Titik dimana saya mulai bisa mengambil hikmah dari keadaan yang menimpa saya. Butuh waktu berapa lama? Cukup lama, sampai saya bisa menerima bahwa sesuatu itu memang seharusnya terjadi untuk kebaikan saya. Saya seperti menyerahkan masalah itu pada "waktu".Â
Waktu yang menyembuhkan semua luka? Sekilas tampak benar, namun yang terjadi sesungguhnya tidak demikian. Penerimaan dan pemaafan yang terjadi di dalam diri yang membuat banyak hal bertransformasi. Tanpa kedua hal itu, waktu hanyalah waktu. Tidak peduli berapa lama kita menjalani hidup, luka batin itu akan tetap ada bila kita hanya berserah pada waktu.
Menerima adalah langkah dimana kita berhenti menyalahkan orang lain dan keadaan di luar diri kita, mencoba untuk menelusuri hikmah yang terkandung di dalamnya semampu hati kita. Di dalam penerimaan ada sebuah proses bahwa kita menyadari bahwa hal itulah yang seharusnya terjadi.Â
Menerima juga berarti bahwa kejadian apapun adalah juga atas ijin dari Sang Pencipta, dan itu pastilah yang terbaik untuk kita. Dalam penerimaan, terjadi proses penyelarasan sudut pandang, penyesuaian makna, melepaskan diri dari persepsi "korban" secara perlahan-lahan.Â
Penerimaan juga berarti kita berhenti untuk memohon agar waktu kembali dan kita bisa memperbaiki segala sesuatunya dari sana. Penerimaan juga adalah bagian dari latihan keikhlasan. Ikhlas itu bukan hanya tentang memberi loh, tetapi juga menerima. Ikhlas itu juga bukan melupakan. Kita bisa saja masih ingat kejadiannya, tapi sudah ikhlas, sudah memiliki makna baru yang lebih baik tentang kejadian tersebut.
Untuk semakin mempertegas sudut pandang baru ini, memaafkan adalah langkah yang selanjutnya. Memaafkan bukan berarti kita "membenarkan" orang yang menyakiti hati kita, membenarkan keadaan bahwa keadaan yang buruk seperti ini memang pantas didapatkan oleh orang-orang seperti kita.
Memaafkan itu lebih kepada "melepaskan", "membebaskan", "mempersilakan" rasa dendam keluar dari hati kita. Memaafkan itu efeknya lebih besar kepada diri kita daripada orang lain yang ingin kita maafkan. Kalau dendam sudah keluar, hati kita jadi ringan. Tapi, dalam memaafkan ini ada jebakannya.Â
Apa itu? Kita sepertinya sudah memaafkan, tapi ketika kita bertemu dengan orang yang sama, keadaan yang sama, ada perasaan tidak enak yang sama! Itu berarti belum benar-benar memaafkan.Â
Efek bahwa kita benar-benar memaafkan itu langsung terasa di hati. Hati kita yang lebih tahu apakah memang sudah memaafkan atau hanya sebatas ucapan di bibir saja. Memang ada yang bisa langsung, ada yang butuh proses, tidak apa-apa, disesuaikan saja dengan kesiapan hati kita masing-masing. Semakin cepat kita menyadari pentingnya 2 hal ini, semakin cepat kita move on.
Saya masih belajar untuk kedua hal ini. Kadang pula terjatuh kembali. Membagikannya dalam tulisan ini juga agar saya lebih bisa mengingat tentang 2 hal ini. Semakin dibagi, semakin diingat, semakin saya bisa cepat menyadari, cepat belajar, walaupun ada jatuhnya, ya belajar lagi.
Ini yang paling penting. Tulisan ini saya buat bukan semata-mata untuk mengajari pembaca agar bisa move on dari keadaan yang dirasa berat, tapi lebih untuk saling mengingatkan satu sama lain, terutama untuk mengingatkan diri saya sendiri.Â