Mohon tunggu...
Ayah Dibyo
Ayah Dibyo Mohon Tunggu... Guru - Bahwa belajar itu bisa dari siapa saja bahkan dari orang yang tidak pernah kita duga sebelumnya

#Shadowteacher #Praktisipsikologianakberkebutuhankhusus #Hypnoterapis #TrainerNNLP #Praktisipendidikaninklusif

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Catatan Shadow Teacher, Ironi Madrasah Inklusif

20 Juli 2020   11:07 Diperbarui: 20 Juli 2020   10:58 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mewujudkan sebuah sekolah yang benar-benar inklusif bisa jadi sebuah mimpi bagi setiap sekolah inklusif. Menjadi sekolah yang benar-benar ramah dengan anak disabilitas baik disabilitas secara intellectual, fisik maupun kesehatan. 

Sarana dan prsarana penunjang baik itu media terapi, media pembelajaran dan tempat yang asesebilitas bagi anak-anak spesial ini. Memang butuh waktu, tenaga dan pikiran untuk mewujudkan semua itu.

Mungkin banyak dari kita yang berpikiran kalau sekolah inklusif itu harus mau menerima siswa didik berkebutuhan khusus tapi saya berpikiran lebih luas dari itu. 

Pikiran nakal saya tentang sebuah sekolah inklusi tidak hanya menerima peserta didik saja tetapi gurunya juga. Sebuah pikiran liar yang coba saya realisasikan, jadi disekolah inklusif itu ada pengajar dari latar belakang disabilitas juga, tentunya dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.

Untuk saat ini mungkin saya mencoba untuk memasukkan guru atau pengajar dengan latar belakang disability atau punya riwayat sebagai anak berkebutuhan khusus. 

Sebuah taruhan besar yang saat itu saya lakukan, dimana saya bertaruh sebuah reputasi baik reputasi saya maupun sekolah secara umum. Reputasi saya dipertaruhkan ketika menerima pengajar untuk anak berkebutuhan khusus dari latar belakang anak berkebutuhan khusus juga.

Banyak yang harus saya yakinkan saat itu, mulai dari kepala madrasah, rekan-rekan sejawat pengajar mulai dari shadow teacher di lingkungan internal sampai ke guru reguker. 

Saya juga harus mensosialisasikan ini ke seluruh lingkungan sekolah, ini belum sampai ke telinga pengurus yayasan juga. Memang butuh waktu untuk mulai menjelaskan ke semua pihak sampai mereka benar-benar welcome dengan keadaan pengajar tersebut dan yang terpenting adalah berinteraksi sebagaimana mestinya seperti mereka berinteraksi dengan siswa-siswa peserta didik berkebutuhan khusus yang bersekolah di tempat kami.

Saat itu dimulai saat saya membuka lowongan shadow teacher untuk sekolah kami dan pelamar saat itu hampir sepuluhan padahal kita hanya butuh 3 saat itu. 

Saya tertarik kepada seseorang pemalar yang waktu itu saya merasa bahwa beliau adalah seorang berkebutuhan khusus juga. Hasil tes dan terutama wawancara memang benar beliau adalah seorang yang berkebutuhan khusus yaitu tuna rungu ringan, secara intonasi dan kualitas huruf yang dikeluarkan bagus sekali kalau tidak jeli kita pasti mengira yang bersangkutan seperti orang normal lainnya.

Karena ada sesuatu yang spesial akhirnya saya beranikan diri untuk menerima yang bersangkutan karena menganggap beliau memiliki kualitas yang kami syaratkan ditambah kita adalah sebuah sekolah inklusif tentunnya bukan hanya kita menerima anak saja tetapi kita juga harus menerima guru atau pengajar juga kalau memang benar-benar masuk kriteria kita.

Akhirnya dengan negosiasi dari semua pihak beliau kita terima sebagai pengajar disekolah kami. Sebuah sejarah dan cerita baru pun dimulai, seseorang dari latar belakang berkebutuhan khusus menjadi shadow teacher untuk anak-anak berkebutuhan khusus juga. 

Pada awalnya semua memang baik-baik saja ketika perkenalan dengan orang tua kemudian mulai masuk pembelajaran sampai ada komplain dari orang tua dan saat itu saya juga mulai bereaksi dengan meminta kesempatan kepada pihak orang tua untuk memberi kesempatan beliau menjadi shadow teacher bagi anaknya sampai pada akhirnya pihak orang tua sudah mulai pada kondisi titik yaitu shadow harus diganti.

Saya sendiri kalau mencoba memakai kacamata orang tua memang wajar jika pendamping anaknya kurang maksimal tapi disisi lain saya mencoba memproyeksikan jika anak-anak kita yang berkebutuhan khusus ini nanti kelak juga akan mandiri sendiri, juga bekerja kalau posisinya seperti akan menjadi sebuah ironi diatas ironi. 

Inilah fakta dan tentunya menjadi PR juga buat dunia sekolah inklusif bahwa kita harusnya tidak hanya menerima siswa berkebutuhan khusus juga tetapi kita juga harus menerima pendidik yang juga berlatar belakang berkebutuhan khusus. 

Semoga menjadi bahan perenungan juga ketika kita sudah menjadikan diri kita sebuah sekolah inklusif berarti kita juga harus bisa menerima konsekuensinya.

Salam inklusif

We love we care

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun