Dua hari lagi Umat Islam di seluruh dunia akan merayakan Hari Raya Idhul Adha/Qurban. Bagi mantan Gubernur Sumsel periode 2003-2008 Syahrial Oesman, melaksanakan qurban tak sekedar ritual belaka, ada makna dan spirit yang layak dijadikan motivasi hidup, yakni semangat berkorban.
Syahrial menekankan spirit berkorban sangat diperlukan untuk mengingatkan kita bahwa kita tak hidup sendiri. Ada banyak masyarakat dilingkungan sekitar yang membutuhkan uluran tangan kita. Manusia hidup harus saling bahu membahu menyingsingkan lengan baju, berbuat yang terbaik bagi orang lain dan ikut serta dalam pembangunan Sumsel.
Syahrial menambahkan, semangat pengorbanan tersebut di antaranya dapat diwujudkan dengan bergotong royong dan bekerja keras untuk menjadikan "Sumsel Jaya dan Gemilang" dengan menyingkirkan segala kepentingan pribadi. Syahrial yakin dengan kerja keras kejayaan Sumsel mampu dibangun di tengah persaingan dan kompetisi yang sekarang semakin hari semakin ketat.
Bakal Calon Gubernur Sumsel 2018 itupun menyambut baik Presiden Jokowi yang pada Hari Qurban tahun ini berencana menyumbangkan sapi qurban untuk warga Palembang. Ia pun mengapresiasi karena sapi itu Jokowi pesan dari peternakan di Kenten Laut Banyuasin. Bagi Syahrial hal itu merupakan pertanda baik dari Presiden Jokowi, bahwa peternakan di Sumsel bisa lebih maju lagi di masa mendatang.
Peraih Bintang Maha Putra Utama 2007 itupun mengurai tiga pesan yang bisa ditarik dari kisah tentang Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail serta ritual penyembelihan hewan kurban.
Pertama, tentang totalitas kepatuhan kepada Allah subhnau wata'ala yang dilakukan Nabi Ibrahim lewat perintah menyembelih Ismail. Nabi Ibrahim membuktikan bahwa dirinya sanggup mengalahkan egonya untuk tujuan mempertahankan nilai-nilai Ilahi, itu yang petama.
Kedua, tentang kemuliaan manusia, bahwa satu dan lainnya sesungguhnya adalah saudara. Mereka dilahirkan dari satu bapak, yakni Nabi Adam alaihissalam. Seluruh manusia ibarat satu tubuh yang diciptakan Allah dalam kemuliaan. Karena itu membunuh atau menyakiti satu manusia ibarat membunuh manusia atau menyakiti manusia secara keseluruhan.
Ketiga, yang bisa diambil adalah tentang hakikat pengorbanan. Sedekah daging hewan kurban hanyalah simbol dari makna korban yang sejatinya sangat luas, meliputi pengorbanan dalam wujud harta benda, tenaga, pikiran, waktu, dan lain sebagainya.
Saya sepakat dengan Syahrial bahwa pengorbanan merupakan buah dari kesadaran kita sebagai makhluk sosial. Kita tak bayangkan, bila masing-masing manusia sekadar memenuhi ego dan kebutuhan sendiri tanpa peduli dengan kebutuhan orang lain, alangkah kacaunya kehidupan ini. Orang mesti mengorbankan sedikit waktunya, misalnya, untuk mengantre dalam sebuah loket pejuatan tiket, bersedia menghentikan sejenak kendaraannya saat lampu merah lalu lintas menyala, dan lain-lain.
Sebab, keserakahan hanya layak dimiliki para binatang. Di sinilah perlunya kita "menyembelih" ego kebinatangan kita, untuk menggapai kedekatan (qurb) kepada Allah, karena esensi kurban adalah solidaritas sesama dan ketulusan murni untuk mengharap keridhaan Allah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H