Mohon tunggu...
Aditya Rahman
Aditya Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Komunitas Ranggon Sastra

Jalan pulang adalah tujuan yang remang-remang

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Balada Juleha

10 Mei 2023   18:03 Diperbarui: 10 Mei 2023   18:10 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Juleha..
Hanya kue yang dapat kau sisakan untuk anakmu
Saat Jakarta diguyur keringat bulan
Kau gagal menjadi selimut bagi mereka yang belum pulang
Lampu-lampu kota bukan lagi cahaya terang
Bagimu, kau adalah tepian rel kereta dan gorong-gorong Jatinegara
Cepat kau pulang, Juleha
Anakmu siang tadi kawin lari dengan pria tua
Juragan buah Kramatjati yang kaya raya. 

Anakmu Juleha
Mungkin jadi yang ke-lima atau enam
Tergantung kelas kontrakan mana dia di tempatkan
Tiga minggu lewat begitu saja
Anakmu tak sabar ingin gawai apel seperti teman-temannya
Sementara kau?
Sudah renta dan kurang bertenaga
Beginilah hidup, Juleha
Buah masak jatuh, tak jauh dari malingnya
Dan maling, cukup cerdik membaca situasi silsilah keluarga. 

Juleha, kau bilang akan Terima bagaimana hidup ke depan
Jangan lagi menyalahkan lelaki mana yang bikin anakmu lahir
Sebab kau sendiri bilang, bahwa anak itu hasil patungan;
Wajahnya persis orang kantoran
Badannya sekal persis penjaga palang pintu kereta
Langkahnya cepat persis tukang kacang keliling
Sorot matanya tajam persis supir truk
Pikirannya penuh intrik persis pegawai kelurahan.
Jangan kau salahkan anakmu juga
Agaknya, anakmu lebih piawai menata karir masa depan
Tak sepertimu, Juleha, hanya tahu uang dan senang-senang. 

Juleha.. Juleha.. Wanita sekuat kerikil rel kereta
Lihatlah anakmu, sekarang!
Tak cuma juragan tua dibuat gelap mata
Anak-anak pejabat berlomba-lomba membuatnya bahagia
Sementara kau cuma curiga
Takut-takut anak itu masuk berita
Entah bersulang dengan narkoba
Atau hilang nyawa saat kerja

Untukmu, Juleha
Yang masih terbit di ujung zaman
Hiduplah sebagaimana kau suka
Namun, jika kau berkaca, lihatlah!
Sebentar lagi tahun baru
Bunga api menyandra langit Jakarta
Jika kau masih menari di ranjang reot
Basuhlah tubuhmu dengan air hangat
Karena angin malam telah cek-in di tubuh itu
Mintalah salah satu gerombolan rel kereta menyisakan uang logam
Tubuhmu butuh garis-garis merah
Agar lebih kencang dan tetap bugar
Mengingat kenangan-kenangan bahkan penyeselan
Masa kejayaan beberapa dekade silam.

Birgon-3-1-22

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun