Kita jernihkan pikiran dan Pandangan agar tetap terjaga independensi sebagai pembaca, saat ini Penulis berupaya menyajikan warna abu-abu dalam mengemas isi tulisan, tanpa maksud jahat apalagi menistakan pribadi, kelompok atau golongan tertentu, baiklah kita mulai.
Secara sederhana Demokrasi adalah kekuatan  Rakyat, Rakyat sebagai pemangku kekuasaan Demokrasi secara terpimpin yang diatur berdasarkan UUD 1945, Bukan oleh Penguasa melalui kekuasaan (Demokrasi versi Pimpinan).
Demokrasi terpimpin jelas berbeda makna dengan Demokrasi Pimpinan. Demokrasi terpimpin secara praktik menyerahkan setiap proses berdasarkan UUD 1945 dan UU yang mengatur lajur pelaksanaan Demokrasi berdasarkan Amanah UU sesuai dengan Preambule UUD 1945 untuk mencapai musyawarah mufakat dari Rakyat untuk Rakyat, bukan dari Partai untuk Rakyat, apalagi dari Partai untuk merampas hak Rakyat.Â
Demokrasi Pimpinan merupakan Anomali dari proses pengaburan makna Demokrasi yang hanya ditentukan oleh para Penguasa Partai, baik yang berstatus sebagai Pemilik Partai (Partai Personal) atau yang pura-pura demokrasi karena tidak demokratis.
Privatisasi Partai Politik menuju Privatisasi Demokrasi adalah proses penjegalan terhadap Demokrasi yang menjauhkan kewenangan rakyat sebagai owner Demokrasi, Rakyat dibuat semakin jauh dari hak penentuan Demokrasi.
Karakteristik Pura-pura Demokrasi nampak pada kecenderungan melingkari Partai Politik yang identik mengutamakan Dinasti Keluarga atau berciri tidak pernah terjadi proses regenerasi dalam Top Manajemen Pimpinan tertinggi Partai Politik.
Sesungguhnya dalam Demokrasi bahwa Partai Politik hanya sebagai kendaraan Politik milik rakyat untuk menghantarkan pilihan Rakyat pada kursi kekuasaan, namun patut disadari kedudukan Partai Politik saat ini sebagai kendaraan bukan lagi milik Rakyat tetapi lebih kepada personal dan family oriented, dalam beberapa hal dapat mudah teridentifikasi pada kekuasaan kerabat sanak keluarga dalam Struktural Partai Politik, seolah menjadikan Partai sebagai milik Personal dan hanya dikuasai segelintir orang dalam Negara.
Jika kita terus berusaha menyegarkan isi pikiran kritis bersama untuk dapat lebih dalam menelisik secara obyektif, maka kita akan temukan bahwa hajatan Demokrasi Rakyat hanya berkutat kepada Parpol milik keluarga dan parpol milik Pengusaha, sebuah keniscayaan dalam menyerahkan kepercayaan hajat besar rakyat dalam Negara hanya kepada segelintir keluarga dan pengusaha yang itu-itu saja, apakah ini dapat dikatakan sebagai sebuah wujud nyata proses penjajahan oleh bangsa sendiri ?
Relaksasi dan Bernafaslah sejenak, Tidak perlu dengan mudah menetapkan sikap dan sifat ketersinggungan, dan ingat kritik bukanlah dosa dan penalaran bukanlah pelanggaran hukum, karena pandangan ini hadir tanpa kepentingan pribadi dan tidak ada niat serta maksud untuk menjatuhkan pribadi ataupun golongan tertentu, hanya suatu upaya untuk membangun kesadaran politik dalam berbangsa dan bernegara yang berdemokrasi dan merupakan tanggung jawab setiap individu dalam negara untuk berpartisipasi turut serta mencerdaskan bangsa.Â
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa pada fase sejarah perjalanan Politik Bangsa ini telah mengalami beragam problematika mengenai perkembangan dalam menetapkan proses Demokrasi mulai dari era Orla, Orba, Orde Reformasi hingga saat ini.
Selanjutnya, meninjau soal Kepentingan Partai Pengusaha dan Partai Keluarga yang selalu menjadi iring-iringan utama pada Hajatan Rakyat dalam Demokrasi, seakan kekuasaan hanya tersedia untuk Para Owner Parpol setiap kali dilaksanakan Pemilu, yang menariknya lagi adanya indikasi melanggengkan Kepentingan melalui sistem kekuasaan untuk merawat dan diduga berbagi keuntungan bersama para Oligarki yang selalu menjadi Issue hangat dan terjaga dalam beberapa periode Pemilu kebelakang.
Hal apa yang menjadi cikal bakal surutnya kepercayaan masyarakat ? Sehingga Golput selalu hadir dalam setiap hajat Pemilu, terjadinya Kesalahan Sistem (system error) atau kekeliruan Oknum (human error) dalam penyelenggaraan Demokrasi, mengenai terhambatnya peluang rakyat jelata menjadi generasi kepemimpinan Politik Kekuasaan dalam negara ataupun dalam struktur Kekuasaan tertinggi Partai Politik saat ini.
Apakah ini berkaitan dengan tidak adanya Pembatasan Usia hingga Pembatasan Periode menjadi Ketua Umum Partai Politik karena belum tegas diatur dalam Undang-undang Parpol ? sehingga tetap bertenggernya Dinasti dalam Kekuasaan Parpol yang menguasai hajat hidup orang banyak meski sudah usia uzur, apakah demokrasi diserah terimakan untuk parpol yang hanya berada pada ruang  lingkup yang sempit di dalam lingkaran Partai Keluarga atau Partai Pengusaha semata sebagai top Managemen Pusat ?
Lalu, Apalah Artinya Demokrasi jika Pembatasan dan Kekuasaan hanya ditentukan oleh partai Politik ? Maka dengan ini Suara Rakyat harus tunduk dan terikat pada Partai yang hanya di Dominasi Keluarga dan Pengusaha yang itu-itu saja.Â
Apakah Pura-pura Demokrasi tetap menjadi sihir ajaib untuk menyulap ketidakpercayaan menjadi kepercayaan yang selalu semu untuk rakyat ?, penyampaian rasionalisasi yang bertebaran dari mulut-mulut politikus tentang pentingnya demokrasi hanya dalam orasi kampanye semata sebagai lips service belaka.
Apa makna "Rakyat Berdaulat" dan "Demokrasi untuk Rakyat" Jika "Kekuasaan hanya untuk Partai", Maka Demokrasi hanyalah menjadi Pepesan Kosong, coba kita perhatikan dan lihat ketegasan arah Pemilu dengan polemik penentuan pada Pilihan Sistem Demokrasi yang penuh keraguan dan ketidakjelasan tentang munculnya wacana Pemilihan secara  Proposional terbuka menjadi Proposional tertutup.Â
ini merupakan keteledoran dan kemunduran yang menjadi cikal bakal penghambatan kemajuan anak bangsa menjauh dari kursi kekuasaan politik, mengingat kekuasaan kini hanya dikuasai oleh partai politik dan segelintir orang yang itu-itu saja, sangat membosankan dan cenderung monoton, non-regeneratif dalam struktural tanpa wajah dan inovasi pembaharuan.
Jika kita Berpijak pada nilai yang terkandung dalam "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan Perwakilan", Maka semestinya Musyawarah sebagai Aksesibilitas Demokrasi Rakyat yang terbuka secara Langsung, Umum, Bebas, Rahasia (LUBER) harus tetap terjaga kebersihan dengan keterjaminan atas kebersihan proses dari praktik kotor berupa intrik dan kecurangan hasil pemilihan dalam kontestasi dan kompetisi Politik.
Penentuan Sistem Pemilihan bukanlah sebagai sistem penunjukan dari atasan kepada bawahan seperti yang terwujud dalam Sistem Perusahaan, Sistem Pemilihan Umum dalam Demokrasi tentunya bertolak belakang dengan sistem penunjukan secara langsung seperti halnya proses penunjukan Penjabat (PJ) pada pergantian jabatan Eksekutif belakangan ini yang sangat bertentangan dengan Nilai Demokrasi dan menyimpang dari Proses Pemilu.
Sebuah renungan untuk dihayati bersama "Jika Aku tidak menyukai Kandidat yang disajikan oleh Partai Politik, apakah aku kehilangan Hak Demokrasi dalam memilih ?" Â Maka apa solusi yang diberikan untuk menjaga Hak Pilihku dalam Demokrasi di Negara ini ?
Sebagai Rakyat Selamat berpikir tentang keselarasan makna antara Teori dan wujud Demokrasi saat ini, silahkan aktifkan nalar dalam pikiran merdeka serta kejernihan memandang tentang harmonisasi Arti dan Praktik dalam Demokrasi saat ini.Â
Hatur Maaf dan terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H