Mohon tunggu...
Adisti Putriani
Adisti Putriani Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Halo, saya Adisti Putriani mahasiswi kesejahteraan sosial UIN Jakarta yang memiliki hobi menonton film.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sudut Pandang Mahasiswa terhadap Imigrasi Etnis Rohingya di Indonesia

11 November 2024   07:35 Diperbarui: 11 November 2024   08:07 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Assalamu'alaikum Wr.Wb

Hallo semua, saya Adisti Putriani mahasiswa UIN Jakarta tahun 2023. Pada kesempatan ini saya akan memberikan komentar atau sudut pandang mengenai permasalahan imigrasi etnis Rohingya di Indonesia yang tak kunjung selesai. Sebelum memberikan sudut pandang mengenai hal tersebut, saya akan menjelaskan secara singkat apa itu imigrasi, etnis Rohingya dan dari mana asal mulanya.

Imigrasi adalah perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain dengan tujuan untuk menetap, baik secara sementara maupun permanen. Orang yang melakukan imigrasi disebut imigran. Imigrasi biasanya dilakukan karena berbagai alasan, diantaranya adalah untuk mencari peluang kerja atau penghidupan yang lebih baik , dan dengan alasan meninggalkan negara asal karena konflik, bencana, atau situasi berbahaya lainnya untuk keamanan.

Etnis Rohingya adalah kelompok etnis minoritas Muslim yang berasal dari negara bagian Rakhine di Myanmar (Burma). Mereka memiliki bahasa, budaya, dan identitas yang berbeda dari mayoritas penduduk Myanmar, yang umumnya beragama Buddha. Akan tetapi, pemerintah Myanmar tidak mengakui Rohingya sebagai warga negara dan menganggap mereka sebagai imigran ilegal dari Bangladesh, meskipun banyak dari mereka telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi. Pada tahun 1982, undang-undang kewarganegaraan di Myanmar mengecualikan Rohingya, menjadikan mereka stateless (tidak memiliki kewarganegaraan), yang berarti mereka tidak memiliki hak-hak dasar sebagai warga negara. Rohingya menghadapi diskriminasi yang parah di Myanmar. Mereka dilarang mendapatkan pendidikan, pekerjaan, dan akses kesehatan yang layak. Pembatasan pergerakan juga diterapkan, dan mereka seringkali diisolasi dalam kamp-kamp pengungsi di wilayah mereka sendiri. Penganiayaan terhadap Rohingya memuncak dalam beberapa dekade terakhir, khususnya pada tahun 2017 ketika militer Myanmar melancarkan operasi militer yang memicu kekerasan besar-besaran, pembakaran desa, dan pembunuhan massal. Serangan ini menyebabkan ratusan ribu Rohingya melarikan diri ke Bangladesh, yang kini menampung salah satu kamp pengungsi terbesar di dunia.

Dari penjelasan di atas sebagai negara besar dan anggota PBB, Indonesia memiliki kebijakan kemanusiaan (human policy) dan rasa solidaritas kemanusiaan (social humanity) sebagai salah satu pertimbangan untuk menerima etnis Rohingya sebagai pengungsi yang mendapatkan perlakuan tidak manusiawi, persekusi politik, dan persekusi lainnya dari negara asalnya.

Menurut Atip Latipulhayat, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Padjadjaran, pemerintah Indonesia harus menangani pengungsi Rohingya sesuai dengan prinsip kemanusiaan, instrumen hukum internasional, dan Perpres 125/2016. Walau demikian, menurut Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, dalam menangani pengungsi Rohingya, pemerintah Indonesia harus mengutamakan pertimbangan kepentingan nasional. Selain itu, harus ada ketegasan sikap soal pembatasan jumlah pengungsi yang ditampung dan masa tinggal sementara.

Setelah penjelasan di atas, sudut pandang saya sebagai mahasiswa dalam menanggapi kasus imigrasi etnis Rohingya diantaranya :

  • Sudut Pandang Kemanusiaan

Dalam kenyataannya kasus ini merupakan suatu krisis kemanusiaan yang membutuhkan perhatian lebih. Indonesia, sebagai negara dengan penduduk mayoritas Muslim, perlu menunjukkan solidaritas dan memberikan perlindungan kepada etnis Rohingya yang mengungsi dari Myanmar akibat penganiayaan. Mahasiswa bisa berpendapat bahwa nilai-nilai kemanusiaan harus diutamakan di atas batas-batas negara dan bahwa pengungsi Rohingya seharusnya mendapatkan perlakuan yang lebih baik dan hak-hak dasar sebagai manusia.

  • Sudut Pandang Ekonomi dan Sosial

Adanya pengungsi Rohingya seringkali menciptakan tekanan terhadap sumber daya lokal, khususnya di wilayah-wilayah seperti Aceh yang sudah memiliki tantangan ekonomi tersendiri. Dari sudut pandang ini, mahasiswa mungkin merasa bahwa pemerintah perlu bekerja sama dengan lembaga internasional seperti UNHCR untuk membantu pengungsi Rohingya, serta memastikan tidak ada konflik sosial yang muncul antara warga lokal dan para pengungsi.

Selain dua sudut pandang tersebut, sebagai mahasiswa dapat memberikan pandangannya mengenai kasus kenyataan yang dilakukan oleh pengungsi etnis Rohingya tersebut di salah satu wilayah Indonesia, Aceh. Dengan adanya jumlah pengungsi Rohingya yang kian bertambah banyak, hal ini berdampak kepada beban anggaran dana negara yang melonjak. Selain itu, terdapat berita bahwasanya pengungsi Rohingya yang diterima di Aceh ini melakukan perlakuan yang dinilai tidak sopan atau tidak menghargai bantuan dari Indonesia yang membuat rakyat aceh geram. Dalam kasus tersebut, sudah seharusnya pemerintah daerah dan pemerintah pusat menindak lanjuti hal ini dengan mengembalikan pengungsi Rohingya ke negara asal melalui PBB.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun