Sebagai generasi yang lahir dipertengahan tahun 1980--1990. Saya adalah termasuk generasi yang merasakan dua era (menurut saya). Yakni di era 90an, era ini mungkin terkenal dengan berbagai kenangan-kenangan permainan yang belum tersentuh kemajuan teknologi, bahkan karena keunikannya itu acapkali kebiasaan anak era 90an dijadikan "meme" media sosial saat ini. Nah bagi saya yang ketika ditahun 90an itu berumur sekitar belasan tahun. Pastilah sangat merasakan pengalaman tersebut.
Era berikutnya, sering kali kita mendengar istilah generasi millennial. Saya yang kelahiran 80an, bisa dibilang tidak muda lagi, tapi secara tidak langsung "terpapar" oleh generasi millennial. Kadang saya merasa tingkah pola laku saya seperti anak millennial sekarang. Katanya anak millennial itu maunya serba praktis contoh dalam hal belanja maunya secara online,barangnya mesti branded kalau bisa buatan luar negeri dan hal-hal praktis lainnya.
Lalu bagaimana efeknya bagi saya dengan perpaduan 2 era ini. Flashback ke belakang, di tahun 90an tepatnya 1998 negara kita Indonesia merasakan yang namanya dampak krisis ekonomi. Saya saat itu masih berumur memasuki belasan tahun. Belum paham betul apa penyebab krisis moneter, yang saya ketahui rupiah melemah, harga-harga melambung tinggi dan kita disuruh mencintai Rupiah, bahkan dibikinkan lagu "AKU CINTA RUPIAH".
Sekarang saya sudah berumur kepala 3 (tiga), disatu sisi saya masih gemar mengikuti trend anak milenial seperti ingin sesuatu serba praktis, ingin konsumtif, dan lainnya. Namun ketika saya melihat kedepan timbul keinginan untuk "savety",tidak ingin kejadian seperti krisis moneter menimpa diri saya. Secara finansial saya ingin aman, seandainyapun keadaan ekonomi Negara tidak aman setidaknya untuk diri saya sendiri saya mampu bertahan.
Maka secara tidak langsung saya berusaha mengontrol "apa yang harus saya beli" atau saya mesti memikirkan "bagaimana saya harus membeli." Inilah yang saya namakan merasakan 2(dua) era '90an dan millennial.
Perlu kita ingat ketika satu orang atau kita memulai dari diri kita sendiri untuk "sehat" secara finansial setidaknya dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi negara kita.
Terkait hal menjaga finansial, Saya memiliki cerita sederhana mengenai membeli sepatu. Sebagai pekerja kantoran tentu kita dituntut untuk berpenampilan enak dipandang mulai dari kepala sampai kaki,"lagi-lagi" sebagai generasi yang terpapar millenial, timbul keinginan untuk membeli sepatu branded,biar dianggap keren, walau waktu itu saya ditempatkan di kabupaten,rasa ingin membeli itu ada, karena bisa belanja secara online .Â
Semakin saya memilih-milih semakin banyak terlihat sepatu yang bagus di internet. Ketika saya dibingungkan dengan pilihan di internet, saya teringat di kabupaten tempat saya bekerja ada toko jual sepatu kantor Tempahan yang slogannya itu HANDMADE asli buatan lokal yang skalanya termasuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
Pada akhirnya saya memutuskan membeli sepatu disana, waktu itu pemikiran saya masih sederhana,ingin berhemat, tidak perlulah membeli sepatu branded lagian saya tidak kemana-mana. Lagipula ini murah desainnya pun tidak jelek. Harganya juga terjangkau.
Ternyata setelah saya memakai sepatu itu. Kualitasnya sangat baik, sepatu itu tahan sedikitnya selama 3 tahun, saya juga tidak malu memakainya ternyata tidak semua orang akan memerhatikan merek sepatu kita.