Seorang petani kepada anaknya
mutiara, kamu akan dapat merasakanya dimana harapan melanda memanen esok, dan kamu akan berlawan pasti.
dasarnya tumbuh kecambah , setia tanpa tergugah kokoh bagai menatap dalam kepusat bumi, lalu kamu nak mutiara, kamu sendiri akan takjub pada kekuatan yang dikandungnya
Demikian mutiara, kamu yang lahir berdiri hanya akan hidup bagai semusim panen tawa dan senda bagai menyambut lumbung padat berisi
Mutiara, bapakmu ini setangkai kembang layu yang pernah cinta pada dinda yang seperti mentari di kaki langit, "ibumu"
Mutiara, seiring waktu bakal kamu temui jawabanya kalau tanah bersikap adil dan dinda itu ibumu yang seperti mentari diciptakan membagi indahnya hanya untuk menyemai kembang dan pucuk-pucuk untuk kembali mekar dan semi.
Mutiara nanti juga kamu temui Suatu danau jauh dari keramaian
Sebuah perahu pohon kerukan
Sebuah dayung, lalu suara lebah asik mencicipi madu kembang liar ditepi.
Sedang, semua itu danau, perahu, dayung, lebah dan kembang
semuanya kamu yang punya.
Bila ibumu pergi jauh ia bapak cipta dalam sajak, lalu bapak melancong didalamnya. Bapakmu Mendayung diiringi suara lebah diatas air tak beriak
                                                  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H