Mungkin yang seperti ini sering kita alami, bahkan mungkin sedang dialami. Kita memperdebatkan harapan-harapan, mempertentangkan kesalahan-kesalahan di masa lalu.
Ironisnya, bukan saja harapan atau kenangan kita sendiri, tapi bisa juga harapan atau masa lalu orang lain. Hanya di dua area itulah, masa lalu atau masa depan, kita bisa berselisih paham atau berdebat hebat. Dua area itulah ranahnya pikiran.
Bukan berarti perdebatan tidak boleh dilakukan. Tulisan ini adalah ajakan untuk menjadi lebih sadar, lebih sehat secara mental, sehingga hal-hal yang tidak diperlukan dalam relasi debat yang sehat bisa diminimalkan . Perdebatan dibutuhkan dalam upaya menemukan solusi-solusi yang lebih cerdas, kreatif, inovatif, efektif, relevan dengan kondisi yang dialami, sesuai dengan sumber daya yang ada, dan tidak hanya berbasis ego atau kepentingan pribadi.
Dengan menjadi lebih sadar bahwa semua perdebatan manusia hanya bisa terjadi di dua dimensi waktu, perhatian kita bisa diarahkan kepada satu-satunya momen yang nyata, yakni SAAT INI. Perhatian yang berpijak di saat inilah yang akan menyelamatkan begitu banyak hubungan dari potensi perselisihan, bahkan pertengkaran.
Semua manusia memiliki dorongan intrinsik untuk hidup damai. Begitu juga para pembaca yang budiman. Bukan hanya ingin "rest in peace", tetapi juga "life in peace".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H