Seiring berjalannya waktu, teori utilitas seringkali dianggap lebih disukai daripada teori balas dendam dalam mendefinisikan tujuan  sanksi hukum, khususnya di bidang peradilan pidana. Seperti halnya Korupsi di Indonesia telah menyebabkan perselisihan politik, ekonomi dan sosial.Â
Bahkan mungkin saja ada budaya baru di negeri indah ini, grafik  jumlah penduduk miskin terus meningkat akibat korupsi. Dalam kehidupan demokrasi di Indonesia, semakin mudah ditemukan praktik korupsi di berbagai bidang kehidupan.  .Â
- Pertama, akibat merosotnya nilai-nilai sosial, kepentingan pribadi  lebih diutamakan daripada kepentingan umum, dan kepemilikan individu atas suatu benda  menjadi etika pribadi yang mendasari perilaku sosial sebagian besar masyarakat.Â
- Kedua, kurangnya transparansi dan akuntabilitas sistem imunitas masyarakat.
  Pejabat sebenarnya menggunakan jabatan publik untuk mencapai tujuan politik pribadi, hanya untuk promosi  dan publisitas. Pada saat yang sama, kualitas dan kuantitas pelayanan publik semakin dilupakan, alih-alih menjadi prioritas dan arah utama. Dan dua alasan tersebut muncul di Indonesia, pelayanan publik tidak pernah optimal karena praktik korupsi dan demokrasi justru mendorong terjadinya korupsi. Oleh karena itu teori utilitarian lebih mengutamakan aspek utilitarian dari sanksi hukum dibandingkan balas dendam yang manusiawi terhadap  terpidana.Â
 Utilitarianisme awalnya dimulai dengan anggapan bahwa manusia pada dasarnya  dapat merasakan dua emosi utama, yaitu kebahagiaan  dan kesakitan (Mill, 2016).  Menurut Bentham (1996), ada beberapa unsur dasar kebahagiaan  yang diketahui sifat manusia, antara lain:
(1) Pleasures of sense, yaitu kebahagiaan yang diha-silkan oleh panca indera, misalnya bahagia karena bisa melihat sesuatu yang indah atau bahagia karena bisa mengecap makanan yang lezat
 (2) Pleasures of wealth, yaitu kebahagiaan karena memiliki sesuatu, misalnya bahagia karena memiliki harta kekayaan
(3) Pleasure of skill, yaitu kebahagiaan karena memiliki suatu kemampuan dalam hal tertentu, misalnya bahagia karena memiliki keahlian hukum
(4) Pleasure of power, yaitu kebahagiaan karena memiliki kekuatan dalam diri manusia untuk mempengaruhi orang lain, menekan orang lain, memberikan harapan atau ancaman kepada orang lain
(5) Pleasure of benevolence, yaitu kebahagiaan karena melihat subjek lain berbahagia, misalnya bahagia karena melihat orang lain atau seekor hewan berbahagia.