Mohon tunggu...
Adi Prayuda
Adi Prayuda Mohon Tunggu... Dosen - Seorang dosen, penulis, dan murid meditasi

Seorang Dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Al-Azhar, yang juga merupakan pemandu meditasi. Penulis berbagai buku self development dengan pendekatan meditasi (Jeda).

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Drama Hidup yang Terus Berulang karena "Belum Dilampaui"

31 Oktober 2022   11:36 Diperbarui: 31 Oktober 2022   11:56 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah pembaca merenung-renungi kejadian dalam hidup, kemudian bertanya, "Kok saya mengalami hal yang seperti ini terus?", "Kenapa kejadian seperti ini sering menimpa saya, apa salah saya?", "Kenapa saya selalu didatangi oleh orang dengan karakter seperti ini?", dan lain-lain? Ada kejadian-kejadian yang polanya seperti sebuah siklus, berulang dalam hidup. Tidak tahu juga kenapa bisa demikian. Yang bisa dilakukan akhirnya hanya mengeluh, menyalahkan kondisi, menyalahkan diri sendiri, bahkan menyalahkan Tuhan.

Kondisi/kejadian apapun yang masih kita tolak di dalam diri kita berpotensi berulang di waktu yang berbeda dengan mengambil wujud kondisi dan orang yang berbeda, namun polanya sama, sampai kondisi tersebut disadari dan diterima sebagai bagian dari pembelajaran bagi kedewasaan kita sebagai manusia. Selama siklus reaksinya "itu-itu saja", kondisinya akan berulang dengan pola yang "itu-itu juga". Ada pembelajaran yang masih perlu "dialami" karena belum "terlampaui" oleh penerimaan total.

Oleh karenanya, dalam ajaran meditasi, kita berlatih untuk menjadi hanya sebagai pengamat bagi segala pola pikir, perasaan, emosi kita dalam bereaksi terhadap situasi atau kondisi apapun. Memilih untuk menjadi sadar terlebih dahulu sebelum mengambil suatu langkah tertentu, sehingga dorongannya bukan hanya ditenagai oleh emosi, seperti kemarahan, kesedihan, dendam, iri, dan lain-lain, tapi juga ketenangan dan kebijaksanaan yang sangat minimal berbasis ego.

Tidak mudah, tentu saja. Namun, tentu juga tidak ringan untuk terus-menerus "mengalami hal-hal yang polanya berulang, sekalipun waktunya berbeda" dalam hidup ini, kemudian bereaksi dengan cara yang sama. Melalui kisah Laksmana (Lesmana) dalam epos Ramayana ini, kita diajak untuk eling, mengamati dinamika hidup kita, belajar hal-hal baru dengan keterbukaan, melepaskan hal-hal lama dengan keikhlasan, dan bijaksana dalam melangkah dan mengambil keputusan apapun. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun