KITA mungkin pernah membaca buku Laskar Pelangi karangan Andrea Hirata atau mungkin menonton filmnya. Kisah Ikal tokoh utama diceritakan tinggal di Belitung. Dalam bukunya Andrea juga menyebutkan bahwa Belitung kaya akan Timah dan saat Perusahaan Timah masih beroperasi, perekonomian daerah tersebut baik. Namun ketika harga Timah Dunia anjlok, masyarakat yang menggantungkan perekonomiannya dari pertambangan jatuh miskin.
Hal serupa terjadi di Kota Sawahlunto Sumatera Barat, kota ini terkenal sebagai penghasil Batubara, Sekitar tahun 1998-an PT. Bukit Asam tiba-tiba menghentikan pertambangan Batubara, seketika denyut jantung kota ini terhenti. Ribuan keluarga pekerja tambang eksodus meninggalkan kota ini. Sawahlunto menjadi kota mati.
Sebenarnya lingkungan pertambangan dapat dilakukan reklamasi, reklamasi yaitu usaha pemulihan untuk mengembalikan kondisi lahan pasca penambangan.
Pada tambang Batubara, seiring kemajuan bioteknologi bekas galian tambang dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian untuk jenis tanaman tertentu ataupun dapat juga untuk budidaya perikanan.
Selagi proses Reklamasi berjalan, daerah tersebut juga dapat melihat nilai ekonomis berupa aspek Pariwisata yang nilai keuntungan ekonominya bisa dikatakan takkan pernah Habis. Ini yang dilakukan Kota Sawahlunto, tidak berlarut-larut dalam keterpurukan, di awal abad 21 kota ini mencanangkan visi menjadi “Kota Wisata Tambang Yang Berbudaya.” tidak lengkap rasanya ke Sumatera Barat jika belum mengunjungi SAWAHLUNTO.
[caption caption="suguhan masuk kota sawahlunto gambar dari google"][/caption]
[caption caption="petunjuk lokasi wisata"]
[caption caption="patung pekerja tambang "]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H