Mohon tunggu...
Adi Supriadi
Adi Supriadi Mohon Tunggu... Lainnya - Berarti Dengan Berbagi, Sekali Berarti Sesudah Itu Mati. Success by helping other people

Activist, Journalist, Professional Life Coach, Personal and Business Coach, Author, Counselor, Dai Motivator, Hypnotherapist, Neo NLP Trainer, Human Capital Consultant & Practitioner, Lecturer and Researcher of Islamic Economics

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mengapa Kebanyakan Pejabat Berkhianat? (Sebuah Temuan)

26 Juli 2011   06:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:22 1550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_121623" align="alignleft" width="200" caption="Gayus from google.com"][/caption]

Mengapa Pejabat Indonesia kebanyakan berkhianat, setelah saya telusuri walaupun mungkin analisa ini bisa salah, jikapun salah paling tidak saya sudah bisa memberikan satu pandangan untuk kita semua disini, telusur demi telusur ternyata kesalahan awal dari proses penyumpahan Jabatan. Kok Bisa? Iya, Anda lihatlah bagaimana pejabat kita saat diambil sumpah, bagaimana mereka bersumpah dengan nama Allah, diantara isi sumpah jabatan mereka sebagai berikut :

“Demi Allah ! Saya bersumpah,

Bahwa saya, untuk diangkat dalam jabatan ini, baik langsung maupun tidak langsung, dengan rupa atau dalih apapun juga, tidak memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun juga; Bahwa saya akan setia dan taat kepada Negara Republik Indonesia; Bahwa saya akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan; Bahwa saya tidak akan menerima hadiah atau suatu pemberian berupa apa saja dan dari siapapun juga, yang saya tahu atau patut dapat mengira, bahwa ia mempunyai hal yang bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan saya; Bahwa saya dalam menjalankan jabatan atau pekerjaan saya, senantiasa akan lebih mementingkan kepentingan Negara daripada kepentingan saya sendiri atau golongan; Bahwa saya senantiasa akan menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, dan Pegawai Negeri; Bahwa saya akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan Negara”.

Tapi , Sahabat pembaca saya tidak akan membahas teks sumpah diatas, karena bukan itu letak persoalanya, tetapi lihatlah gambar-gambar dibawah ini, kebanyakan Pejabat kita yang Islam bersumpah dengan membelakangi Al-Qur’an, dan ini menurut saya ini adalah kesalahan fatal dalam bersumpah.

[caption id="attachment_121625" align="aligncenter" width="600" caption="Pengambilan Sumpah Sri Mulyani, Kitab Suci Di Belakangnya"]

1311659723381440767
1311659723381440767
[/caption]

[caption id="attachment_121626" align="aligncenter" width="410" caption="Pelantikan Bupati & Wakil, Al-Quran Di Belakangnya"]

13116597951040263687
13116597951040263687
[/caption]

[caption id="attachment_121628" align="aligncenter" width="640" caption="Pengambilan Sumpah Kepala Desa, Al-Quran di belakangnya"]

1311659866891772714
1311659866891772714
[/caption] [caption id="attachment_121629" align="aligncenter" width="314" caption="Pelantikan Pejabat di Kota Bogoe, Al-Quran Di Belakangnya"]
13116599451457296254
13116599451457296254
[/caption]

Hampir semua acara pengambilan Sumpah, Al-Qur'an selalu di Belakangi,  Walaupun makna “Membelakangi Al-Qur’an” bisa bermakna secara huruf atau secara maknawi , yang jelas Al-Qur’an sudah menyindir hal ini dalam Firman Allah Swt sebagai berikut : "Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari Tuhannya lalu dia berpaling daripadanya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya?" (QS Al-Kahfi : 57)

Sikap tidak menggubris Al-Quran, membelakangi, berpaling dari ayat-ayat Allah itu sama sekali bukan kejahatan yang ringan dan mengaduhnya Nabi atas sikap kaumnya yang tak menghiraukan Al-Quran itu, bukan berarti menunjukan keputusasaan beliau. Tidak. Namun, sikap kaum yang membelakangi Al-Quran itulah yang tak tahu diri. Terbukti, Nabi n tidak dipersalahkan mengaduh seperti itu. Bahkan Allah sendiri mengecam keras terhadap orang-orang yang membelakangi Al-Quran atau berpaling dari Al-Quran. Dari sejak pengambilan sumpah hingga prakteknya mereka telah membelakangi Al-Qur’an.

Lihat Gambar Lainnya :

[caption id="attachment_121630" align="aligncenter" width="557" caption="Coba lihat dimana Kitab Suci diletakan? Di Belakang lagi"]

1311660135284313623
1311660135284313623
[/caption]

[caption id="attachment_121632" align="aligncenter" width="350" caption="Coba lihat lagi yang ini, Kitab Suci di belakangi"]

131166022187109676
131166022187109676
[/caption] [caption id="attachment_121634" align="aligncenter" width="640" caption="Gambar ini juga...."]
13116605781134377536
13116605781134377536
[/caption]

Saya dulu, ketika dilantik menjadi Ketua Senat Mahasiswa tahun 1998, saya meminta yang membawa Al-Qur'an berada di depan saya sebelum pengambilan sumpah.

Makna Sumpah Jabatan Dalam Islam

Ada tiga aspek yang terkandung dalam Sumpah Jabatan menurut pandangan Islam, yaitu:al- amanah (kepercayaan), ‘adalatul ‘am (keadilan publik) danath- tha’ah (ketaatan). (Al-Asyhar, 2008).

Pertama,

Amanah (kepercayaan). Yaitu sumpah setia atas nama Tuhan akan selalu berbuat jujur, dapat dipercaya dalam menjalankan kepemimpinan merupakan nilai yang sangat mendasar dalam jiwa seseorang. Ia tidak hanya berlaku bagi seorang pemimpin saja, namun berlaku untuk semua orang yang percaya akan hari pembalasan. Komitmen para pemimpin untuk selalu memegang teguh amanah disinggung dalam Q. S. An-Nisa’ (4): 58, “Sungguh Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya”. Sedangkan penegasan terhadap larangan mengkhianatiamanah dijelaskan dalam Q. S. Al-Anfal (8): 27, “Wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan (juga) janganlah kamu mnegkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui”.

Namun demikian, standar amanah dalam kepemimpinan tidak hanya berhenti pada aspek moral saja. Lebih dari itu, amanah moral harus pula dikawal dengan amanah profesional yang tidak kalah pentingnya untuk menjalankan tugas-tugas pemerintahan atau organisasi. Yang dimaksud dengan amanah profesional adalah mampu memenej secara baik roda kepemimpinan berdasarkan standar kepemimpinan profesional. Tidak adanya, atau kurangnya amanah profesional seorang pemimpin akan mengalami kepincangan antara keberhasilan moral dengan keberhasilan fisik dalam kepemimpinan.

Kedua,

‘Adalatul ‘am (keadilan publik). Jabatan yang diberikan kepada seorang pemimpin secara serta merta mempunyai keterkaitan ruh (semangat) keterwakilan Tuhan di dunia. Sebagai khalifah Tuhan yang bertugas menata dan mengatur bumi, seorang pemimpin harus mempunyai jiwa keadilan publik sebagaimana sifat Tuhan Yang Maha Adil, yaitu keadilan semesta untuk semua kalangan baik makhluk hidup maupun makhluk mati yang tidak mengenal suku, ras, agama, latar belakang sosial, kelompok dan lain-lain. Sebaliknya, pengingkaran terhadap keadilan publik berarti pula telah mengesampingkan nilai-nilai ketuhanan.

Hal ini jelas bertentangan dengan firman Allah yang menganjurkan kita untuk selalu berbuat adil dan kebenaran. Banyak ayat al-Quran yang menyinggung masalah tersebut, diantaranya Q. S. Al-Maidah (5): 8, “Wahai orang-orang yang beriman jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, menjadi saksi dengan adil”.

Ketiga

Ath-tha’ah (ketaatan). Ketaatan atau kepatuhan harus dilakukan secara timbal balik antara pemimpin dengan masyarakat, bawahan atau staf yang dipimpinnya. Sumpah Jabatan merupakan nota kesepakatan antara rakyat dengan pemimpin untuk selalu saling bekerja sama, menghormati eksistensi masing-masing dan tidak saling meniadakan. Ketaatan yang harus dilkakukan meliputi kepada sistem politik, sistem hukum, sistem sosial, sistem budaya yang ada dalam sebuah negara, daerah atau organisasi (unit) pemerintahan.

Penegakan prinsip taat dalam kepemimpinan sejalan dengan firman Allah Q. S. An- Nisa’ (4 ): 59, “Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul dan Ulil Amri diantara kamu. Didukung oleh sebuah Hadits yang artinya : Barang siapa mentaatiku, maka ia telah mentaati Allah dan barang siapa membangkang kepadaku maka ia telah membangkang kepada Allah. Barang siapa mentaati amir (pemimpin)-Ku, maka ia telah mentaatiku, dan barang siapa membangkang kepada amir-ku, maka ia telah membangkang kepadaku. (HR. Khamsah).

Anda boleh, berpendapat berbeda!

Bandung, 26 Juli 2011

Ahmad Muhammad Haddad Assyarkhan (Adi Supriadi), Direktur Rabbani Hamas Institute Indonesia, dapat dihubungi 085860616183 / 081809807764 / YM : assyarkhan / FB : adikalbar@gmail.com / Twitter : @assyarkhan / GoogleTalk : adikalbar / Skype : adikalbar / PIN BB : 322235A9

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun