Naik dan turunnya mata uang sebuah negara merupakan suatu permasalahan yang tidak lagi asing bagi suatu negara. Pada saat ini, nilai mata uang rupiah mengalami penurunan, hal tersebut disebabkan oleh adanya fenomena pandemi Covid-19. Akibat dari adanya pandemi yang terjadi di hampir seluruh negara di dunia, aspek perekonomian di indonesia menjadi salah satu aspek yang terkena dampak dari pandemi Covid-19 yang terjadi pada saat itu. Kenaikan dari nilai mata uang yang dialami oleh negara Indonesia ini menyebabkan paniknya masyarakat di Indonesia dan membuat masyarakat indonesia khawatir akan terulang kembali peristiwa krisis moneter seperti pada tahun 1998.
Menurut sejarah yang dialami oleh Indonesia, pada tahun 1991 mata uang Indonesia pernah berada di nilai Rp. 1.997, tetapi fenomena tersebut tidak dapat bertahan dengan lama, sehingga pada tahun 1998 nilai mata uang negara Indonesia mengalami kejatuhan hingga mencapai angka Rp. 16.650 yang dimana hal tersebut mengakibatkan adanya krisis moneter sehingga angka tersebut merupakan nilai terendah mata uang Indonesia sepanjang sejarah perekonomian di Indonesia hingga saat ini.Â
Setelah mengalami fenomena krisis moneter tersebut, pemerintah Indonesia berhasil memulihkan nilai mata uang yang awalnya hingga menyentuh nominal Rp. 16.650 berubah menjadi Rp. 8.500 mulai dari tahun 2010 sampai 2012. Lalu pada tahun 2018, nilai mata uang Indonesia kembali ke angka belasan dan melemah yaitu Rp. 13.800, hal tersebut disebabkan oleh nilai dollar yang semakin menguat. Lalu, pada tahun 2020 nilai mata uang Indonesia semakin melemah dan menginjak pada angka Rp. 16.000 yang dimana angka tersebut mendekati angka nominal pada tahun 1998 yang menyebabkan kejadian krisis moneter.Â
Bank Indonesia mencatat bahwa pelemahan nilai mata uang Indonesia terjadi semenjak awal tahun 2022 sampai 30 September 2022 dan terdepresiasi 6,4% (year to date) dibanding level akhir 2021, adapun data month to month nilai tukar mata uang Indonesia pada September 2022 terdepresiasi 2,24% dibandingkan akhir Agustus 2022.Â
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, Wahyu Agung Nugroho menjelaskan bahwa "Seperti India 8,65%, Malaysia 10,16% dan Thailand 11,36%," jelas Wahyu dalam Pelatihan Bank Indonesia kepada medias, Sabtu (1/10/2022). Dan hal tersebut menandakan bahwa depresiasi mata uang Indonesia masih tergolong baik dibandingkan depresiasi negara berkembang lainnya.Â
Bank Indonesia menjelaskan bahwa penyebab utama dari melemahnya nilai mata uang Indonesia yaitu menguatnya indeks dollar. Bank Indonesia menjelaskan bahwa pergerakan mata uang dollar berpengaruh pada 6 mata uang lainnya yaitu Euro (EUR), Japanese Yen (JPY), Poundsterling (GBP), Canadian Dollar (CAD), Swedish Krona (SEK), serta Swiss Franc (CHF). Wahyu menjelaskan bahwa penguatan DXY ini disebabkan oleh ekspektasi pelaku pasar keuangan global yang ingin mencari posisi aman, sehingga para pelaku pasar tersebut lebih menempatkan dananya dalam bentuk mata uang dollar. Bank Indonesia menilai bahwa usaha yang ditempuh Bank Indonesia agar tidak terjadi depresiasi yaitu melalui bauran peraturan dan intervensi di pasar, baik melalui pasar spot maupun melalui Domestic Non Deliverable Forward (DNDF).Â
Isu naik dan turunnya nilai mata uang rupiah memiliki banyak faktor baik faktor internal dan eksternal. Adapun faktor-faktor tersebut yaitu Turunnya Supply Dolar Amerika Serikat, Supply dollar Amerika Serikat berkurang disebabkan oleh investor asing menarik diri dari Indonesia untuk mengurangi dan mencegah resiko dan dampak negatif. Permasalahan ini dapat dilihat melalui Surat Utang Negara yang sedang menurun  dan minat beli investor terus menurun karena terlalu beresiko, jika dibiarkan maka supply Dolar Amerika Serikat akan semakin berkurang dan dapat menyebabkan kenaikan harga.Â
Lalu faktor yang kedua yaitu turunnya harga komoditas ekspor, turunnya demand barang ekspor dapat mempengaruhi neraca perdagangan sebuah negara sehingga ekspor menjadi komponen penting bagi sebuah negara untuk menstabilkan neraca perdagangan. Faktor selanjutnya yaitu perekonomian negara Amerika Serikat yang semakin meningkat, akibat dari adanya kebijakan ekonomi Amerika Serikat terbaru yang dimana Amerika Serikat meningkatkan suku bunganya sehingga supply dolar berkurang dan hal tersebut tentunya membuat negara berkembang terkena dampaknya dan mudah terkena depresiasi dengan pengaruh mata uang asing yang menekannya.
Lalu selanjutnya yaitu langkah-langkah yang diambil pemerintah serta yang harus dilakukan oleh masyarakat negara Indonesia untuk kembali menguatkan nilai mata uang Rupiah yaitu yang pertama masyarakat Indonesia dianjurkan untuk berinvestasi di dalam negeri karena dengan berinvestasi di dalam negeri tidak selamanya merugikan ketika mata uang melemah, investas dalam negri dalam dilakukan dengan berinvestasi pada perbankan syariah.Â
Selanjutnya, membeli produk dalam negeri karena dengan membeli produk dalam negeri maka dapat mengurangi membeli produk impor karena naiknya impor juga dapat menjadi pemicu lemahnya nilai mata uang suatu negara. Selain itu, pemerintah melalui Bank Indonesia juga membuat kebijakan untuk menjaga kestabilan nilai mata uang Rupiah yaitu dengan mengeluarkan sebuah kebijakan intervensi ganda baik di dalam pasar valuta asing maupun pemberian SBN dari pasar sekunder. Selain itu, seperti yang telah disebutkan sebelumnya Bank Indonesia melakukan penggabungan peraturan dan intervensi di pasar, baik melalui pasar spot maupun melalui Domestic Non Deliverable Forward (DNDF) untuk mengurangi depresiasi yang dialami oleh negara Indonesia.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H