Sekitar akhir tahun '99, kami sempat bingung ketika bekerja di sebuah perusahaan Amerika di bidang otomotif yang terkenal dan cukup besar saat itu. Ada sekitar 2400an karyawan saat itu, ada sekitar 20an bus jemputan setiap shiftnya dan beberapa mobil untuk menjemput dan mengantar karyawan white collar saat itu.Â
Perusahaan ini di wilayahnya sangat terkenal karena memang saat itu sangat kuat. Hampir tiap hari selalu ada karyawan asing dari berbagai negara terutama America, Texas dan Mexico mendominasi meskipun bahkan karyawan dari negara kecil seperti Libanon pun ada. Selalu hotel nomor wahid menjadi langganan tempat karyawan pilihan untuk menginap baik di Jakarta maupun di kawasan Industrial tersebut.
Yang menarik, suatu saat perusahaan membahas ke karyawan tertentu untuk membahas "emergency plan". Binatang apakah itu? Sama sekali tidak terpikirkan saat itu.Â
Salah satu pertanyaan dari salah seorang manager, apa yang terjadi jika perusahaan mengalami kebakaran? Apa yang akan dilakukan supaya bisnis tetap berjalan? Apa yang terjadi jika tiba-tiba karyawan demo? Apa yang akan dilakukan perusahaan? Bagaimana jika ternyata di perusahaan mengalami kejadian makanannya beracun/busuk?Â
Kalau ini benar-benar terjadi, ribuan karyawan sampai demo nggak mau makan, sampai saat itu presdir kami turun sendiri ke lapangan dan membooking rumah makan padang dan gerai seperti kfc terdekat saat itu, langsung gerai makanan itu tutup seharian karena mereka nggak kuat memenuhi permintaan pelanggan.Â
Ya kami sadar, resiko dalam pabrik dengan ribuan karyawan sangat besar. Dan bukan satu dua perusahaan yang memiliki karyawan ribuan. Seingat kami bahkan perusahaan seperti Epson, LG, Samsung dan teman-temannya bukan satu dua perusahaan yang memiliki karyawan sampai ribuan.
Emergency plan adalah suatu hal yang sangat umum dilakukan oleh perusahaan dengan mempersiapkan diri pada hal yang tak bisa dimengerti terjadi. Apapun itu. Demikian pula dengan asuransi. Ia pun merupakan "jalan tikus" atau "pintu belakang" jika terjadi sesuatu.Â
Dalam kasus asuransi yang kami tekuni, hal ini berkaitan dengan asuransi jiwa dan kesehatan. Apa yang terjadi jika suatu saat anda sebagai tulang punggung keluarga mengalami penyakit kritis seperti stroke, jantung, cancer dan sebangsanya? Apakah kita sudah mempersiapkan? Apa pula yang akan dilakukan jika maaf seorang nasabah meninggal? Bagaimana kehidupan dengan keluarganya?Â
Jika hal ini dianggap menakut-nakuti tentu keliru dengan amat sangat. Kita hanya mencari jalan keluar. Sangat wajar jika seseorang bertanya, apa yang terjadi jika tulang punggung keluarga mengalami entah sakit atau bahkan sampai meninggal?
Sebagian dari kita menyerahkan jika kejadian tersebut kepada Tuhan. Tidak ada yang salah dengan keimanan tersebut. Kita hanya mencari lubang jarum jika hal tersebut terjadi. Hal semacam sudah penulis lalui ketika mengalami penyakit kritis yang menghancurkan sendi-sendi ekonomi keluarga.Â
Buat penulis sendiri, bisa memaklumi, namun buat orang-orang terkasih terdekat hal ini menjadi derita. Di titik tertentu hal ini menggelisahkan karena orang-orang tercinta menjadi korban. Apakah kita tega?
Kira-kira seperti itulah posisi asuransi. Tak ada orang yang menginginkan sakit, tapi jika itu terjadi apakah kita sudah siap? Maksudnya itu. Asuransi adalah jalan keluar, pintu belakang rumah untuk melarikan diri.
Bagaimana menurut anda? Sudahkah anda siap jika katakanlah seseorang nasabah meninggal dunia atau terkena penyakit kritis? Perlu catatan sedikit, penyakit kritis itu benar-benar menghabiskan biaya yang tak sedikit.Â
Siapkah kita? Ibu salah seorang kolega mengalami penyakit kritis dan perawatan yang ia harus tanggung mencapai 600 juta hanya dalam 2 minggu. Siapkah kita? Kita bukan nabi Nuh atau nabi Yusuf yang mempersiapkan diri dengan kapal dan lumbung sesuai dengan petunjuk Tuhan. Bagaimana menurut anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H