Mohon tunggu...
Adi Ngongo
Adi Ngongo Mohon Tunggu... Guru - Guru/Penulis/Penerjemah

Saya suka menulis artikel opini terutama terkait dengan pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memeriksa Implementasi Teori dan Praktek di SMK

23 November 2023   10:05 Diperbarui: 23 November 2023   10:15 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Jauh Panggang dari Api

Kebijakan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang mewajibkan persentase praktek lebih tinggi dari teori, dalam implementasinya jauh panggang dari api. Persentase 60 -- 40 (60% praktek 40% teori) atau 70 -- 30 (70% praktek -- 30 % teori) sulit ditemukan dalam pembelajaran di SMK. Beberapa SMK mungkin mampu mengimplementasikannya tetapi sebagian besar belum bisa menerapkannya. Bahkan dalam kondisi ekstrim, ada SMK yang bahkan tidak pernah praktek (100% teori).

Implementasi pembelajaran praktek di SMK dapat terkendala oleh beberapa factor berikut. Pertama, kurangnya ketersediaan alat dan bahan praktek. Kondisi ini banyak dialami oleh SMK, khususnya SMK -- SMK berskala kecil dengan dana terbatas. Mereka sering kesulitan dalam menyiapkan bahan dan alat praktek yang dibutuhkan karena keterbatasan dana yang dimiliki. Memang telah tersedia Dana BOS tetapi dengan jumlah siswa yagn sedikit tentu dana yang dikucurkan juga sedikit. Dana terbatas ini kemudian habis untuk membiayai gaji guru dan pegawai serta operasional sekolah yang lain. Penyediaan bahan praktek untuk kegiatan praktek menjadi terkendala.

Kedua, rendahnya kompetensi guru. Kompetensi guru juga dapat menjadi pemicu mandegnya pelaksanaan praktek di SMK. Untuk SMK tertentu, alat dan bahan praktek sangat memadai tetapi pembelajaran praktek tak dapat dilaksanakan karena guru yang tersedia tidak cukup kompeten untuk melaksanakan praktek. Hari-hari ini SMK dihadapkan pada persoalan masifnya guru kejuruan yang notabene terampil tetapi harus pensiun. Sementara guru-guru muda pengganti belum cukup cakap menggunakan alat dan bahan yang tersedia. Akibatnya ketersediaan alat dan bahan menjadi mubazir atau tak terpakai.

Ketiga, orientasi manajemen yang keliru. Manajemen sekolah dapat juga menjadi pemicu tidak berjalannya pembelajaran praktek. Ketika manajemen berorientasi pada pengembangan fisik sekolah dan menghabiskan sebagian besar  dana sekolah maka alokasi untuk pengadaan alat dan praktek menjadi terabaikan. Akibatnya praktek tak dapat berjalan dan anak didik tentu tidak mendapatkan keterampilan seperti diharapkan. Persoalan ini biasanya terjadi pada sekolah yang sudah mapan dan besar meski tak tertutup kemungkinan juga terjadi sekolah kecil dengan peserta didik sedikit.

Wajib Praktek

Pembelajaran praktek harus menjadi kewajiban di SMK. Melalui pembelajaran praktek keterampilan anak didik akan meningkat. Pembelajaran praktek menuntun anak didik secara sistematis dan terarah hingga mereka mahir. Dengan tujuan utama menciptakan lulusan yang terampil maka pembelajaran praktek menempati porsi terbesar dalam keseluruhan pembelajaran di SMK.

Porsi ideal perbandingan antara praktek dan teori di SMK adalah 70 -- 30. Tujuh puluh persen dari keseluruhan proses kegiatan belajar mengajar di SMK harus terisi dengan praktek. Pembelajaran bersifat teoritis hanya mendapatkan porsi sebesar 30%. Dalam kondisi demikian maka pembelajaran di SMK adalah kesibukan  guru dan anak didik pada berbagai bengkel, laboratorium dan DUDI. Kesibukan di ruang-ruang teori bersifat minimalis. Tidak banyak.

Andai kesibukan ruang teori melampaui kesibukan di bengkel/laboratorium maka status sebuah SMK perlu dipertanyakan. Apakah sekolah tersebut masih setia dengan tujuan utamanya untuk melahirkan tenaga terampil atau tidak. Jika sudah tidak setia maka tak salah jika ada sinisme, banyak SMK sekarang sebetulnya SMA plus keterampilan. Karena proses pembelajarannya sama dengan anak didik SMA. Praktek sebagai ciri utama SMK tidak lagi kelihatan.

Pembelajaran praktek memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mendapatkan pengalaman langsung. Dalam Teori Experiential Learningnya, Kolb (dalam Fathurrohman, 2015) mengatakan bahwa praktek adalah model pembelajaran yang sangat cocok untuk mendorong anak didik memiliki keterampilan yang dibutuhkan dunia industry. Melalui praktek, anak didik mendapatkan pengalaman langsung sehingga ia menjadi aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Keaktifan ini akan mempermudah proses pemerolehan pengetahuan dan keterampilan.

Pentingnya praktek dalam pembelajaran telah dilakukan oleh pendidikan vokasi pada berbagai negara maju seperti Austria, Jerman, Swiss dan Singapura. Akibatnya, minat mahasiswa terhadap pendidikan vokasi jauh lebih tinggi dari Pendidikan umum. Austria memiliki mahasiswa vokasi sebanyak 78% dari keseluruhan mahasiswanya. Jerman memiliki 70% dan Swiss 66%. Singapura tetangga dekat kita memiliki 65%. Jumlah mahasiswa vokasi sebanyak ini menjadikan negara-negara tersebut terkemuka dalam berbagai bidang teknologi karena tenaga terampilnya tersedia memadai dari segi kuantitas dan kualitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun