Mohon tunggu...
aditia khadafi
aditia khadafi Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

mudah bergaul

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bank BCA Tidak Bersih-bersih Amat

7 September 2015   13:28 Diperbarui: 7 September 2015   13:57 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bank yang berlabel bank swasta terbesar di Indonesia ini rupanya tidak bersih-bersih amat. Bank BCA terlibat skandal korupsi pajak bernilai ratusan miliar rupiah, selain keterlibatannya pada skandal korupsi pajak, bank BCA juga sebelumnya terlibat dalam skandal korupsi BLBI yang bernilai ratusan triliun.

Keterlibatan bank BCA pada skandal korupsi pajak sejatinya mulai tercium KPK sejak tahun 2004. Namun baru mulai meledak ketika pada bulan Mei tahun 2014 lalu KPK menaikkan status kasus korupsi pajak Bank BCA ke tahap penyidikan dengan tersangka Hadi Poernomo.

Pajak yang Bank BCA korupsi ialah pajak atas transaksi kredit macet atau non performing loan dengan BPPN senilai Rp 5,7 triliun pada tahun 1999 hingga 2003. Atas transaksi tersebut BCA dikenakan pajak sebesar RP 375 miliar.

Pangkal perkara kasus ini bermula saat lembaga yang hadi pimpin tengah memeriksa laporan keuangan Bank BCA pada tahun 2002. Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa Bank BCA mencatatkan laba fiscal sebesar Rp 174 miliar. Namun ketika Direktorat Pajak Penghasilan (PPh) memeriksa laporan tersebut rupanya laba fiscal yang harusnya Bank BCA cantukan adalah sebesar Rp 6,7 triliun.

Pembengkakan angka tersebut bersumber dari transaksi kredit yang Bank BCA terima dari BPPN sebesar Rp 5,7 triliun. Setelah direvisi oleh Direktorat PPh, Bank BCA diharuskan membayar pajak atas transaksi dengan BPPN sebesar Rp 375 miliar.

Dikenai pajak sebesar itu kemudian Bank BCA mengajukan permohonan keberatan pajak. Direktorat PPh kemudian melakukan kajian atas permohonan yang Bank BCA ajukan selama hampir setaun. Pada 13 Maret 2004, Direktorat PPh menerbitkan surat yang berisi hasil telaah mereka atas keberatan pembayaran pajak yang diajukan PT Bank BCA. Surat tersebut berisi kesimpulan PPh bahwa pengajuan keberatan pajak BCA harus ditolak.

Surat berisi kesimpulan tersebut kemudian diserahkan kepada Dirjen Pajak saat itu, Hadi Poernomo. Namun, pada 18 Juli 2004, Hadi selaku Dirjen Pajak ketika itu justru memerintahkan Direktur PPh untuk mengubah kesimpulan. Melalui nota dinas tertanggal 18 Juli 2004, kata Abraham, Hadi diduga meminta Direktur PPh untuk mengubah kesimpulannya sehingga keberatan pembayaran pajak yang diajukan PT Bank BCA diterima seluruhnya.

Dan pada hari itu juga Hadi diduga langsung mengeluarkan surat keputusan ketetapan wajib pajak nihil yang isinya menerima seluruh keberatan BCA selaku wajib pajak. Dengan demikian, tidak ada lagi waktu bagi Direktorat PPh untuk memberikan tanggapan yang berbeda atas putusan Dirjen Pajak tersebut.

Selain itu Hadi juga mengabaikan fakta materi mengenai materi keberatan yang diajukan bank lain dengan permasalahan yang sama persis dengan Bank BCA. Permohonan keberatan pajak yang diajukan Bank lain ditolak sedangkan Bank BCA diterima, padahal memiliki permasalahan yang sama.

Aksi Hadi Poernomo diduga karena adanya pemberian gratifikasi dari Bank BCA agar permohonan pajaknya Hadi kabulkan.

Referensi :
1. http://nasional.kompas.com/read/2014/04/21/1929221/Ini.Detail.Kasus.Dugaan.Korupsi.Pajak.yang.Menjerat.Hadi.Poernomo
2. http://www.tribunnews.com/nasional/2014/05/01/ppatk-selidiki-transaksi-mencurigakan-hadi-poernomo
3. http://skalanews.com/berita/detail/174896/KPK-Temukan-Indikasi-Gratifikasi-dari-BCA-ke-Hadi-Poernomo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun