Mohon tunggu...
Adi Aja
Adi Aja Mohon Tunggu... -

Universalis

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Dewan Pers (Kembali) Digugat!

17 September 2016   10:35 Diperbarui: 17 September 2016   10:57 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Selang satu minggu setelah peringatan peristiwa bersejarah di republik ini yakni hari Kemerdekaan RI Ke-71, satu peristiwa yang boleh dikatakan cukup bersejarah dan mungkin akan menjadi salah satu tonggak sejarah reformasi pers di negeri ini yakni persidangan perkara No. 56/Pdt.G/2016/PN JKT.PST yang berlangsung hari Selasa 23 Agustus 2016 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, di mana Dewan Pers digugat oleh insan pers sendiri dalam hal ini Maskur Husain, SH. dkk dari Tabloid dan Media Online WartaOne Indonesia.

Maskur dkk menggugat Dewan Pers secara perdata karena dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan mengambil keputusan secara sepihak dengan mengeluarkan  Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) Dewan Pers No. 04/PPR-DP/VII/2015 atas pengaduan H. Usman Effendi, SE. M.Si sebelumnya terhadap Media WartaOne yang telah memuat pemberitaan mengenai dugaan korupsi yang melibatkan salah satu pengusaha terkenal di Sukabumi tersebut.

Dalam gugatan disebutkan bahwa Dewan Pers telah menyalahi fungsinya sebagaimana diatur dalam UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers terutama Pasal 15 Ayat 1 dan 2 yang intinya menekankan pada independensi Dewan Pers dalam menjalankan fungsinya melindungi kemerdekaan pers tanpa campur-tangan pihak lain. Akibat tindakan sepihak tersebut Dewan Pers dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian sebagaimana yang diatur dalam pasal 1365 KUHPdt.

Menurut kuasa hukum para Penggugat Dudung Badrun SH., MH. seharusnya Dewan Pers memberikan hak jawab dan hak tolak kepada Maskur dkk sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Ayat 1-4. Tidak hanya itu, Dewan Pers pun wajib melayani hak jawab dan hak koreksi pada Penggugat sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat 2-3 UU Pers dimaksud, yang tidak dilaksanakan oleh Tergugat dalam hal ini Dewan Pers sehingga PPR yang telah dikeluarkan pun dianggap cacat hukum dan dengan demikian tidak memiliki nilai hukum.

Dalam sidang yang berlangsung singkat tersebut, Dewan Pers menghadirkan ahli Leo Batubara yang pernah menjabat sebagai Anggota Dewan Pers pada periode sebelumnya. Namun pihak Penggugat menolak ahli tersebut dengan alasan ahli ini dianggap tidak layak karena merupakan salah satu anggota tim pengkaji yang mengeluarkan rekomendasi PPR dimaksud, walaupun Leo menyatakan bahwa dia ditugaskan langsung oleh Ketua Dewan Pers sebagai ahli dalam persidangan kali ini. Setelah melalui sedikit perdebatan akhirnya Majelis Sidang memutuskan untuk mengabulkan keberatan dari pihak Penggugat dan menolak kehadiran Leo Batubara sebagai ahli dalam sidang tersebut. Sang Ahli pun akhirnya pulang dengan tangan hampa tanpa sempat memberikan pendapat ahlinya.

Untuk diketahui, bukan kali ini saja Dewan Pers digugat. Sebelumnya badan yang didaulat oleh Undang-Undang untuk menaungi semua media dan organisasi/perusahaan media di Indonesia ini pun pernah digugat dan/atau dikeluhkan oleh berbagai kalangan yang meragukan independensi, netralitas, profesionalisme bahkan kompetensi Dewan Pers dalam menjalankan fungsinya sebagaimana yang diamanatkan UU. Ironisnya lagi adalah kata “Pers” yang seharusnya mengacu kepada hal-hal yang aktual dan terkini, tidak tercermin dalam laman Dewan Pers (www.dewanpers.or.id) yang terkesan tidak terurus dengan baik, antara lain bisa dilihat di bagian Agenda dan Kliping yang masing-masing masih menayangkan kegiatan tahun 2015 padahal saat ini sudah memasuki periode akhir tahun 2016. Selain itu Komisi-Komisi yang ada dalam Dewan Pers seperti Komisi Pengaduan Masyarakat, Komisi Hukum, dan yang lainnya masih terlihat kosong untuk jabatan Ketua maupun Wakil Ketua Komisinya.

Bila melihat usia Dewan Pers yang hampir mencapai 50 tahun namun terlihat masih berbenah diri di sana-sini dan terkesan berjalan di tempat ini, tidak heran bila ada sekelompok insan pers baik di dalam jaringan Dewan Pers itu sendiri maupun di luar jaringan, yang kemudian kecewa bahkan sampai ada yang memproklamirkan lembaga tandingan antara lain Majelis Pers Indonesia (MPI) yang diibaratkan sebagai Dewan Pers “Tandingan” sebagai wadah alternatif dalam menampung aspirasi sebagian kalangan yang tidak cocok dengan gaya kepemimpinan Dewan Pers yang dirasakan cenderung kaku dan seringkali masa bodoh dengan keadaan, termasuk dalam melayani pengaduan yang masuk baik dari kalangan pers sendiri maupun masyarakat pada umumnya.

 Menarik untuk melihat bagaimana akhir dari perjuangan Maskur dkk yang mungkin juga mewakili sebagian masyarakat dalam menuntut perbaikan kinerja Dewan Pers yang dianggap mengecewakan dan belum memenuhi harapan masyarakat ini. (By: AdiY-AWI)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun