Dalam penerapannya ketika sudah dibayar pajaknya maka dianggap selesai dan tidak dihitung lagi dalam SPT PPh Tahunan atau tidak dapat dikreditkan ke SPT Tahunan. Oleh karena itu, pemisahan bertujuan agar perhitungan pajak berakhir pada nominal yang tepat, tidak merugikan WP namun tetap bermanfaat untuk negara.
b. Penerapan Tarif PPh dalam Pasal 17 ayat 1, 2, dan 2a UU PPh
Pada pasal ini, pro bagi WP karena adanya jenjang tarif yang disesuaikan berdasarkan banyaknya penghasilan yang diterima. Hal itu menunjukkan adanya keadilan karena tarif pajaknya tidak dipukul rata untuk semua penghasilan baik yang penghasilan rendah maupun penghasilan yang besar. Apalagi dalam ayat 2 dinyatakan tarif tertinggi dapat diturunkan menjadi 25% sesuai PP, hal itu sebuah keuntungan bagi WP yang awalnya dikenai tarif yang tertinggi.Â
Pro pasal ini lebih untuk WP Badan, hal itu dijelaskan di UU Nomor 2 Tahun 2020 bahwa tarif 25% diturunkan menjadi 22%. Ketika tarif pajak diturunkan maka akan mengundang investor, sehingga dapat meningkatkan investasi. Semakin banyak investor maka akan menguntungkan bagi sebuah perusahaan sebagai WP Badan.Â
Selain itu, penurunan tarif pajak mengundang WP semakin semangat membayar pajak sehingga tingkat kepatuhannya meningkat. WP merasa diringankan beban pajaknya. Meskipun tarif pajak untuk badan di Indonesia termasuk relatif tidak memberatkan jika dibanding negara lain, karena tarif badan di Indonesia berada di tengah-tengah tarif badan negara lain. Penurunan tarif ini dikatakan adil terhadap WP Badan, hal tersebut berbeda dengan WP OP yang memiliki tarif yang berbeda.Â
Berapa pun kekayaan suatu badan, tetap dikenai tarif sama, sehingga tidak menimbulkan kontra karena merasa beban pajak yang dipungut tidak sama rata. Dengan hal ini, meskipun tarif diturunkan dan menimbulkan pemikiran tidak baik bagi perekonomian negara, namun ketika WP Badan meningkat kepatuhan perpajakannya, hal tersebut bisa saja menutup kekurangan perekonomian negara. Intinya, ketika tarif diturunkan dengan tingkat kepatuhan yang meningkat akan lebih baik dibandingkan dengan tarif normal 25% dengan tingkat kepatuhan yang kurang.
c. Penerapan Pemotongan Penghasilan dalam Pasal 21
Pemotongan penghasilan dalam pasal ini menimbulkan keuntungan bagi pendapatan negara, namun juga tidak merugikan masyarakat, karena tarif pemotongannya pun tidak terlalu besar. Pemotongan tersebut bukan tanpa tujuan, hal tersebut dilakukan untuk menjaga perekonomian negara karena pajak berkontribusi secara lebih besar dalam penerimaan negara.Â
Jika WP memiliki tingkat kepatuhan pajak yang tinggi, maka mereka dapat menyadari bahwa adanya pemotongan penghasilan ini merupakan kewajiban sebagai warga negara yang baik. Negara pun tidak asal memotong penghasilan dengan tarif yang sudah ditentukan itu.Â
Penetapan tarif pemotongan pajak pun pastinya sudah dipikirkan lebih matang oleh instansi pemerintah, sehingga tidak mungkin juga pemotongan ini merugikan masyarakatnya. Jika disesuaikan dengan kondisi negara saat ini, adanya isu pembebasan
pemotongan pasal 21 saat pandemi ini mendapat respon positif yang sangat besar bagi masyarakat. Dikabarkan pada tahun 2020 pembebasan pasal 21 ini untuk penghasilan perbulan maksimal Rp16.000.000 akan berlaku mulai Maret hingga September 2020. Hal itu keuntungan besar bagi masyarakat karena mereka akan menerima penghasilan secara utuh. Pembebasan ini dilakukan agar roda perekonomian masyarakat disaat pandemi ini dapat berjalan dengan baik.