Mohon tunggu...
Adinda Zahra Putri Nasution
Adinda Zahra Putri Nasution Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

hobi saya berolahraga, bermusik, dan memasak.

Selanjutnya

Tutup

Book

Mengulas Novel Sukreni Gadis Bali Karya A.A. Pandji Tisna tahun 1936

4 Mei 2023   12:22 Diperbarui: 4 Mei 2023   14:28 1424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Novel  ini merupakan karya sastra angkatan pujangga baru yang ditulis oleh A.A. Pandji Tisna yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1936. Novel ini menceritakan wanita di Bali berada pada derajat yang rendah pada zaman dahulu, sehingga mudah dipermainkan terutama oleh kalangan bangsawan. Novel ini banyak mengandung unsur religi, kasih sayang, dan budaya atau adat istiadat Bali karena penulisnya sendiri berasal dari Bali.

Sinopsis Novel Sukreni Gadis Bali

Di sebuah desa yang bernama Bingin Banjah  terdapat sebuah kedai yang laris pada masanya. Kedai itu dimiliki oleh seoarang perempuan yang bernama Men Negara. Sebelumnya Men Negara bukan berasal dari Bingin Banjah melainkan berasal dari Karangasem. Ia pindah karena tertarik kepada seorang lelaki yang bernama I Kompiang. Padahal sebelumnya Men Negara sudah mempunyai suami dan putri berusia 8 bulan yang ia tinggalkan begitu saja. Di Bangin Banjah ia menikah kembali dengan I Kompiang dari pernikahan itu ia dikaruniai satu anak lelaki yang bernama I Negara dan satu anak perempuan yang bernama I Negari.

Di Bingin Banjah ia dan I Kompiang masih menumpang di rumah seorang haji yang memiliki tanah dan kebun yang sangat luas. Kemudian I Kompiang disuruh haji itu menunggui kebunnya. Namun karena Men Negara rajin bekerja dan hemat, iya kemudian dapat memliki kebun sendiri. Usaha kedai  Men Negara menjadi maju karena anaknya yang bernama I Negari yang berparas cantik itu dapat menarik para pekerja pemetik kelapa untuk singgah di warungnya. Disamping itu Men Negara memang pandai memasak sehingga masakannya itu selalui disukai oleh para pekerja.

Di antara mereka yang datang ke kedai Men Negara ada Ide Gede Swamba seorang pemilik kebun kelapa itu. Tak luput dari itu Ni Negari dan ibunya Men Negara berharap agar anak gadisnya itu dapat memikat hati I Gede Swamba untuk menjadi suaminya. Suatu ketika datanglah seorang mantri polisi yang bernama I Gusti Made Tusan ke daerah itu. Ia diutus ke daerah tersebut untuk menjaga keamanan desa. Banyak sudah kejahatan yang berhasil ia hentikan karena berkat kerjasamanya oleh seorang mata-mata yang bernama I Made Aseman.

Pada siang hari hampir saja Men Negara harus berurusan dengan I Gusti Made Tusan karena I Made Aseman mengetahui bahwan Men Negara memotong babi tanpa izin yang berwenang. I Made Aseman sangat berharap Men Negara ditangkap karena kesalahannya itu jika saja Men Negara masuk penjara para pekerja pemetik kelapa akan pindah ke warung iparnya. Namun yang diharaokan I Made Aseman sia-sia karena I Gusti Tusan telah terpikat oleh putri Men Negara yaitu, Ni Negari. Sejak saat itu I Gusti Made Tusan selalu berkunjung ke warung Men Negara agar ia bisa melihat Ni Negari.

Pada suatu ketika I Gede Swamba dan para pemetik kelapa sedang makan dan minum di warung Men Negara tanpa sepengetahuan mereka datanglah seorang gadis yang parasnya begitu cantik dengan pengawalnya I Sudiana ia mencari I Gede Swamba untuk suatu urusan. Namun kedatangan Luh Sukreni justru membuat Men Negara dan Ni Negeri iri hati apalagi Luh Sukreni lebih cantik daripadanya dan menanyakan I Gede Swamba. I Gusti Tusan yang melihat Luh Sukreni itu tampak tertarik dan berniat menjadikan Sukreni sebagai wanita simpanannya. Pada kedatanggannya yang kedua Luh Sukreni kembali menanyakan Ida Gede Swamba di warung Men Negara. 

Namun orang yang dicarinya tak ada. Akhirnya Luh Sukreni menginap di warung Men Negara karena mereka memintanya untuk bermalam di warungnya sampai Ida Gede Swamba tiba. Tanpa prasangka buruk Sukreni menerima tawaran itu. Namun malam itu I Gusti Made Tusan memiliki pikiran yang buruk, ia ingin meniduri Luh Sukreni. I Gusti Made Tusan pun pergi menemui Men Negara untuk menjalankan rencana buruknya itu dengan imbalan uang jika Men Negara berhasil membantunya karena Men Negara serakah akan uang ia menyetujui keinginan I Gusti Made Tusan. I Gusti Made Tusan pun menjalankan aksi buruknya itu ia meniduri Luh Sukreni. Sejak kejadian itu Sukreni pergi entah kemana.

Betapa terkejutya Men Negara ketika Ni Negara mengatakan bahwa Luh Sukreni adalah anak kandung Men Negara sendiri. Men Negara sangat menyesal karena ia telah mengorbankan anaknya sendiri. Luh Sukreni tidak mau kembali ke kampungnya iya sangat malu apabila kejadian itu didengar oleh orang-orang sekitar. Ia mengembara entah kemana dan tak lama kemudian Luh Sukreni melahirkan seorang anak lelaki dari hasil perbutan buruk I Gusti Made Tusan anak itu diberi nama I Gustam. 

Takdir telah menentukan Luh Sukreni dipertemukan kembali dengan Ida Gede Swamba semua berkat pertolongan I Made Aseman. Ida Gede Swamba berjanji akan membiayai dan mengurus anakya itu. I Gustam ternyata tumbuh dengan perangai yang sangat buruk. Saat dewasa ia masuk penjara karena kasus pencurian. Di penjara ia malah belajar lebih banyak lagi tentang perampokan pada I Sintung yang merupakan perampok kelas kakap. Setelah keluar dari penjara I Gustam dan temannya berencana akan merampok ke kedai Men Negara.

Namun aksi itu telah diketahui lebih dulu oleh I Made Tusan dengan cepat ia berkelahi dengan para perampok. Teman-teman I Gustam telah berhasil ditangkap oleh I Gusti Made Tusan dan ada pula yang dibunuh karena melawan. Saat itu hanya tersisa I Gustam ia pun berkelahi dengan I Gusti Made Tusan. I Gusti Made Tusan tak mengetahui kalau lawannya adalah anaknya sendiri. Ia mengetahuinya terambat dari teriakan I Made Aseman setelah I Gustam telah dibunuhnya dan akhirnya mereka pun mati berdua. I Gusti Made Tusan tewas karena telah ditusuk pisau sebelumnya oleh I Gustam.

Sejak kejadian malam itu Men Negara menjadi gila ia selalu berpikir bahwa kedainya masih ada padahal malam itu kedai dan rumahnya sudah terbakar. Anaknya Ni Negeri telah menikah dengan juru tulis di Jembrana dan tinggal di sana sedangkan I Negara menumpang di kantor pemerintah Bingin Banjah. Para pemuda yang dulu sering berkunjung merasa iba melihat kondisi Men Negara sekarang. Jika ada yang lewat Men negara selalu menyuruhnya mampir ke kedai miliknya padahal kedai itu sisa kenangan saja.

Meskipun cerita ini adalah fiksi, ada beberapa contoh di mana apa yang di jelaskan dapat benar-benar terjadi, seperti ketika seseorang menyembelih hewan untuk kebutuhannya sendiri dalam hal ini penyembelihan babi memerlukan izin dari pihak yang berwenang bahwa karena kesalahannya dipekerjakan kegiatan pembersihan kota.

Unsur intrinsik dari buku ini bertemakan romansa percintaan dan berkaitan dengan hukum karma, memiliki alur  maju, latar cerita menarik dan pesan yang dapat diambil sebagai pembaca adalah bahwa kebaikan akan membawa kebahagiaan, tetapi jika keburukan akan membawa konsekuensi selama masih ada di dunia ini atau karma.

Unsur ektrinsik dari buku ini terdapat nilai moral, agama, dan budaya. Buku ini sangat sangat mengesankan karena berlatarkan daerah Bali yang dimana mempunyai warna budaya atau khas tersendiri, dimana agama hampir memasuki dan mendominasi semua aspek kehidupan. Nilai moral yang dapat dipetik adalah tentang keadilan yang harus ditegakkan terhadap siapapun itu baik dari anggota keluarga atau orang terdekat.

Kekurangan atau kelemahan dari buku ini adalah Sukreni tidak pernah muncul atau memberi kesempatan kepada para pembaca untuk berbicara sejak kejadian keji itu. Sehingga membuat pembaca bertanya-tanya apa yang ada dipikiran dan hatinya karena pembaca ingin Sukreni dan Ida Gede Swamba memiliki akhir yang bahagia, tetapi hal itu tidak terjadi. Kemudian ada penggunaan bahasa yang dipakai pengarang yang lumayan sulit untuk dipahami.

Kelebihan dari buku ini pembaca bertambah wawasan dengan latar sejarah buku ini di Bali dan mendorong kita untuk mempelajari lebih jauh tentang sesuatu kebudayaan atau adat Bali. Kemudian buku ini sangat sederhana untuk dipahami karena menceritakan tentang moral yang baik dan perilaku jahat yang tidak bisa dicampur adukkan.

Simpulan

Buku ini sangat menarik, menginspirasi, serta mendidik dan sangat baik bila dibaca oleh para remaja yang gemar membaca buku khususnya buku fiksi yang bermutu kemudian berdasarkan pembahasan yang ada di dalam buku banyak komponen menarik dari sifat karakter baik tokoh protagonis maupun antagonis. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun