakan perwujudan dari prinsip check and balances yaitu pengawasan legislatif pada eksekutif sebagai salah satu bentuk hubungan antar cabang kekuasaan agar tidak terjadi penyelewengan kekuasaaan atau ebuse of power.

Terdapat beberapa persyaratan yang perlu di penuni dalam pengajuan hak angket berdasarkan pada Undang-Undang MD3, yang terdapat pada bagian Hak Angket.

 

Hal yang di Angket dan objek angket

Hal yang di Angket dalam indikasi terjadinya kecurangan pemilu pada tahun 2024 adalah ketidaknetralan Presiden dan beberapa pejabat pembantu Presiden, juga dugaan penggunakan fasilitas negara untuk berkampanye yang potensial merugikan pasangan calon lainnya. Larangan menggunakan fasilitas kenegaraan dalam proses berkampanye telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, yang terdapat pada pasal 304 Ayat (1) yang menyebutkan bahwa dalam melaksanakan kampanye, presiden dan wakil, pejabat negara, pejabat daerah dilarang menggunakan fasilitas negara. Selanjutnya dilanjutkan pada Ayat (2) yang menyatakan bahwa fasilitas negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: sarana mobilitas, seperti kendaraan dinas meliputi kendaraan dinas pejabat negara dan kendaraan dinas pegawai, serta alat transportasi dinas lainnya. Namun pada faktanya di jumpai beberapa fasilitas-fasilitas seperti mobil kepresidenan yang terindikasi dipergukan sebagai alat untuk berkampanye yang tentu saja hal ini dapat dilihat sebagai tindakan mempromosikan salah satu pasangan calon.  

Selanjutanya, adalah fakta ketidaknetralan Presiden Joko Widodo yang dimana posisinya beliau masih menjabat sebagai Presiden Negara Republik Indonesia Periode 2019-2024. Meski beliau tidak mengatakan secara tegas pada saat itu siapakah yang akan ia dukung, namun masyarakat umum secara tidak langsung terarah pada salah satu pasangan calon yang dimana terdapat keterkaitan erat dengan Presiden Joko Widodo yaitu anak kandung dari Presiden Joko Widodo yang mencalonkan diri Menjadi Wakil Presiden Pasangan Calon nomor urut 2. Hal ini berpotensi melanggar Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2023 Tentang Kampanye Pemilihan Umum, Pada Pasal 73 yang berisi " Pejabat negara, pejabat daerah, aparatur sipil negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional, kepala desa/lurah atau sebutan lain dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu."

Objek dalam Isu Angket ini adalah Presiden dan Beberapa pejabat pembantu presiden yang terindikasi melakukan tindakan yang tidak netral atau menguntungkan sebelah pihak pasangan calon pada Pemilu tahun 2024.

 

Akibat Hukum Keberhasilan Hak Angket

Menurut Seorang dosen Pendidikan Kewarga negaraan, Harnanto Widodo memaparkan bahwa, pada dasarnya hao angket membawa dampak yang cukup singnifikan dalam pengunaanya, hal ini di karenakan sifat dari tindakan penyidikan itu sendiri yang akan menggali kebenaran yang terjadi di negara ini.

Prof. Jimly Asshiddiqie dalam podcast-nya bersama Deddy Corbuzier dalam channel Youtube Milik Deddy Corbuzier menyatakan bahwa angket adalah upaya pemindahan kemarahan dan kekecewaan di ruang publik pindah dari jalanan ke ruang sidang. Ia menerangkan bahwa hal ini adalah hal yang bagus agar dapat meminimalisir aksi-aksi di pinggir jalan seperti melakukan demo dan bakar-bakar ban.

Prof. Mahfud MD, seorang pakar hukum tata negara dan salah satu calon wakil presiden pada Pemilu tahun 2024, menyatakan bahwa DPR memiliki hak menggunakan Hak Angket untuk melakukan penyelidikan apabila terdapat dugaan kecurangan dalam pelaksanaan Pemilu Tahun 2024. Namun demikian beliau menegaskan bahwa Hak Angket tidak akan berpengaruh apapun terhadap Hasil Pemilu.

Prof. Yusril ihza Mahendra berpendapat bahwa fakta ketidakpuasan pada Pemilu sudah seyogyanya diselesaikan di Mahkamah Konstitusi, dan bukan melalui Hak Angkeat DPR. Hal ini dikarenakan UUD NRI Tahun 1945 telah memberikan peraturan khusus terhadap perselisihan hasil pemilu yang diselesaikan melalui MK, dengan produk hukum berupa putusan yang bersifat final dan mengikat. Beliau juga mengatakan bahwa "hasil angket pun hanya berbentuk rekomendasi, atau paling jauh adalah pernyataan pendapat DPR".

Berdasarkan pandangan dari para ahli di atas dapat kita lihat bahwa kecil potensinya terdapat dampak langsung pada Sistem Ketatanegaraan di indonesia hal ini diperkuat lagi dengan lama waktu proses dari angket tersebut dan persyaratan-persyaratan yang harus di penuhi bahkan sangat kecil kemungkinannya apabila dampak dari keberhasilan hak angket ini bermuara pada "Pemakzulan" Presiden Joko Widodo. Namun demikian, menurut pendapat saya terwujudnya Pelaksanaan Hak Angket dapat membuka ruang pembelajaran dan ilmu baru bagi masyarakat tentang kebenaran yang terjadi di dalam pemerintahan. bukan hanya itu saja, apabila angket berhasil di wujudkan, hal ini berpotensi memberikan keuntungan politik pada beberapa pihak yang bersebrangan dengan pihak yang di angket. Setelahnya bukan tidak mungkin bila isu ini akan di angkat kembali pada saat pemilihan umum selanjutnya yang akan dilaksanakan pada tahun 2029.


Kesimpulan

Pada dasarnya angket adalah hak istimewa yang dimiliki oleh DPR guna tindakan penyelidikan yang kewenangannya di atur berdasarkan Undang-Undang MD3 dan merupakan perwujudan dari prinsip Check and Balences. Isu yang dapat di angket dalam hal ini adalah mengenai indikasi ketidaknetralan presiden dan beberapa pejabat pembantu presiden. Tindakan ketidaknetralan itu juga dapat melanggar Pasal 73 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2023 Tentang Kampanye Pemilihan Umum. Pada Teorinya walalupun jika angket ini di wujudkan, sangat kecil sekali potensinya bisa mengubah hasil dari pemilihan umum, putusan MK, dan KPU. Namun demikian Terwujudnya penerapan Hak Angket tersebut dapat menjadi pembelajaran dan ilmu baru bagi masyarakat tentang kebenaran yang terjadi di dalam pemerintahan. bukan hanya itu saja, apabila angket berhasil di wujudkan, hal ini berpotensi memberikan keuntungan politik pada beberapa pihak yang bersebrangan dengan pihak yang di angket. Setelahnya bukan tidak mungkin bila isu ini bisa saja di angkat kembali pada saat pemilihan umum selanjutnya yang akan dilaksanakan pada tahun 2029 untuk menjatuhkan lawan politik terkait.


Daftar Pustaka

Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2023 Tentang Kampanye Pemilihan Umum

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun