Selanjutnya, meninjau soal Kepentingan Partai Pengusaha dan Partai Keluarga yang selalu menjadi iring-iringan utama pada Hajatan Rakyat dalam Demokrasi, seakan kekuasaan hanya tersedia untuk Para Owner Parpol setiap kali dilaksanakan Pemilu, yang menariknya lagi adanya indikasi melanggengkan Kepentingan melalui sistem kekuasaan untuk merawat dan diduga berbagi keuntungan bersama para Oligarki yang selalu menjadi Issue hangat dan terjaga dalam beberapa periode Pemilu kebelakang.
Hal apa yang menjadi cikal bakal surutnya kepercayaan masyarakat ? Sehingga Golput selalu hadir dalam setiap hajat Pemilu, terjadinya Kesalahan Sistem (system error) atau kekeliruan Oknum (human error) dalam penyelenggaraan Demokrasi, mengenai terhambatnya peluang rakyat jelata menjadi generasi kepemimpinan Politik Kekuasaan dalam negara ataupun dalam struktur Kekuasaan tertinggi Partai Politik saat ini.
Apakah ini berkaitan dengan tidak adanya Pembatasan Usia hingga Pembatasan Periode menjadi Ketua Umum Partai Politik karena belum tegas diatur dalam Undang-undang Parpol ? sehingga tetap bertenggernya Dinasti dalam Kekuasaan Parpol yang menguasai hajat hidup orang banyak meski sudah usia uzur, apakah demokrasi diserah terimakan untuk parpol yang hanya berada pada ruang  lingkup yang sempit di dalam lingkaran Partai Keluarga atau Partai Pengusaha semata sebagai top Managemen Pusat ?
Lalu, Apalah Artinya Demokrasi jika Pembatasan dan Kekuasaan hanya ditentukan oleh partai Politik ? Maka dengan ini Suara Rakyat harus tunduk dan terikat pada Partai yang hanya di Dominasi Keluarga dan Pengusaha yang itu-itu saja.Â
Apakah Pura-pura Demokrasi tetap menjadi sihir ajaib untuk menyulap ketidakpercayaan menjadi kepercayaan yang selalu semu untuk rakyat ?, penyampaian rasionalisasi yang bertebaran dari mulut-mulut politikus tentang pentingnya demokrasi hanya dalam orasi kampanye semata sebagai lips service belaka.
Apa makna "Rakyat Berdaulat" dan "Demokrasi untuk Rakyat" Jika "Kekuasaan hanya untuk Partai", Maka Demokrasi hanyalah menjadi Pepesan Kosong, coba kita perhatikan dan lihat ketegasan arah Pemilu dengan polemik penentuan pada Pilihan Sistem Demokrasi yang penuh keraguan dan ketidakjelasan tentang munculnya wacana Pemilihan secara  Proposional terbuka menjadi Proposional tertutup.Â
ini merupakan keteledoran dan kemunduran yang menjadi cikal bakal penghambatan kemajuan anak bangsa menjauh dari kursi kekuasaan politik, mengingat kekuasaan kini hanya dikuasai oleh partai politik dan segelintir orang yang itu-itu saja, sangat membosankan dan cenderung monoton, non-regeneratif dalam struktural tanpa wajah dan inovasi pembaharuan.
Jika kita Berpijak pada nilai yang terkandung dalam "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan Perwakilan", Maka semestinya Musyawarah sebagai Aksesibilitas Demokrasi Rakyat yang terbuka secara Langsung, Umum, Bebas, Rahasia (LUBER) harus tetap terjaga kebersihan dengan keterjaminan atas kebersihan proses dari praktik kotor berupa intrik dan kecurangan hasil pemilihan dalam kontestasi dan kompetisi Politik.
Penentuan Sistem Pemilihan bukanlah sebagai sistem penunjukan dari atasan kepada bawahan seperti yang terwujud dalam Sistem Perusahaan, Sistem Pemilihan Umum dalam Demokrasi tentunya bertolak belakang dengan sistem penunjukan secara langsung seperti halnya proses penunjukan Penjabat (PJ) pada pergantian jabatan Eksekutif belakangan ini yang sangat bertentangan dengan Nilai Demokrasi dan menyimpang dari Proses Pemilu.
Sebuah renungan untuk dihayati bersama "Jika Aku tidak menyukai Kandidat yang disajikan oleh Partai Politik, apakah aku kehilangan Hak Demokrasi dalam memilih ?" Â Maka apa solusi yang diberikan untuk menjaga Hak Pilihku dalam Demokrasi di Negara ini ?
Sebagai Rakyat Selamat berpikir tentang keselarasan makna antara Teori dan wujud Demokrasi saat ini, silahkan aktifkan nalar dalam pikiran merdeka serta kejernihan memandang tentang harmonisasi Arti dan Praktik dalam Demokrasi saat ini.Â