"Tidak!"
"LARI! LARI!
Suara itu mengagetkanku. Itu terdengar seperti ancaman dan paksaan.
Salju segar setinggi setengah meter membuat hampir tidak mungkin untuk berjalan apalagi berlari. Di beberapa titik, tinggi salju hampir se-dada.
Mungkin jika aku terbaring diam. Tenggelam mengikuti salju. Jangan bergerak. Berpura-pura mati suara-suara itu akan hilang. Aku terbaring diam selama berjam-jam. Aku kedinginan sampai ke tulang-tulangku tapi aku sebaiknya tidak bergerak.
Tiba-tiba, “LARIIIII!” Kata itu bergema di hutan, melewati pepohonan, terpatri di otakku.
Angin telah bertindak. Langit menjadi gelap, dingin, suram dan mendung. Hangatnya matahari menghilang ke dalam jurang yang gelap. Perasaan ngeri mengikuti udara yang dingin. Rasa dingin yang mengganggu merayap ke seluruh tubuhku.
"LARI!"
Angin yang menyengat menyebarkan badai salju, mengangkat dan memutar uap beku yang mengganggu pandanganku. Merangkak melalui tumpukan salju yang sangat tebal, saya mencoba menenangkan diri. Aku berusaha berdiri, lalu aku jatuh, aku berdiri lagi, aku jatuh. Akhirnya, setelah mengumpulkan tekad saya perlahan berdiri. Saya mulai berjalan. Langkahku pendek tapi penuh dengan kehati-hatian. Kakiku yang dulu kuat sekarang lemah, dan rasa sakit menjalar seperti sakit gigi yang berdenyut-denyut.
"Terus bergerak." Aku berbisik keras. "Ini tidak sakit!."
Suara itu muncul entah dari mana, “LARI! LARI! JANGAN BERHENTI!”