Mohon tunggu...
ADI PUTRA (Adhyp Glank)
ADI PUTRA (Adhyp Glank) Mohon Tunggu... Seniman - Saling follow itu membahagiakan_tertarik Universalitas, Inklusivitas dan Humaniora, _Menggali dan mengekplorasi Nilai-nilai Pancasila

-Direktur Forum Reproduksi Gagasan Nasional, -Kaum Muda Syarikat Islam, - Analis Forum Kajian Otonomi Daerah (FKOD), - Pemuda dan Masyarakat Ideologis Pancasila (PMIP), -Penggemar Seni Budaya, Pemikir dan Penulis Merdeka, Pembelajar Falsafah Pancasila

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Polarisasi Pengaruh dan Rekonstruksi Budaya

11 Januari 2023   15:30 Diperbarui: 12 Januari 2023   04:25 1034
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita mengenali suatu proses adaptasi antara dua kebudayaan yang bercampur aduk dan menghasilkan suatu kebudayaan baru dan hilangnya budaya Asli, hal ini populer disebut dengan "Asimilasi", semisal Penggunaan Kebaya Modern dalam acara Fashion show, perpaduan kebaya dengan design model terbaru menyesuaikan zaman. Pakem kebaya lama tidak lagi menjadi ciri dan citra berbusana pada masa lampau, Keasliannya pudar dan tidak menyisakan pakem melainkan hanya klaim corak kebaya baru yang berbeda dari busana kebaya dimasa lampau.

Selanjutnya proses yang berbeda dengan Asimilasi yakni "Akulturasi" yang dinalar sebagai proses mempertahankan kebudayaan masa lalu atau kebudayaan lama yang dapat beradaptasi dengan setiap perubahan namun pada proses dalam adaptasi pada akulturasi adalah adanya pranata nilai-nilai yang mendominasi lebih dari budaya yang tercampur tersebut, Seperti halnya Adat istiadat Suku Baduy di era modern saat berinteraksi dengan wisatawan pendatang dan tidak terpengaruh terhadap perubahan dan perkembangan, meskipun terjadi perubahan budaya Baduy tetap mendominasi dalam pengaruh sistem budaya kehidupan yang dijalankan.

Kemudian, kita akan dihadapkan dengan proses terjadinya "Inovasi budaya" sebagai sebuah output perikatan dari reformasi dan revolusi budaya yang terbentuk melalui asimilasi dan akulturasi yang dipadupadankan dengan tujuan tertentu pada suatu hal yang berbeda dari pakem (patern) baik dalam sistem ataupun bentuk budaya yang nampak pada pola dan perilaku kehidupan individu sebagai subyek budaya baru (Neo behavioral system-red).

Selanjutnya akan merujuk kita pada tahap "Rekonstruksi Budaya" yang merupakan suatu usaha yang dilakukan dalam meninjau, memperhatikan, meneliti dan merumuskan serta melaksanakan seleksi berdasarkan identitas dan genetika budaya yang ada hingga terakumulasi dalam klasifikasi berdasarkan ciri khusus dari detail-detail yang menjadi perbedaan mendasar pada masing-masing budaya secara terpisah yang kemudian ditata kembali. 

"Rekonstruksi Budaya" menjadi pembangunan struktur yang mengarah kepada hasil pembulatan yang kokoh mengenai susunan struktur yang terklasifikasi dan tersendiri secara khusus, disisi lain hasil dari proses pertautan yang dibangun berdasarkan identitas dan genetika percampuran yang menjadi tolak ukur bagi masing-masing Budaya yang ternyata semakin menjauh dari nilai asli Budaya dalam melaksanakan "Rekonstruksi Budaya" dan justru mengaburkan dan menghancurkan (Deconstruction Culture).

untuk itu, diperlukan sebuah "Refleksi Budaya" untuk mengupas setiap unsur dalam sistem Budaya melalui Perbedaan pandangan guna merekonstruksi budaya, dilakukan dengan prosesi "simposium budaya", yang berarti membahas hal-hal terkait budaya dengan dan dari segala macam sudut pandang kritis yang berbeda-beda tentang topik budaya, sehingga melahirkan sebuah sintesa pada pemilahan setiap ciri dan klasifikasi budaya sebagai laboratorium budaya.

Benteng pertahanan eksistensi keberadaan suatu budaya dan proses perawatan dilakukan melalui "Moratorium Budaya", semacam jeda atau jarak untuk memperlambat terjadinya penggerusan budaya Asli akibat Budaya Asing yang mendominasi. 

Proses "evakuasi Budaya" mengenai simbol-simbol dan ciri khas budaya serta upaya pengembalian dengan merangkai serta menyajikan sebuah potensi budaya sebagai jejak rekam sejarah budaya, dilakukan melalui serangkaian usaha dalam mempertahankan keberadaan budaya, sebagai peninggalan dalam bentuk artefak, catatan dan dokumentasi budaya asli (original), hanya saja Moratorium tidak begitu signifikan untuk dapat mempertahankan keabadian budaya yang pernah hidup seperti sebelumnya, melainkan hanya untuk ikhtiar pertahanan yang bersifat kesementaraan diantara percepatan perubahan yang mutlak terjadi dalam kehidupan dan menghilangnya referensi para narasumber sebagai sumber-sumber penjelasan dalam catatan-catatan, yang tidak dapat dipamerkan selamanya seperti benda peninggalan yang ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun