Mohon tunggu...
Bayu Adi Persada
Bayu Adi Persada Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Lifetime Educator. Seasonal Traveler. Juventus Fanatic. Professional Wanderer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengenalkan Batik ke Pelosok Negeri

9 Januari 2013   04:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:21 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lahir dari sebuah keluarga yang memiliki silsilah asli Jawa membuat saya terikat denganbatiksejak usia amat belia. Bapak berasal dari Pekalongan sedang Ibu lahir dan besar di Solo. Kedua kota tersebut adalah representasi kotabatiksejak dahulu. Oleh karena itu, saya tak pernah kekurangan stokbatikuntuk dipakai hingga kini karena orang tua selalu menyempatkan diri menambah koleksibatiksaat ada kesempatan. Salah satunya saat kami sekeluarga pulang ke kampung halaman saat Lebaran.

Dalam kehidupan sehari-hari, saya lebih senang menggunakanbatikdaripada kemeja. Saya beruntung perusahaan tempat saya bekerja cukup membebaskan karyawannya memakai pakaian dalam keseharian. Tentu saja ini membuat saya lebih leluasa menggunakanbatikke kantor hampir setiap hari. Tidak harus pada hari Kamis seperti kebanyakan peraturan di perusahaan-perusahaan lain.

---

Sebelum bergabung di perusahaan tempat saya bekerja sekarang, saya bersyukur diberikan kesempatan untuk mengajar anak-anak sekolah dasar di pelosok Halmahera Selatan, provinsi Maluku Utara selama satu tahun. Segala keterbatasan membuat kehidupan di sana bisa dibilang teramat sederhana.

Pakaian keseharian mereka seperti masyarakat kebanyakan, hanya kaos dan celana katun. Masyarakat di sana tak punya pakaian khas yang biasa dipakai dalam keseharian seperti misalnya kotekayang sering digunakan masyarakat di daerah Papua.

Tak banyak warga pendatang yang hidup di desa pesisir laut Halmahera itu. Kebanyakan pendatang memang datang tak jauh dari daerah sekitar kepulauan Halmahera. Orang-orang Jawa yang tinggal di desa bisa dihitung dengan jari. Kebanyakan mereka tidak menetap karena berprofesi sebagai pedagang keliling. Dengan kata lain, saya satu-satunya orang keturunan asli Jawa yang tinggal di sana.

Setiap kali mengajar, saya seringkali memakaibatik. Karena tidak punya baju dinas PNS seperti guru-guru lain, saya memiliki sedikit kebebasan dalam memakai pakaian resmi dalam mengajar. Berhubung saya membawa cukup banyak stokbatiksebagai bekal, tentu tak menjadi masalah untuk berganti-ganti pakaian mengajar setiap hari.

Di sisi lain, saya ingin memperkenalkanbatikke semua khalayak desa. Saya yakin mereka pasti sudah pernah mendengar apa itubatiktapi mengajak mereka mencintaibatiktentu tidak mudah dan butuh proses yang bertahap.

Salah satu cara mengenalkanbatikyang saya lakukan adalah dengan memasukkan materi tentangbatikdalam pelajaran di kelas. Suatu waktu, saya mengambil topikbatikdalam mengajarkan Bahasa Indonesia untuk tema budaya negeri sendiri. Anak-anak cukup antusias mencaritahu apa itubatikdengan menunjuk-nunjuk pakaianbatiksaya saat itu.

Kebetulan beberapa tahun yang lalu, sekolah dasar tempat saya mengajar pernah mendapat seragambatik untuk siswa-siswa dengan bantuan pemerintah. Namun jumlahnya tidak mencukupi semua siswa. Sampai sekarang, sebagian kecil siswa sudahberbatiksetiap hari Kamis. Namun sebagian besar yang lain belum mendapatkan seragam itu. Lagipula, banyak juga seragambatikanak-anak yang sudah lusuh dan robek hingga tak layak pakai lagi.

Kemudian, saya mengusulkan kepada kepala sekolah untuk memanfaatkan anggaran sekolah dalam memfasilitasi seragambatikanak-anak. Berhubung tak adatoko batikdi sekitar kota kabupaten di Halmahera Selatan, kami sampai mesti memesan langsung kainbatikcetak dari Jawa. Saat itu juga, belum ada tokobatik onlineyang memudahkan pemesanan danbelanjahingga pembuatan dan pengiriman seragambatikanak-anak membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

Untuk guru-guru, saya berinisiatif membuatkan sendiri seragam dengan meminta bantuan Ibu. Ibu memang memiliki usahabutik batikkecil-kecilan di rumah. Ketika saya mengutarakan niat untuk membantu guru-guru di desa, Ibu menyambut baik dan langsung membuatkan desainbatikyang apik.

Setelah menunggu sekitar satu bulan, seragambatikyang ditunggu pun akhirnya datang. Perahu yang merapat membawa sebuah kardus besar kiriman dari Jawa.

Ketika akhirnya seragambatiksampai di sekolah, seluruh warga sekolah bersemangat sekali mencoba. Anak-anak antusias mendapatkan seragambatikmereka yang baru. Begitu juga guru-guru yang memuji desainbatikyang dibuat oleh Ibu.Batikuntuk guru memang tidak dibuat dengancanting, tapi tentu tidak mengurangi keindahan corakbatikitu sendiri.

Tak lupa pula, saya membelikanbatikuntuk keluarga yang mengasuh saya di desa. Satu paket seragambatikuntuk semua anggota keluarga dan beberapabatikmalamkhusus untuk ibu asuh saya. Bagi mereka, mungkinbatikyang diberikan menjadi pakaian terbaik yang mereka punya.

Dengan corakbatikyang sama, mereka menjadi satu-satunya keluarga yang memilikibatikyang seragam di desa kami. Senang sekali melihat ekspresi kebahagiaan mereka saat bersama-samaberbatikketika Lebaran tiba.

---

Batikkini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sekolah di desa kami. Semua warga sekolah secara rutin memakaibatikpada hari Kamis. Keseragaman yang tak hanya indah di pandang mata, tapi juga memberi semangat tersendiri dalam menjalani pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan.

Beberapa warga perlahan juga sudah mulai menggunakanbatiksebagai busana resmi saat upacara adat atau acara resmi tiba. Tentu ini awal yang sangat baik untuk mengajarkan bagaimana mengenal, menggunakan, dan mencintaibatik. Di balik itu semua, ada sebuah makna penting yang mesti digenggam. Bahwabatiktidak hanya milik budaya Jawa semata, tapi sesungguhnyabatikadalah kepunyaan bangsa Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun